"Vin, tolong bungkuskan ayam kecap, capcai sama tahu goreng ya?" seruku.
"Baik ibu bos," ujar Vina lalu beranjak dari duduknya.
"Mau ke kantor suamimu?" tanya Yudha.
Aku hanya menganggukkan kepala saja. Dia bilang akan mengantarkanku ke kantor Aditya. Aku mengiyakan saja, toh tujuannya sama katanya.
Vina memberikan kotak makan padaku. Aku mengambilnya lalu memasukkan ke dalam tas Clarisa. Aku pun masuk ke dalam mobilnya Yudha. Mobil melaju dengan kecepatan sedang. Kamu mencintai suamimu ya?"
"Tentu saja, kalau tidak, aku tidak akan menikahinya," jawabku.
"Pantas saja kamu memilih kembali bersamanya dari pada bersama orang baru."
"Apa maksudmu?"
"Tadinya aku ingin melamarmu, tapi aku terlambat."
Membeku. Aku hanya terdiam setelah mendengarnya. Apakah dia sedang mengungkapkan perasaannya? Aku jadi merasa canggung berada di sampingnya.
"Ayolah, aku hanya bercanda lagi pula kit baru bertemu beberapa kali," ujarnya mengusir keheningan.
Dia menyikut lenganku saat berbicara dan membuat Clarisa menangis karena terkejut.
"Uh, sayang, sayang. Kaget ya?
"Kay," ucap Yudha yang membuatku menoleh. "
Marahin omnya," kataku pada Clarisa untuk menenangkannya.
"Maaf ya om bikin kamu kaget," ujarnya sambil mengusap kepala Clarisa.
"Kamu sih, jadikan Clarisa menangis," gerutuku.
Aku mengambil tas, mencari kain penutup untuk menyusui. Yudha membantuku memakainya karena aku kesusahan.
"Terima kasih," ujarku.
Dia tidak menjawab lalu mengalihkan pandangannya ke depan. Tidak ada pembicaraan apa pun saat aku menyusui Clarisa. Sampai di tempat parkir kantor suamiku.
"Tunggu sebentar, aku akan melepas kain ini dulu," kataku.
"Apa perlu aku bantu lagi?" tanya Yudha kemudian.
"Iya, aku bisa sendiri hanya butuh waktu untuk itu."
Yudha hanya menganggukkan kepalanya dan menungguku. Setelah selesai, kami pun keluar dari mobil. Semua staf karyawan melihat ke arahku. Aku menjadi pusat perhatian orang lagi. Tapi sekarang aku sudah tidak peduli jika ada rumor baru.
Pintu lift terbuka. Mata bayu terbelalak saat melihat aku datang bersama seorang pria. Dia memberitahuku bahwa Aditya sedang berada di ruangannya. Mengetuk pintu lalu membuka pintunya. Aditya tersenyum saat melihatku, tetapi ekspresi wajahnya berubah drastis menjadi datar dan dingin begitu melihat Yudha.
"Kalian datang bersama?" tanya Aditya.
"Iya, dia bilang dia juga akan datang ke sini jadi sekalian saja. Tidak apa-apa kan?" kataku lalu duduk di sofa.
"Hem," Aditya hanya berdeham menanggapiku. "Pertemuan kita satu jam lagi, bukan sekarang," ujar Aditya ketus pada Yudha.
"Memang apa salahnya aku datang lebih awal?" tanya Yudha.
"Aku tidak suka jika ada orang yang merubah scedule yang sudah aku buat," kata Aditya.
Aku tidak banyak bicara, hanya mempersiapkan makan untuk suamiku. Aditya duduk di kursi samping sofa, begitu juga Yudha yang membuat mereka duduk berhadapan. Sedangkan aku duduknya berada di antara mereka.
"Ini terakhir kali aku mengizinkanmu menemani Kayla. Ke depannya aku tidak ingin hal ini terjadi lagi," ujar Aditya.
"Wah, aku baru melihat pasangan muda konglomerat yang saling mencintai," celetuk Yudha.
Aditya tidak menghiraukannya. Dia melahap makanan yang telah aku sajikan. Setelah Aditya selesai makan, aku membereskannya. Dia langsung menyuruhku pulang dan diantarkan oleh Fikram. Aku tidak membantahnya, karena menuruti suami itu penting. Tidak lama Fikram datang dengan mobil warna putih.
"Jaga dia baik-baik, jangan sampa rusak," ujar Aditya.
"Memangnya aku apa?" sahutku mendengarnya bicara seperti itu.
"Sudahlah. Aku harus bekerja lagi sekarang. Kamu pulang saja ke rumahmu biar ada yang menemani."
"Cium dulu," kataku manja.
"Lamu enggak malu begitu di hadapan anak kecil?" tanya Aditya sambil mengangkat sebelah alisnya.
Aditya pun mengikuti keinginannya lalu mencium pipiku. Merasa senang, aku pun mencium balik dia. Aku masuk ke mobil, melambaikan tangan lalu mobil pun melaju.
Sampai di rumah. Kak Tyas sudah berada di sana. Ini bukan hari weekend tapi kak Tyas sudah datang dan munggu kehadiranku.
"Nah, orang yang ditunggu-tunggu akhirnya datang juga," ujar kak Tyas.
"Ada apa kakak datang ke sini? Bukannya ini bukan hari libur kan?" tanyaku lalu duduk di hadapannya.
"Astaga! Kamu benar-benar lupa. Bukankah aku sudah bilang bahwa aku akan datang ke sini?" jawabnya.
"Oh, ya ampun. Aku benar-benar tidak ingat kak. Makan saja dulu kak, atau mau pesan apa juga tinggal bilang."
"Nanti aku akan ambil sendiri. Anak-anak yang makan sekarang."
Kak Tyas datang untuk membicarakan acara pengajian untuk mengenang mendiang orang tuaku. Akhirnya kita akan mengadakan pengajian di rumahku untuk memudahkan makanannya karena ini acaranya mendadak.
Kak Tyas bercerita banyak sambil dia makan, sedangkan anak-anaknya tengah asyik bermain dengan Vina.
"Baiklah kalau begitu, aku akan membicarakannya pada Aditya nanti."
"Ya, bicarakan dengannya supaya dia bisa mengosongkan jadwalnya."
"Dia sering sibuk belakangan ini," ujarku.
"Dia sibuk juga untuk kalian juga kan hasilnya?"
"Iya sih."
Tidak terasa sudah pukul setengah empat. Dika dan teman-temannya pamit pergi dan tidak lupa dia menyetorkan penghasilan hari ini.
"Terima kasih ya. Oh, iya. Tolong sampaikan ke orang-orang yang tadi untuk menjaga sikapnya," kataku.
Aku memang tidak menyukai kedua perempuan itu yang kerjanya hanya bisa menggosip. Dika hanya menganggukkan kepalanya saat aku bicara seperti itu lalu pamit pergi.
Pukul enam sore. Aditya menjemputku untuk pulang. Aku memberitahunya bahwa kak Tyas akan bermalam di rumah sehingga kita tidak jadi pulang. Aku menceritakan acara yang tadi aku bicarakan dengan kak Tyas. Dia menelepon Bayu menanyakan jadwal untuk besok.
"Besok jadwalnya apa saja?" tanya Aditya. "Baiklah kosongkan jadwal untuk besok, aku ingin menghadiri acara keluargaku besok. Ya"
Aditya menutup teleponnya. Aku melingkarkan tanganku lalu mengecupnya di seluruh wajahnya.
"Sayang, aku mau tanya. Kamu suka aku yang agresif atau enggak?" tanyaku nakal.
"Aku menyukaimu semuanya. Entah itu agresif atau tidak. Aku tetap mencintaimu," jawabnya.
Aku menciumnya kembali hingga bibir kami bertemu. Aku sangat suka jika bermain aku yang memulainya lebih dulu. Untungnya aku sudah menikah jadi aku tidak perlu khawatir menggodanya.
"Kamu yakin main sekarang? Di sini ada Clarisa loh, bahkan ada kakak juga," bisik Aditya.
"Ayolah sayang, aku sudah ingin main. Kita main jangan di kasur ya?"
Pintu pun di ketuk. Aku merasa kesal karena terganggu. Membuka pintu dan itu ternyata Azka.
"Bibi, apa Clarisa sudah bangun?" tanyanya.
"Dia baru saja tidur masih lama bangunnya ..."
"Aku ingin melihatnya," ujarnya lalu menerobos masuk.
Dia langsung naik ke kasir dan menatap bayi mungil yang tengah tertidur.
"Bibi, apa aku juga sekecil dia dulu?" tanyanya polos.
"Iya. Tentu saja,"
"Berarti sekarang aku sudah besar ya? Iya kan om?"
"Iya, kamu sudah besar sekarang," timpas Aditya.
Kedatangan bocah ini, sukses membuatku gagal main. Ternyata seperti ini ya rasanya gagal main. Sangat menyebalkan.