webnovel

Hamil Lagi

Karena tidak ada hal yang serius pada ayah, dokter sudah diperbolehkan pulang keesokan harinya. Tiba di rumah. Rumah masih sepi karena Clarisa masih berada di sekolahnya. Aku memberitahu kalau aku akan membawakan air minum ke kamar. Ayah sekarang menggunakan kursi roda yang di dorong oleh ibu. Sedangkan Aditya harus kembali ke kantor menyelesaikan pekerjaannya. Mengetuk pintu lalu masuk ke kamar ibu.

"Ini aku bawa air minumnya," ujarku sambil membawa nampan.

"Simpan di meja saja. Ayo bantu ibu memapah ayah ke kasur," pinta ibu.

Aku mengangguk. Lalu membantunya. Aku menanyakan pada ibu apa membutuhkan hal lain lagi atau tidak. Tetapi ibu menyuruhku untuk menyiapkan makanan karena Clarisa akan datang. Aku meminta bantuan pada bi Siti untuk menyiapkannya. Aku mengirim pesan pada Aditya, menanyakan untuk makan siangnya. Tapi Aditya bilang dia akan pergi keluar dan makan di luar bersama klien.

"Non, ada yang ingin bertemu dengan non Kay," ujar bi Siti.

"Siapa, bi?" tanyaku.

"Non Sherlin."

Ada apa dia datang ke sini? Apa dia akan mencari gara-gara di sini, bagaimana ini di rumah sedang tidak ada Aditya atau pun kak Cintya. Menghembuskan napas panjang lalu aku beranjak dari tempat dudukku. Menghampirinya yang masih ada di depan rumah. Sherlin langsung memegang tanganku begitu dia melihatku.

"Aku mohon Kay, tolong aku, aku enggak mau jadi gelandangan. Semua aset mulai habis. Atau paling tidak temui aku dengan om Retno," ujar Sherlin.

"Untuk apa? Lagi pula apa untungnya buatku?"

"Aku mohon, Kay!"

"Lanjutkan! Aku suka melihatmu memohon seperti itu. Jarang-jarang kan aku melihatmu berada di bawah dan memohon seperti itu padaku."

Aku meninggalkannya di luar. Aku datang ke kamar ayah dan ibu. Memberitahu mereka kalau Sherlin datang. Ternyata ayah sudah tidak mau lagi bertemu dengannya. Ibu mengisyaratkanku untuk pergi terlebih dahulu. Aku hanya mengangguk kecil lalu pamit pergi. Ternyata ibu menyusulku dari belakang.

"Biar ibu yang menemui dia," ujar ibu.

"Baiklah. Mari kita ke depan bersama," kataku.

Ibu mengangguk menyetujuinya. Aku berjalan bersama ibu sampai depan rumah. Ternyata Sherlin masih berada di sana. Kata dia meminta bantuan pada ibu.

"Sudah cukup Sherlin! Aku sudah menemukan menantu yang baik, daripada kamu!" ketus ibu pada Sherlin.

"Aku mohon untuk bantu aku untuk mengembalikan semua hartanya."

Ibu menyuruhku untuk mengusirnya saja. Aku tersenyum laku menutup pintu.

"Tidak habis pikir ibu, sama dia," ujar ibu.

"Saat di rumah sakit juga dia bertemu dengan aku dan Aditya setelah selesai di periksa. Tapi dia ingin menikah dengan Aditya."

"Dia hanya mengincar harta keluargaku, dia tidak tulus mencintai putraku."

Sampai di kamar ibu. Ayah tengah bersandar di bahu ranjang. Aku mengambil piring dan gelas yang kotor. Saat keluar dari kantor, aku mendengar suara teriakan memanggilku.

"Mommy!" pekik Clarisa begitu melihatku.

"Ada apa sayang? Jangan teriak-teriak, kakek sedang sakit."

Clarisa langsung menutup mulutnya. Dia berjalan mendekatiku. Dan menyuruhku untuk membungkuk agar bisa berbisik.

"Mom, apa kakek sekarang sudah tidak marah pada Ica?" tanyanya pelan.

"Hem, mom enggak tahu. Tapi apa kamu mau menjenguknya ke kamar kakek?"

Clarisa mengangguk. Aku mengajaknya untuk mengganti pakaiannya terlebih dulu. Setelah itu, kami kembali ke kamar ayah dan ibu. Seperti biasa ibu menyambutnya seperti biasa. Lalu dia berjalan ragu mendekati kakeknya karena aku memintanya untuk memcium tangan kakeknya.

"Kakek cepat sembuh ya?" ujar Clarisa begitu sudah mencium tangan kakeknya.

"Doakan ya supaya kakek cepat sembuh," kata ayah sambil mengusap kepala Clarisa.

Mataku berkaca-kaca melihatnya. Aku tidak tahu ada kejadian apa yang menimpanya hungga dia mau menerima anakku. Bukankah ini adalah hal yang bagus. Aku akan menceritakannya pada Aditya nanti.

Clarisa mengangguk, lalu berlari ke arahku. Dia bilang ada tugas dari sekolahnya dan ingin aku membantunya mengerjakan tugas tersebut. Aku pamit pada ayah dan ibu.

"Mom, jika nanti kakek sudah sehat lagi. Apa kakek mau bermain bersamaku?" tanya Clarisa yang masih memegang tanganku.

"Tentu saja. Kakek mau bemain bersama Ica."

Sampai di kamar. Clarisa langsung mengeluarkan tugas sekolahnya. Saat asyik mengerjakan tugas, bi Siti datang dengan membawa nampan di tangannya. Aku merasa mual saat tercium bau telur goreng. Aku langsung ke kamar mandi.

"Mommy, apa Mommy sedang sakit?" tanya Clarisa begitu aku keluar dari kamar mandi.

"Tidak ...."

Aku kembali lagi ke kamar mandi karena masih merasa mual. Aneh, dulu aku tidak seperti ini. Aku meminta pada bi Siti untuk membawa piring itu keluar dari kamar. Dia mengangguk lalu membawanya keluar.

"Mom, are you okay?"

"Ya. Mom hanya merasa mual saat mencium bau telur goreng."

"Benarkah? Apa mommy tidak suka telur goreng?" tanya Clarisa polos.

"Tidak sayang, bukan seperti itu. Kamu makan saja ya sama bi Siti. Mommy mau bersiap untuk pergi ke rumah tante Na."

"Ica mau ikut."

"Iya. Kamu makan saja dulu."

Clarisa mengangguk antusias. Dia langsung pergi menghampiri bi Siti yang sudah ada di luar kamar. Aku mengirimkan pesan pada Aditya bahwa aku akan pergi untuk menemui Vina. Aditya membalas pesanku dan memperbolehkannya. Setelah aku bersiap, aku keluar dari lamar dan tampak Clarisa juga sudah selesai makannya.

Seperti biasa aku pergi menggunakan motorku. Di perjalanan aku mampir dulu ke toko buah. Aku membeli buah-buahan untuk Vina. Setelah itu, kami melanjutkan perjalanannya. Sampai di rumah Vina yang tidak lain adalah rumahnya Fikram. Mengetuk pintu. Tak lama kemudian pintu pun terbuka.

"Mama. Mama apa kabar?" tanyaku pada ibunya Vina.

"Baik sayang. Eh, Ica sudah besar ya?" katanya.

"Ayo beri salam pada nenek!" pintaku pada Clarisa.

Clarisa menurut dan memberi salam pada ibunya Vina. Kami pun masuk. Clarisa begitu senang bertemu dengan Vina.

"Tante Na perutnya semakin besar, apa bayinya tidak merasa pengap di dalam sini?" ujar Clarisa sambil mengusap perut Vina.

"Ha-ha. Tidak sayang. Kamu juga dulu kan ada di perut mommymu," kata Vina.

"Lalu kapan bayinya keluar biar aku bisa main dengannya."

"Sekitar satu bulan lagi?"

"Itu masih lama dong."

Aku dan Vina tertawa kecil melihat polosnya putriku. Ibunya Vina datang membawa air mineral. Aku berterima kasih lalu meminumnya.

"Kay, apa kamu sedang hamil lagi?" tanya ibunya Vina.

Aku tersedak mendengarnya. Bagaimana mungkin bisa tahu padahal aku belum memberitahunya.

"Bagaimana mama bisa tahu?" tanyaku.

"Kamu hamil lagi Kay?" tanya Vina terkejut.

Aku hanya mengangguk.

"Mommy hamil seperti tante Na tapi kenapa perut mommy tidak sebesar perut tante Na?" tanya Clarisa sambil mengalihkan pandangannya secara bergantian pada perutku dan perut Vina.

"Nanti perut mommy akan besar seperti perut tante Na," kata Vina.