Besok Todi rencananya akan berangkat ke Surabaya. Pesawatnya berangkat hari Sabtu malam. Hari ini Todi mengajak Laras berbelanja bersama ke supermarket. Laras setuju saja, sudah beberapa hari terakhir Todi jauh lebih baik dari biasanya. Todi beberapa kali mengajaknya makan bersama di rumah sakit, mengobrol di rumah, mengirimkan pesan untuk hal-hal yang sederhana seperti menanyakan apa Laras sudah makan, atau sudah pulang, bahkan beberapa kali Todi mengajaknya pergi atau pulang bersama dari rumah sakit.
Herannya hal ini justru membuat Laras sedikit cemas. Ya, dia cemas hatinya akan jatuh cinta lagi kepada Todi, dia takut Todi membuatnya patah hati kembali. Laras masih tetap meneguhkan hatinya, untuk tidak terbuai dengan keadaan yang membaik ini. Dia tidak berani berharap walau hanya sedikit saja. Laras bahkan sudah siap jika sewaktu-waktu Todi meninggalkannya. Dia tidak yakin pernikahannya akan bertahan lama, dia bahkan tidak yakin sampai kapan harus hidup seperti orang asing dengan Todi.
"Mau bawa barang apa aja?" tanya Laras, setiap kali dia mengobrol dengan suaminya, Laras selalu mencoba membuat ekspresinya sedatar mungkin, tanpa emosi. Walaupun dia lelah seperti ini, sebenarnya. Dia terlalu kesal untuk bersikap manis seperti dulu lagi.
"Aku mau beli alat mandi, sama makanan kecil dan makanan kaleng, siapa tahu disana sulit cari makanan," jelas Todi.
Sebenarnya Laras hampir tertawa mendengar perkataan dari Todi. Betapa lucunya suaminya ini, dia mau pergi ke Surabaya, bukan ke pedalaman Indonesia bagian timur. Mana mungkin kesulitan cari makananan. Tapi Laras mengiyakan saja. Dia sibuk mendorong troli belanjaan.
"Sini, aku yang dorong," pinta Todi, menarik ujung troli itu, tanpa sadar tangan mereka bersentuhan. Laras menarik tangannya cepat, membiarkan Todi mendorong troli belanjaan itu. Mereka masuk ke dalam supermaket, menuju lorong makanan. Todi meminta Laras mengambil beberapa mie goreng instan.
"Jangan terlalu banyak mie instan ya," ucap Laras langsung, dia tanpa sadar spontan mengucapkan hal itu.
Todi tersenyum senang, lebih baik Laras mengomelinya daripada tidak berbicara sama sekali.
"Iya, hanya untuk jaga-jaga," jelas Todi.
"Makan sereal aja ya, lebih sehat, nanti tinggal beli susu cair disana," ucap Laras lagi, dia berjalan menuju rak yang berisi bermacam-macam sereal. Laras mengambil beberapa dan memasukkan ke dalam troli barang yang sedang didorong Todi.
"Aku rasa aku butuh handuk baru," ucap Todi lagi. Dia membawa troli menuju rak-rak handuk.
Laras mengerutkan keningnya, tapi tetap mengikuti langkah suaminya.
"Handuk dirumah rasanya sudah cukup banyak, bawa dua atau tiga saja, disana ada tempat buat cuci baju?" tanya Laras.
"Handuk dirumah sudah banyak yang bulukan," balas Todi, mengambil dia handuk berwarna sama.
"Kenapa harus dua? Satu saja," ujarnya.
"Dua, satunya buat kamu, biar matching," jawabnya. Laras melongo bingung.
Todi meninggalkan Laras, menuju rak peralatan mandi. Pria itu mengambil beberapa perlengkapan mandinya. Lalu kembali ke lorong makanan. Laras bingung, mau bawa makanan apa lagi lelaki ini, pikirnya.
"Buatkan aku pancake untuk sarapan besok, boleh?" pinta Todi. Terdengar setengah merengek di telinga Laras, membuat Laras mengedipkan matanya, sejak kapan suaminya bisa merengek seperti itu.
"Mau pancake apa?" tanya Laras. Matanya mencari-cari bungkusan tepung instan yang biasa dia gunakan.
"Apa saja, aku suka," jawabnya, senang, sambil memandangi punggung istrinya yang sibuk mengambil beberapa barang.
"Malamnya mau dimasakin apa? Atau mau beli makan disana saja?" tanya Laras, setelah memasukkan beberapa barang yang dia butuhkan ke troli.
Todi berpikir sejenak, dia baru ingat kalau hari Senin istrinya minggu depan ujian. Apakah tidak apa membuat Laras sibuk sepanjang akhir minggu ini, pikirnya.
"Kamu mau ujian kan?" tanya Todi. Laras mengangguk.
"Iya, hari senin, kenapa?" tanyanya, bingung kenapa Todi mengganti topik.
"Tidak apa aku minta mengantar Sabtu malam?" tanyanya.
"Enggak masalah, aku bisa belajar sepanjang minggu," jawabnya santai.
"Oke, berarti nanti pulang bantu aku mengemasi baju, boleh?" tanya Todi lagi, dia senang bisa memaksa Laras tetap didekatnya. Entah mengapa, hatinya senang setiap melihat wajah Laras.
Laras mengangguk tanpa ekspresi. Dia heran, suaminya senang sekali menyuruhnya mengerjakan hal-hal kecil yang bisa dilakukannya sendiri.
"Anyway, aku mau besok, siangnya kita makan diluar, sebelum berangkat, Ayah dan Bunda mau ikut antar, biar kita makan siang berempat, apa kamu mau?" tanya Todi lagi.
Laras mengangguk. Todi tersenyum senang.
Setelah beres berbelanja. Mereka kembali ke rumah, Bu Inah sudah memasakkan sarapan untuk mereka. Todi mengajak Laras sarapan dulu bersama, sebelum membereskan barang. Laras menurut. Dia sedang malas untuk membantah. Besok suaminya pergi, tidak baik kalau mereka bertengkar sebelum Todi pergi, pikir Laras.
"Nanti mau bantu aku packing baju?" tanya Todi, setelah Laras selesai makan.
"Boleh," jawab Laras, beranjak dari duduknya.
"Mau kemana?" tanya Todi.
"Packing baju kakak, kan?" jawab Laras, bingung.
"Duduklah dulu, kita mengobrol sebentar," pinta Todi. Membuat Laras sedikit cemas, dia tidak pernah berlama-lama berduaan bersama suaminya setelah menikah. Saat pacaran dulu juga tidak pernah, Todi lebih sering meninggalkannya, dengan alasan ada panggilan dari rumah sakit, atau tidak datang sama sekali.
"Ada apa?" tanya Laras datar.
"Tidak ada apa-apa, apa tidak boleh aku mengobrol sebentar..dan menatap wajah istri sendiri lebih lama? Apalagi aku mau pergi jauh lumayan lama," ucap Todi dengan santainya.
Laras merasakan wajahnya memerah sedikit dan jantungnya berdebar lebih cepat mendengar ucapan suaminya. Ada apa ini, pikirnya. Dia memilih diam, sambil sedikit menundukkan pandangannya.
"Ras," panggil Todi. Laras mendongakkan wajahnya.
"Boleh kita mulai lagi hubungan kita?" sambungnya. Pandangan matanya lembut sekali. Jantung Laras terasa semakin berdebar.
"Emm..maksud..maksudnya gimana kak?" tanya Laras gugup.
"Aku mau kita seperti sepasang suami istri Ras, dua bulan ini kita tidak seperti pengantin baru," ucapnya. Laras tertawa sinis, dia seketika kesal mendengar ucapan suaminya.
"Bukan aku yang memulainya," jawab Laras.
"Aku tahu, makanya, boleh kah aku perbaiki?" tanya Todi lagi, kali ini dia menggenggam telapak tangan Laras. Laras menarik tangannya pelan, dia belum siap dengan sikap Todi seperti ini.
"Emm.. lebih baik kita mulai packing nya ya..aku..aku mau belajar soalnya nanti sore," Laras mengganti topik pembicaraan dengan gugup. Gadis itu langsung beranjak menuju kamar Todi. Todi tersenyum sambil mengikuti istrinya dari belakang.
Sampai didepan kamar Todi, Laras memegang handle pintu untuk membuka pintu kamar, tapi dia mengurungkan niatnya. Dia tidak berani membuka kamar itu. Itu bukan kamar mereka, itu kamar Todi, gumamnya.
"Kenapa tidak dibuka?" bisik Todi tepat ditelinga Laras. Sekujur bulu kuduk Laras terasa berdiri, jantungnya juga seperti mau meledak. Wajah Todi tepat disebelahnya. Ini pertama kalinya. Dia nyaris melompat saking terkejutnya. Laras langsung menggeser posisinya menjauhi Todi.
"Bukalah, inikan kamar kita," sambung Todi, menekankan kata "kita" di ucapannya.
"Hah..oh..kakak saja yang buka," ucapnya terbata.
Ada apa ini, gumam Laras, panik. Berusaha menenangkan debar jantungnya.
Todi membuka pintu kamar itu. Baru kali ini Laras masuk ke kamar ini. Ukurannya kuas sekali. Pantas saja, ini kamar utama di rumah ini. Didalamnya terdapat sebuah tempat tidur berukiran cantik dengan ukuran besar, dilengkapi dengan seprai berwarna peach yang terlihat manis, dan bantal-bantal kecil berwarna senada dengan seprai nya. Laras tertawa kecil, ini pasti ulah Bunda.
Laras melihat sekelilingnya, ada meja rias cantik disana dan lemari besar, sebagiannya tidak ada isinya, baju Todi tidak banyak, lemari itu pasti disiapkan untuk dirinya. Sayang Laras belum bisa menikmati kamar ini, atau mungkin tidak akan pernah, dia menghela napas berat saat memikirkannya.
Laras mendengar suara pintu ditutup.
"Jangan ditutup" pekiknya. Dia tidak nyaman menyadari mereka hanya berdua di kamar ini. Todi menurut.
Laras kembali memperhatikan isi kamar itu, Todi sama sekali belum menyiapkan apapun. Hanya ada satu koper besar disana. Terbuka, tanpa ada isinya.
"Mana baju yang mau aku bereskan?" tanya Laras bingung.
"Masih didalam lemari, belum aku keluarkan," jawab Todi. Dia memang sengaja, supaya bisa berlama-lama dengan istrinya.
Laras menghela napas, sedikit kesal. Aneh melihat sikap suaminya.
Laras beranjak menuju lemari besar itu. Mulai mengeluarkan kemeja Todi, melipatnya dengan rapih. Sementara Todi duduk manis dipinggir ranjang memperhatikan istrinya yang mulai sibuk.
"Bawa sepuluh kemeja cukup?" tanya Laras, masih sibuk melipat kemeja Todi. Dia memutuskan membawa dua buah lagi. Kalau-kalau suaminya lupa mengambil cucian. Todi membalas dengan anggukan, tidak ada suara. Laras tidak mendengar jawaban, dia menganggap Todi sudah setuju.
"Mau bawa baju kaos berapa potong?" tanya Laras. Dia sibuk meneliti letak baju di dalam lemari, mencari dimana Todi meletakkan baju kaosnya. Ternyata ada di bagian atas. Laras berusaha menjinjit untuk mengambil potongan baju diatas. Tiba dia merasakan tubuh Todi menempel di bagian belakang tubuhnya. Lelaki itu sudah berada dibelakangnya, membantu mengambilkan bajunya.
"Sekitar 7 atau 8 potong saja, rasanya cukup." jawab Todi pelan. Dia menyerahkan baju yang diambilnya kepada Laras.
"Ini," ucap Todi. Laras tidak berani menatapnya. Gadis itu mengambil baju-baju itu tanpa menatap mata Todi. Wajahnya memerah dan terasa panas. Laras memilih untuk meneruskan aktivitasnya menata koper sambil menenangkan hatinya. Sementara itu Todi sudah duduk di bangku dihadapan Laras, tetap memperhatikan kegiatan istrinya menata baju untuknya. Membuat Laras sedikit grogi sebenarnya, tapi dia menutupi rasa itu.
Setelahnya Laras mengambil beberapa potong celana panjang dan celana jeans untuk suaminya. Dia juga tidak lupa membawa kaus dalam untuk suaminya.
"Sudah, " ucap Laras. Todi mengangguk.
"Terimakasih," ucapnya, tersenyum senang.
"Jas dokter sudah aku siapkan, baru aku minta Bu Inah ambil kemarin dari laundry," jelas Laras. Todi mengangguk kembali.
"Aku kembali ya kak, jangan lupa masukkan pakaian dalam yang bersih, " ucap Laras sedikit tersipu, dia tidak berani memegang pakaian dalam suaminya tadi, jadi dia membiarkannya saja.
"Iya, aku siapkan nanti, terimakasih ya," jawab Todi masih tersenyum. Laras berlalu kembali ke kamarnya.
Setelah kembali ke kamar Laras langsung menutup wajahnya dengan bantal. Menepuk pipinya, menyadarkan dirinya sendiri. Tidak boleh Laras, ucapnya sendiri.
"Jangan jatuh cinta lagi padanya Laras, sebelum dia benar-benar cinta padamu, " ucapnya lagi sendiri.
Keesokkan harinya, hati Todi benar-benar bahagia. Istrinya ada disampingnya sepanjang hari. Todi sudah bersiap di meja makan sedari pagi, menunggu Laras bangun. Lalu setelah istrinya bangun, dia menunggu dengan sabar pancake buatan Laras. Setelah selesai mereka sarapan bersama. Lalu siang harinya, Todi menunggu ayah bundanya menjeput mereka. Sebelum ke bandara, Ayah mentraktir mereka makan ke sebuah restauran Jepang favorit Bunda. Mereka mengobrol dengan hangat sambil menyantap makan siangnya. Todi melirik istrinya terus selama makan siang, wajah Laras selalu dihiasi senyuman, sepertinya dia bahagia hari ini, pikir Todi senang. Sementara Laras jelas berbunga-bunga. Baru kali ini dia makan malam seperti ini.
Sekitar jam 6 sore, mereka berempat menuju bandara. Pesawat Todi akan berangkat jam 8 malam. Jam 7 kurang, Todi dan keluarganya sudah sampai di bandara.
"Kabari Bunda kalau sudah sampai ya," pesan Bunda saat Todi menyalam Bundanya.
"Kabari istri kamu juga jangan lupa," sambung Bunda lagi. Todi mengangguk.
"Hati-hati dijalan ya," sambung Ayah. Todi menyalam ayahnya.
"Iya ayah, bunda, " jawab Todi memandang orang tuanya bergantian.
Laras berdiri terdiam saja didekat mereka. Todi berbalik menatap istrinya.
"Aku pergi ya, " ucap Todi. Laras mengangguk dan menyalam tangan Todi. Setelah selesai, Todi menarik tangan Laras, memeluknya sambil berbisik.
"Tunggu aku pulang ya," bisiknya ditelinga Laras, setelahnya lelaki itu mendaratkan ciuman ke dahi Laras.
Laras membatu dibuatnya. Wajahnya merah dan terasa panas. Jantungnya berdetak tak menentu. Ayah dan Bunda hanya tersenyum melihatnya. Setelah itu Todi pergi dan melambaikan tangan.
Laras diantar ayah dan ibu pulang. Malam itu Laras tidak bisa tidur, dia pergi ke kamar Todi dan tidur disana. Adegan Todi memeluk dan mencium keningnya terus menerus berulang di kepalanya. Membayangkan itu saja pipi Laras langsung bersemu merah. Apa ini berarti dia masih menyimpan rasa suka pada Todi. pikir Laras, bingung.
halo
sesuai janji
up baru ya
semoga suka
besok break dulu ya Kaka sayang???