"menghindar bukan berarti pergi selamanya,"
~Nicholas Bramantya D~
🗝️🗝️🗝️
Perkataan manis yang keluar dari mulut Nichol membuat Sheila membeku. Karena merasa tidak ada respon dari Sheila, Nichol mengambil langkah menghampiri Sheila. "Jadi gimana?"
Sheila terlonjak kaget ketika dia merasakan hembusan nafas Nichol di lehernya. Dengan perlahan dia mengangkat kepalanya ke belakang dan menemukan Nichol yang menyamakan tingginya dengan Sheila. Sembari memasang tatapan memohon, Nichol berkata "Please~"
"Nggak!" Ketus Sheila jutek. Sesungguhnya apa yang dikatakan dan dirasakan Sheila benar benar berbeda. Dan jangan lupa jantungnya yang tidak bisa diajak bekerja sama.
Nichol memasang wajah cemberut ketika menerima penolakan dari Sheila. "Yahh! Kok nggak?"
"Ekhem!" Sheila berusaha menetralkan gugupnya. "Lo sendiri dua hari kemana?" Tanya Sheila sembari melihat ke arah lain.
"Kan aku cuman ngajarin temen kamu buat olimpiade," balas Nichol masih menggunakan kata 'aku'. Sebenarnya Sheila agak geli mendengarnya.
Dan apa katanya? Teman? Oh mana mungkin Sheila akan berteman dengan siluman lampir seperti Airin.
"Serah lo ah!" Pasrah Sheila. Dia benar benar malas berdebat dengan Nichol sekarang. Bahkan karena sikapnya melembut, membuat Sheila ingin menenggelamkanya ke laut samudra hindia sekarang juga.
Nichol tersenyum senang sekaligus puas mendengar balasan dari Sheila. Dia tau Sheila bicara seperti itu dengan tak ikhlas. Yang penting mereka baik sekarang.
Seketika tujuan Nichol selama dua hari ini terlintas di kepalanya. Nichol langsung menatap Sheila dengan serius, membuat sang empu yang di tatap bingung. "Kenapa?"
"Seminggu ini gue bakal ngejauh," ucap Nichol serius.
Sheila mengerutkan keningnya mencerna semua perkataan Nichol. Seketika dia memasang wajah sedatar mungkin ketika sadar maksudnya. "Oh," kenapa?
"Gue mau fokus sama Airin dulu," lanjut Nichol. Dan sekarang sudah tidak ada lagi kata 'aku' dalam kalimatnya. Mungkin tadi dia hanya merayu saja.
Sheila memalingkan wajahnya ke arah lapangan basket yang sepi. "Yaudah," urusin aja terus mak lampir tuh!
"Bye the w-" ucapan Nichol terhenti ketika ada seseorang yang tiba tiba memegang tangan kanannya. Nichol sempat terinjak kaget sebentar, lalu memasang wajah datar ketika tahu siapa yang memegang tangannya itu tanpa izin.
"Kak, jadi kan ke kafe aku?" Tanya Airin dengan wajah yang manja. Sheila sedikit risih melihatnya. Dia membayangkan perasaan Nichol harus bersama Airin seminggu ini.
Nichol memandang Airin dengan tatapan berusaha ikhlas, "Iya,"
Airin tersenyum senang dengan jawaban Nichol. Dia langsung menarik tangan Nichol menjauh dari Sheila dan menuju parkiran tempat motornya Nichol.
Sheila menatap canggung dua orang yang menjauh cepat di depan nya. Dia kembali memikirkan sengsaranya Nichol saat harus menyiapkan Airin untuk olimpiade satu minggu ini. Eh? Seminggu? Tapi kan olimpiade nya besok. Lalu untuk apa Nichol menjauh dari Sheila selama seminggu?
🗝🗝🗝
Kimberly berdecak sebal ketika melihat Sheila terus menerus meleset dari titik tembak nya. "Lo kenapa sih?!" Sebalnya.
"Akh!" Sheila melemparkan pengaman yang di pasang di depan wajahnya dengan frustasi. Dia juga tak tahu kenapa dia terus menerus meleset.
"Apa yang lo pikirin?" Tanya Kimberly. Dia tahu Sheila hanya akan lengah ketika otaknya memiliki banyak pikiran.
"Bukan apa-apa," elak Sheila. Masa dia mau bilang kalau dirinya memikirkan kejadian tadi di sekolah. Habis sudah hidup sheila jika itu terjadi.
Sheila mendudukan bokongnya di kursi samping tempat pelatihan. Sembari meminum air nya , Sheila menatap scor yang dia peroleh tadi. 43. Sheila mendesah kesal melihat scor nya. Biasanya dia mendapat poin 90 lebih.
"Tetap disini sampai kamu dapat poin seratus, Sheila." Perintah dari suara berat yang datang dari arah pintu masuk ruang pribadi itu membuat Sheila membelak.
"Really dad?! I been practice for three hours!" Protes sheila. Matanya pusing untuk selalu fokus pada target.
"Kinerja kamu turun," balas daddy mereka "Tetep disini sampai poin kamu naik!" Finalnya yang membuat Sheila mengendus kesal.
Kimberly yang hanya melihat kejadian itu memasang tatapan serius. "Kalau gini Sheila bisa di kirim lagi," batinnya.
"Kamu juga tetap disini Kimber!" Titah daddy nya yang membuat Kimberly menyerngit heran "why?" Padahal Kimberly yakin scor nya itu super sempurna. "Jagain adek kamu. Or I'll send you two back to boarding school!"
Sheila dan Kimberly bergidik ngeri ketika ayah angkat mereka itu menyinggung soal asrama kedisiplinan. Itu adalah tempat paling mengerikan bagi Sheila dan Kimberly sepanjang masa. Bahkan mereka tak segan segan memanggilnya tempat terkutuk.
"Is it clear?!" Pertanyaan dari daddy mereka membuat Sheila dan Kimberly mengangguk serempak. "Yes daddy,"
"Bagus," balas daddy mereka senang. Dia tersenyum puas sembari menatap kedua putri angkat nya. "Tetap selamanya seperti ini, oke kids?"
Sheila dan Kimberly saling tatap mendengar perkataan ayah angkat mereka . Kemudian menatap daddy nya dengan senyum. "Iya dad," balas Kimberly.
Sheila mengangguk menatap orang yang mengubah dirinya itu saat berumur 12 tahun. "Kita nggak akan kemana-mana," mungkin.
🗝🗝🗝
"Woi, Kim!" Seru Sheila kepada Kimberly yang dari tadi hanya menatap ke arah taman di depannya. "Lo dengerin cerita kita nggak sih?" Sebal Sheila.
"Eh? Iya kenapa?" Tanya Kimberly tanpa dosa. Sheila dan Karin berusaha besar menahan rasa kesalnya ketika dengan mudahnya Kimberly bertanya kenapa saat mereka berdua sudah bercerita panjang kali lebar.
"Nggak!" Ketus Karin "Kepanjangan kalau gue cerita lagi, mulut udah berbusa!"
Kimberly menggaruk tengkuk belakangnya yang tidak gatal sehabis mendapat ocehan Karin. "Lo udah nggak jaim kayak dulu ya," sindir Kimberly dengan senyum menggoda ke arah Karin yang memasang wajah sebal ke arahnya.
"Kalian kan tau, gue agak akward sama orang baru. Apalagi masa lalu gue nggak sebaik itu," jelas Karin.
Sheila mengangguk setuju. Karena memang, Karin sudah suka mem bully orang sejak dia masih kecil. Sebagian karena pengaruh teman di rumah nya yang memang semua nya lebih tua dari Karin. Jadi di sekolah, Karin memperlakukan orang yang lebih muda darinya sama seperti teman rumahnya memperlakukan Karin. Buruk.
"Jadi kalian ngomongin apa?" Pertanyaan tanpa dosa Kimberly membuat Sheila ingin membuangnya ke hutan amazon agar hidup bersama ikan piranha disana.
"Party this weekend," jawab Karin. "Gue pengen nyobain kehidupan yang kalian jalanin," lanjutnya.
"Bakal ada Ara kah?" Tanya Kimberly yang di balas anggukan Sheila. "Tempat kemarin?"
"Jangan, ntar kepergok lagi, panjang lagi urusan!" Tolak sheila. Sudah cukup sekali dia kepergok.
"Jadi dimana?" Tanya Kimberly. Sheila dan Karin menepuk dahi mereka serempak dengan ke tidak pekaan Kimberly. "Mangkanya gue nanya ke lo, Kim!" Geram Sheila.
"Ya maap," ucap Kimberly "Di tempat itu aja, La!" Usul Kimberly yang langsung membuat Sheila menepuk-nepuk tangannya semangat. "Setuju!"
Karin mengerutkan keningnya melihat antusiasme Sheila yang besar. "Tempat mana?"
Sheila dan Kimberly saling pandang dan kemudian tersenyum penuh makna. "Liat aja deh nanti!" Seru Sheila. "Kita yang urus, santai!" Balas Kimberly.
"Nggak akan ajak mereka bertiga?" Tanya Kimberly sembari menunjuk Brandon, Noah dan Nichol yang berdiri di seberang lapangan.
Ketika sudah menyinggung Nichol, Sheila menjadi diam tak berkomentar. Karena memang, ini adalah hari ke 4 Nichol menjauh dari dirinya. Padahal, olimpiade sudah di mulai sejak dua hari lalu. Dan Nichol sudah tak perlu lagi campur tangan sekarang.
Karin yang peka dengan kondisi Sheila disini pun angkat bicara. "Nggak usah! Kita girls time,"
Kimberly mengangguk setuju. Sedangkan Sheila menatap Karin dengan penuh terimakasih. Untungnya Karin peka disini. Tidak seperti Kimberly yang rasa peka nya hilang entah kemana.
"Jadi lusa oke!" Final Sheila yang di balas anggukan Kimberly dan Karin. Well, kita ambil sisi positif nya saja. Sheila tidak perlu memikirkan tentang misinya untuk sementara. Dan bisa bersenang senang layaknya anak SMA biasa.
🗝🗝🗝
"Kenapa sih lo nggak mau gabung sama mereka dulu?" Tanya Noah kepada Nichol yang bersikap aneh beberapa hari kebelakang.
Nichol berdecak kesal menanggapi adik nya yang pemaksa. "Udah deh lo diem!" Sebal Nichol. "Panggil gue abang!"
"Nyenyenye," ledek Noah yang membuat Nichol memukul kepala belakangnya. "Tau nih! Gue jadi nggak bisa ngapel!" Sebal Brandon.
Nichol mendelik mendengar perkataan Brandon. "Ya udah sana!" Usirnya. Brandon mencibir ketika kata usiran itu meluncur keluar dengan sangat mudah dari mulut Nichol. "Gue setia kawan, bro!"
Nichol diam malas membalas brandon lagi. Itu membuat Brandon mengelus elus dadanya sabar menghadapi sahabatnya yang sedingin es.
"Lagian lo punya masalah apa sih bang?!" Sebal Noah. Abangnya itu suka sekali mencari masalah dengan Sheila sepertinya. Sampai dia menjauh seperti ini. "Nggak perlu tau!"
Noah sekali lagi mengendus kesal karena sikap abang nya itu. Seketika muncul ide gila di kepalanya yang akan membantunya mengalahkan Nichol kali ini. Dengan smirk di wajahnya, dia merogoh ponsel nya. "Gue ke toilet sebentar,"
Setelah di rasa cukup jauh dari penglihatan abangnya itu, Noah mencari kontak seseorang yang selalu membuat Nichol tunduk. "Halo ma,"
🗝🗝🗝
"Jadi langsung pulang kan?" Tanya Karin ketika dia menghampiri Kimberly dan Sheila di depan kelasnya. "Gue ada urusan bentar. Kalian duluan aja," ucap Sheila.
"Lo dari kemarin ada urusan mulu," balas Kimberly. "Sibuk ya buk?" Ledek Karin dengan kekehan yang di susul Kimberly.
"Nyenyenye,"
"Mau kemana sih?" Heran Kimberly, "Ke perpus," jawaban tak terduga itu keluar dari mulut Sheila. Itu mengakibatkan Karin dan Kimberly ternganga. "Tumben,"
"Cuman ngembaliin buku," Kimberly dan Karin mengangguk serempak sembari membuat tanda 'ok' dengan tangan mereka.
Setelah pamit kepada Karin dan Kimberly, Sheila melangkahkan kakinya ke arah museum. "Mau ngembaliin ini kak," ucap Sheila kepada penjaga perpustakaan.
Setelah memberikan buku yang terakhir dia pinjam, Sheila malah semakin memasuki perpustakaan. Dia tahu kalau dia bilang hanya ingin mengembalikan buku. Tapi buku thriller di perpustakaan sekolahnya ini sangat menarik perhatian Sheila akhir-akhir ini.
Saat sedang asik mencari buku yang ingin ia baca, suara seorang wanita paruh baya mengejutkannya. "Sheila ya?"
"Iya, tante.." Sheila mengerutkan dahinya ketika melihat wanita yang familiar di matanya. Hanya saja, dia lupa melihat nya dimana. "Tante-"
"Tante mama nya Nichol,"
🗝🗝🗝