webnovel

My Slave, My Servant, My Daughter

kisah tentang Pak Sumi, seorang intel kepolisian yang berhasil membuka kedok rumah Bordil dan menemukan hal yang lebih buruk daripada PSK (Pekerja Seks Komersial) yaitu menemukan seseorang yang akan merubah hidupnya untuk selamanya. kisah tentang keluarga, masa lalu, dan ambisi seorang anak. Kisah tentang suatu keluarga kecil yang berperan besar dalam beberapa kasus skala nasional, masa lalu yang penuh dengan intrik, persahabatan, juga kengerian dan kekejian, serta ambisi seorang anak untuk mendapatkan kepercayaan, cinta dan kasih sayang... ah dan juga tubuh. Cerita akan berkutat pada Marie dan Pak Sumi, lalu orang-orang yang terdekat seperti Bu Rati (Istri Pak Sumi), Tiga anggota daun Semanggi (Clover), dan tokoh antagonis. Apakah Marie bisa mendapatkan apa yang diinginkannya? berakhir bahagia atau tidak, itu semua pilihan anda, pembaca. *Penulis sangat tidak menyarankan untuk dibaca oleh anak-anak tanpa pengawasan Orang tua. Isi konten dan konflik cerita sangat mungkin TIDAK SESUAI untuk anak-anak (atau mungkin sebagian remaja baru). dimohon kedewasaan pembaca. **pict source: https://www.trekearth.com/gallery/Africa/photo1403560.htm

Cloud_Rain_0396 · Kinh dị ma quái
Không đủ số lượng người đọc
102 Chs

Kaget Dengan Kehamilan, Takut Jika Ditinggalkan

Bu Rati meninggalkan Marie sendirian lagi di rumah. Marie kesepian. Satu-satunya hal yang bisa anak itu lakukan adalah menonton teve. Sesekali anak itu melihat sebuah kaca besar yang beberapa waktu lalu dibeli oleh Pak Sumi. Kaca berada di dalam kamar.

Marie berjalan ke kamar untuk melihat kaca itu. Marie dapat melihat keseluruhan badannya melalui kaca itu. Bukan tanpa alasan Marie melakukannya, Marie penasaran dengan tubuhnya yang terlalu kecil untuk ukuran orang yang katanya sudah berumur puluhan tahun. Marie merasa kalau ia sudah hidup untuk waktu yang lama.

Namun, hal yang Marie tidak sadari adalah perilakunya yang seperti anak kecil. Kondisi Marie sekarang adalah seseorang dengan perawakan seperti anak usia 7-10 tahun, dengan bentuk muka dan anggota tubuh lain yang sama sekali tidak seperti orang yang tengah menderita Dwarfisme (kekerdilan). Semuanya tampak normal seperti anak usia 7-10 tahun lainnya.

Marie mungkin bingung, tapi sebenarnya Hormon Pertumbuhan pada Kelenjar pituitari pada tubuh Marie tidak keluar. Hal ini sudah terjadi sejak Marie mulai dibawa ke Sunandar. Marie, dibantu oleh Aquastor, dapat memodifikasi fungsi tubuhnya agar tetap hidup dalam jumlah nutrisi yang sangat sedikit. Banyak (*red: hampir semua) fungsi anggota tubuh yang tidak relevan dengan 'usaha menyambung hidup' pada tubuh Marie dinonaktifkan, termasuk hormon pertumbuhan.

Namun sekarang Marie tidak terlalu memikirkan hal tersebut. Dia lebih penasaran dengan perkataan kedua orang tuanya tempo hari. Bukannya itu artinya mereka berdua akan mempunyai seorang anak? Lalu bagaimana dengan dirinya? Apakah dengan mereka mempunyai anak, dirinya akan dibuang? Marie berpikir sebentar dan menemukan konklusi yang aneh. Jika saja ia dibuang, paling buruk dia akan di rumah kakek dan kakek sepertinya tidak terlalu buruk.

"Kalaupun ternyata buruk, sangat tidak mungkin jika di rumah kakek akan seperti dulu." Batin Marie.

Malam menjelang, Pak Sumi dan Bu Rati baru bisa pulang. Mereka pulang bersama, lantaran Pak Sumi meminta Bu Rati untuk menjemputnya.

"Um, Rati, bukanya hari ini adalah harinya. Kamu tidak lupa kan?" Kata Pak Sumi sembari fokus melihat ke depan.

Pak Sumi menanyakan hasil pemeriksaan pada tubuh Marie yang rencananya akan keluar hari ini.

"Iya, benar katamu Pak." Kata Bu Rati sambil membuka komputer jinjingnya.

Bu Rati sedang membuat laporan perkembangan Marie kepada dewan dokter.

"Jadi Marie sudah berumur.." Kata Pak Sumi terhenti.

"Secara teknis umur Marie kurang lebih sepuluh tahun di bawahku." Kata Bu Rati.

Itu berarti kurang lebih Marie berumur 20 tahun. Mendengar hal itu, Pak Sumi tidak terlalu kaget, lantaran Ia juga telah menduga hal itu sebelumnya. Tapi Pak Sumi memilih untuk diam dan tidak membicarakan hal ini dengan istrinya. Ia takut jika pendamping hidupnya itu menjadi tidak nyaman dengan Marie. Sekali lagi, ketidaktahuan membuat nyaman (ignorance is bliss)

Lalu Bu Rati menutup komputer jinjingnya dan melihat Pak Sumi yang sedang menyetir di sampingnya.

"Tapi terus kenapa jika Ia sudah gede?" Lanjut Bu Rati.

"Ahahaha Marie ya Marie kan maksudmu. Ya Aku tahu hal itu. Ah, lampu merah." Kata Pak Sumi.

"Jadi Kita akan memperlakukan anak itu seperti biasanya saja kan. Toh KK (red: Kartu Keluarga)nya juga berumur 7 tahun." Lanjut Pak Sumi.

Mendengar jawaban suaminya itu, Bu Rati berkata,

"Pak.. kupikir Kamu akan sedikit kaget dengan hal ini."

"Ahaha tidak, Aku sudah tahu dari dulu, tapi Aku tetap saja tidak bisa memercayainya sebelum ada bukti konkret seperti sekarang." Jawab Pak Sumi.

Bu Rati diam, lampu merah mendadak padam dan berganti nyala lampu berwarna hijau.

"Bayangkan saja ada seorang anak kecil yang sudah mendapat pengalaman hidup di dua tempat, daerah pelosok seperti Bojonegoro dan Gresik. Dia pasti telah menderita kekejian yang amat banyak, sedang usianya masih 7 tahun." Lanjut Pak Sumi.

"Lalu kenapa jika masih 7 tahun?" Tanya Bu Rati.

"Awal menemukannya dan membawanya di Mobil, Aku sudah berpikir agak tidak masuk akal jika dia baru berumur 7 tahun." Kata Pak Sumi.

"Oh iya. Jadi Kita akan tetap merawat Marie kan?" Tanya Bu Rati.

"Apa itu masih menjadi pertanyaan lagi? Tentu iya, ahaha. Ya, kupikir Kamu yang tidak mau kalau harus merawat anak istimewa itu, kalau kubeberkan hal ini, Rati." Kata Pak Sumi.

"Ah, iya pak, ada satu lagi." Kata Bu Rati tiba-tiba.

"Apa itu?" Respons Pak Sumi.

"Um... Aku hamil." Kata Bu Rati lirih.

"Oh Hamil." Kata Pak Sumi berhenti sebentar.

"HA? BENERAN HAMIL?" Bentak Pak Sumi.

Mendadak Pak Sumi meminggirkan mobilnya dan berhenti di pinggir jalan. Pak Sumi sangat kaget dengan apa yang dikatakan istrinya barusan. Dia memang sudah menduga dari pagi tadi. Tapi, Pak Sumi mencoba untuk tidak terlalu memikirkannya karena hal ini sudah terjadi berulang kali.

Kemudian Bu Rati menjelaskan jika Dia tahu dari hasil tes yang dia lakukan siang tadi saat di rumah sakit. Setelah mengorek-korek isi tasnya, Bu Rati menunjukkan 'dua garis biru'nya ke Pak Sumi sambil tersenyum.

Sampai di rumah mereka mengucap salam. Marie berjalan tanpa memegang tembok menghampiri mereka berdua. Mereka kaget sekaligus senang karena Marie sudah bisa berjalan dengan normal.

"Waalaikumalam." Jawab Marie.

"Waalaikumsalam Nak." Kata Pak Sumi.

"Ah Waalaikums-salam, e? Ibu sakit!?" kata Marie panik saat melihat ibunya sendang dituntun oleh Pak Sumi.

"Ish, hentikan pak, Aku bisa jalan sendiri." Kata Bu Rati.

Setelah mengetahui jika istrinya hamil Pak Sumi menjadi terlalu overprotektif kepada Bu Rati.

"Ahaha tidak Marie, Kamu tahu apa? sebentar lagi Kamu akan jadi kakak lho." Kata Pak Sumi.

"Oh, Iya." Jawab Marie datar.

"...Ah ayo wudu kita salat dulu, baru kemudian makan, Marie mau makan apa?" Tanya Bu Rati.

"Bakso!!" Kata Marie semangat.

Sikap Marie membuat mereka berdua bingung. Mereka pikir Marie akan menunjukkan jawaban yang lebih 'positif' dari pada itu. Jawaban Marie cukup datar tanpa menunjukkan perasaan senang sama sekali. Memang Marie tersenyum tapi baik Pak Sumi maupun Bu Rati, mereka tahu jika itu senyum yang dipaksakan. Senyuman yang hampir sama saat Marie pertama kali bertemu dengan Pak Sumi di ruang bawah tanah Sunandar maupun dengan Bu Rati saat Marie diberi makan Puding dingin.

Malam itu Marie tidak bisa tidur. Perutnya kenyang dengan semua bulatan daging yang diguyur dengan kuah umami (gurih), Penyejuk udaranya menyala, selimut halus nan hangat juga telah dipasangkan oleh Bu Rati diatas tubuhnya, Namun perasaan Marie yang berkecamuk di dalam dirinya membuatnya tidak bisa tidur.

Marie takut tersingkir. Marie takut jika rasa cinta kedua orang tuanya terbelah menjadi dua. Marie takut jika dia tidak dibutuhkan lagi oleh mereka berdua dan akhirnya dibuang.

Lalu terdengar suara pintu kamar yang terketuk.

"Iya!" Jawab Marie.

Rupanya itu adalah Pak Sumi. Pak Sumi masuk ke dalam, sambil membawa susu rasa vanila kesukaan Marie. Marie senang saat mengambil gelas itu. Dia langsung meminumnya habis dan berterima kasih pada Pak Sumi. Lalu Dia mengucapkan selamat tidur pada ayahnya.

"Selamat tidur Ayah." Kata Marie.

Pak Sumi tersenyum melihat tingkah Marie. Tanpa menjawabnya, Pak Sumi menuju ke meja belajar dan mengambil kotak kardus yang berisi bingkai foto kosong yang ada di sana. Pak Sumi membawa kotak itu dan membukanya di samping Marie yang sedang duduk di ranjangnya. Pak Sumi lalu memberikan bingkai kosong itu sebuah foto yang pas dengan bingkai.

"Ayah?" Kata Marie.

"Lihat ini Nak." Kata Pak Sumi sambil menunjukkan foto yang telah terbingkai itu.

Disana ada foto mereka berempat, Marie, Bu Rati, Pak Sumi dan Pak Suma. Foto itu deambil saat beberapa hari yang lalu ketika Pak Suma berkunjung ke rumah. Terlihat foto Marie saat menjatuhkan botol plastik isi pepsi yang ia bawa.

"Ya, kenapa foto ini yang dipajang?" Tanya Marie.

"Marie malu ya ahaha" Kata Pak Sumi tertawa lepas.

"Sayangnya hanya ini foto kemarin. Saat mau foto lagi kita semua terlalu sibuk membersihkan pepsimu." Pak Sumi mencubit pipi Marie yang kini agak berisi.

"Maaf." Kata Marie.

"Tidak. Anak kecil memang harusnya membuat masalahkan, lalu orang tuanya yang menyelesaikan masalah itu." Kata Pak Sumi sembari mengelus kepala Marie.

"Ehehe, iya maaf." Kata Marie.

"Jadi Marie, karena Marie adalah anak kecil, kalau ada masalah katakan saja pada Ayah ya. Biar nanti bisa Ayah selesaikan." Kata Pak Sumi.

Marie diam.

"Jadi Marie tidak mau cerita sama Ayah apa masalahnya?" Tanya Pak Sumi.

"Marie tidak ada masalah yah." Jawab Marie.

"Beneran?" Tanya Pak Sumi.

"Marie tidak ada masalah yah." Kata Marie yang kini sambil tersenyum.

Pak Sumi tahu jika senyumannya itu adalah senyuman yang tulus.

"Begitu ya." Kata Pak Sumi sambil tersenyum.

"Kalau begitu selamat tidur, jangan lupa baca doa ya." Kata Pak Sumi.

"Iya yah." Jawab Marie.

"Tapi benar ya, tolong cerita sama ayah jika Marie ada masalah. Nanti biar Ayah kasih pelajaran orang yang menyakiti Marie." Kata Pak Sumi.

"Iya. Makasih susunya, Marie mau tidur dulu." Kata Marie.

Setelah Itu Marie langsung tertidur. Perasaannya menjadi lega ketika diberi perhatian oleh ayahnya. Dia lega karena ternyata ayahnya tidak membencinya.

Pak Sumi kembali ke kamarnya. Di dalam kamar, Bu Rati langsung menagih jawaban dari Pak Sumi setelah Pak Sumi selesai dengan Marie.

"Bagaimana Marie pak?" Kata Bu Rati.

"Sepertinya tidak ada masalah sama Marie bu." Kata Pak Sumi.

"Susunya dihabiskan sama Marie? Bapak lupa ya memasang fotonya?" Tanya Bu Rati.

"Langsung habis, sudah kupasang. Tapi ya, antara dia tidak mau mengaku, atau tidak ada apa-apa." Kata Pak Sumi.

"Oh, bagaimana ya pak?" Tanya Bu Rati.

"Hm, anak itu seperti tidak suka, bukan tidak suka juga sih, tapi seperti kurang senang saja sama kabar jika Kamu hamil." Jawab Pak Sumi.

Kemudian Pak Sumi berjalan dan langsung merobohkan badannya ke atas ranjang.

"Itu dia maksudku. Apa mungkin Kita yang terlalu memikirkannya?" Tanya Bu Rati.

"Tidak. Menurutku, dia memang tidak begitu suka. Dia merasa terganggu. Buktinya saja dia belum tidur saat kuketuk pintunya. Namun, dia bisa langsung tertidur saat Aku selesai dengan susu dan fotonya." Kata Pak Sumi.

Bu Rati juga ikut berbaring di samping Pak Sumi.

"Ahaha, Ternyata Marie... ini simpel saja kok." Lanjut Pak Sumi.

"Eh apa pak? Aku masih tidak mengerti." Tanya Bu Rati.

"Marie takut jika Kita meninggalkannya ketika adiknya lahir. Itu kesimpulanku." Kata Pak Sumi.

"Kenapa?" Tanya Bu Rati.

"Mungkin saja hal ini karena Marie tidak mau bercerita padaku siapa yang membuatnya merasa sedih. Maksudku, bagaimana cara Kamu cerita tentang siapa yang sedang menyakitimu kepada orang yang tanpa sadar berbuat demikian terhadapmu?" Jelas Pak Sumi.

"Jadi maksudmu kamu mengambil kesimpulan jika yang menyakiti Marie adalah kamu? Ah Kita, orang tuanya?" Tanya Bu Rati.

"Ya. Dalam tanda kutip lo ya menyakitinya, tapi yang membuatku bingung adalah sepertinya Marie telah baik-baik saja. Buktinya? Hei setelah itu dia tertidur dengan wajah tersenyum loh." Kata Pak Sumi.

"Iya Pak." Jawab Bu Rati.

"Sudah jangan pikir yang tidak-tidak, aku takut berpengaruh pada anakku. Tapi mungkin ada baiknya jika besuk Kamu berbicara sendiri dengan Marie, jangan melaluiku seperti tadi." Kata Pak Sumi sambil menjiwit pipi Bu Rati.

"Iyaaa. Ah ngomong-ngomong bapakmu sudah tahu hal ini?" Tanya Bu Rati.

"Hal apa?" Tanya Pak Sumi balik.

"Hamil." Jawab Bu Rati.

"Mungkin hari minggu Aku kabari. Aku yakin orang itu akan langsung kesini saat kukatakan hal ini." Kata Pak Sumi.

"Oh iya benar juga." Jawab Bu Rati.

Kemudian Mereka berdua tidur.