Aku lelah melihat Feng terus mondar-mandir dengan kegusaran hatinya. Aku tahu apa yang ada di benaknya. Ia ketakutan terhadap apa yang ayahku, Kaisar yang sedang mengadakan pertmuan besar untuk membahas tindakan yang telah aku lakukan.
"Feng, berhentilah panik! Duduklah, kau mengganggu sekali!"
Feng menoleh pada jenderal Huo. "Jenderal Huo mudah bagimu untuk tenang. Kau sudah bisa menghadapi banyak pengadulan sebelumnya. Tapi bagi Tuan Putri ini adalah pertama kalinya."
"Lalu? Apa menurutmu dengan mondar-mandir seperti itu akan mengubah keputusan yang Kaisar berikan? Pikirkan itu baik-baik."
Feng berhenti dan mematung. Ia melihat ke arahku yang terduduk dengan sangat malas di kusi panjang. Aku memiringkan tubuhku sambil berfikir. Apa yang Kaisar putuskan tentang semua ini.
"Yang Mulia, kita harus mencari cara agar Kaisar tidak menyalahkan Anda." Kata feng sambil berlutut menghampiriku.
Aku menghela nafas panjang. "Jendral Huo, apa kau pernah mendengar hukuman dijatuhkan pada keluarga kerajaan."
Jendral Huo yang berwajah tenang berlutut dihadapanku. Kecantikannya yang dingin membuat semua orang tahu bahwa wanita ini tidak hanya cerdas, tapi juga ahli siasat perang. Itulah alasan mengapa ia menjadi orang kepercayaanku.
"Aku pernah mendengar seorang pangeran membunuh putra mahkota. Ia dijatuhi hukuman mati. Aku juga pernah mendegar seorang selir berusaha membunuh Permaisuri, maka ia dijatuhi hukuman pancung."
"Cukup!" aku menaikkan tanganku. Jendral Huo segera berhenti.
"Huo! Bagimana bisa kau bisa mgatakan hal seperti itu di saat genting seperti ini."
Jendral Huo tidak menjawab dan tampak mengabaikan pertanyaan Feng. Belum lama mulut feng diam seorang pelayan berlari dan meminta izin untuk masuk ke kamarku.
"Ampun Tuan Putri" katanya berlutut dihadapanku. Ia berlutut dengan penuh ketakutan. Keringat mengucur deras dari keningnya.
"San Er, bangkitlah. Katakana pa yang terjadi." Perintah Huo pada pelayan itu.
"Jenderal, mereka datang untuk membawa Tuan Putri. Kami sudah mencoba sekuat tenaga untuk menolak, tapi mereka membawa titah Kaisar."
Mendengar kata Titah Kaisar, Feng terduduk lemas. Ia hamper-hampir pingsan.
"Tamat sudah." Gumamnya samar-samar.
Jendral Huo bangkit dari posisinya berlutut. "Tuan Putri?"
Aku bangkit dari kursi malas. Aku memberi kode bahwa aku tahu apa yang harus kulakukan. Aku melangkah keluar dari kamarku.
"Tuan putri, apapun yang terjadi aku akan selalu di sini Anda." Kata Feng sambil berlutut. Aku tersenyum melihatnya dan berlalu begitu saja.
Di depan istanaku, pasukan kaisar lengkap dengan senjatanya sudah menungguku. Pemimpin mereka segera berlutut saat melihat kehadiranku.
"Tuan Putri, atas titah Kaisar…."
Aku menghentikannya bicara. "Bangunlah, tak perlu berbasa- basi. Bawa aku menghadap Kaisar!" perintahku.
Prajurit yang mendnegar perkataanku segera merasa gentar dan takut. Dua oang diantar mereka dengan ragu-ragu ingin memborgol tanganku.
"Jika kau menyentuhnya, aku pastikan tangan kalian terpotong dua-duanya." Kata Jenderal Huo memperingatkan mereka.
"Aku bukan perampok, tak perlu memborgorku. Ayo cepat jalan. Jangn buang-buang waktuku!"
"Baik…Yang Mulia" kata prajurit dan pemimpin mereka dengan gemetar.
Lucu sekali, sekumpulan kelinci datang untuk menangkapku. Aku yang terlalu yakin akan kemampuankku, atau memang ayah tidak bisa menemukan orang hebat untuk bekerja menjadi pasukan khusu istana. Jika aku adalah kaisar, aku akan memindahkan kelinci-kelinci lemah ini ke peternakan.
"Pelayan tidak boleh ikut!" gertak salah satu mereka.
"Aku hanya mengikuti perintah Sang Putri!"
Feng Er, dia mengikutiku. Orang keras kepala sepertinya memang akan selalu mengikuti bukan karena patuh tapi karena obsesi.
"Biarkan dia ikut!" perintahku dengan nada dingin. Tanpa banyak bicara lagi, kami segera pergi ke tepat Kaisar dan para pembesar.
Sesuai dugaan, semua orang penting hadir di sini. Melihatku hadir banyak orang segera berlutut. Beberpa di anatara mereka berlutut dengan kaki yang gemetar. Sebagina lagi berlutut denganwajah seolah ingin menerkamku.
"Salam Yang Mulia" Aku berlutut memberikan Hormat kepada Kaisar dan Permaisuri Agung.
"Putri Siane, bangkitlah." Kata sang permaisuri.
Aku segera bangkit, semntra Jendra Huo dan Feng belutut sebagai tanda penghormatan.
"Aku yakin kau sudah tahu mengapa aku memanggilmu ke sini." Kata Kaisar mengawali percakapan dari singgahsananya.
Saat ia bicara tak satu pun berani menyela. Mereka semua diam dan mendengarkan. Aku sekilah dari ujung mataku, aku melihat guruku dan adikku yang adalah putra mahkota terlihat begitu percaya diri. Aku menjadi bertanya-tanya, apakah aku akan diasingkan?
"Kau adalah Putri tertua di kerajana ini. Sebagai kepalaa pasukan wanita aku ingin bertanya." Kata Kaisar.
Aku berlutut dan mengepalkan tanganku. "Silahkan Yang Mulia"
"Apa benar kau membunuh pelayan Ling dan keluarganya?"
Aku tersenyum mendnegra pertanyaan itu. "Benar Ayah Handa."
Jawabanku membuat seisi istana gempar dan berbisik satu dengan lainnya. Aku menurunkan tanganku dan berdiri. Melirik sekilas para pejabat.
"Aku memang memerintakan pasukan untuk menghabisi nyawa pelayan Ling dan keluarganya kemarin. Semua dilakukan atas perintanku Yang Mulia."
Aku melihat wajah Kaisar yang kecewa. Dari raut wajahnya mengisyaratkan agar aku setidaknya tidak mengatakan dengan gambling pembantaian yang aku perintahkan terhadap keluara pelayan Ling.
"Apa kau sadar apa yang sudah kau lakukan?" tanya Kaisar dengan marah.
"Benar Yang Mulia semua demi kebaikan." Jwabku dengan tenang.
"Putriku, jelaskan kebaikan apa?" sahut Permaisuri Yue yang duduk disamping Kaisar. Ia memakai pakain warna biru terang hari ini.
Aku berfikir sejanak dan memutuskan memendam semuanya sendiri.
"Maaf Yang Mulia Permaisuri, Sebagai pemimpin pasukan wanita, aku memiliki pertimbanganku sendiri."
Pemaisuri tampak tak puas dengan jawabanku. Ia tampak begitu kaget dan hamper-hampir terserang asma karena mendengar jawabanku.
"Jendral Huo! Katakn sesuatu. Kau adalah pengal pribadi Sang Putrid an sekaligus penasehatnya."
"Ampun Yang Mulia, Jika Sang Putri Tidak bisa mengatakan pertimbangan beliau. Maka hamba juta tidak bisa mengatakan apapun." jawabnya.
Suasa semakin panas. Adikku yang adalh Putra Mahkota segera memohon izin bicara.
"Ayah, kakak merasa diracuni. Kurasa ia hanya mencoba menyelamatkan diri. Mohon Ayah tidak marah."
Aku melirik ke arah Huo. Ia sedikit menggeleng mengisyaratkan akan tak berkonfrontasi dengan siapapun saat ini. Termasuk dengan putra mahkota.
"Baiklah! Katakan Siane. Apa kau menyesal telah melakukan keslah dengan membantai satu keluarga yang tidak bersalah ini?"
Aku menggeleng. "Baginda, saya tidak pernah menyesali apapun keputusan yang saya ambil. Saya memiliki pertimbangan saya sendiri."
"Tapi pertimbanganmu pun harus ada bukti Siane!" katanya marah. Nada bicaranya meninggi! "Ling, tidak bersalah! Tidak ada bukti yang merujuk pada percobaan pembunuhan terhadapmu! Atau terhadap keluarga kerajaan lainnya!"
Permaisuri mendatangi Kaisar. Dan mencoba menenangknnya.
"Siane, cepat berlutut! Jangan buat ayahmu marah!" perintahnya padaku.
Melihat sauna sekarang akan lebih baik jika aku berlutut danmendengarkan apa keputusan Kaisar dan para petinggi di istana ini.
"Aku siap dengan konsekuensi atas perbuatanku."
Kaisar mencoba mengatur nafas dan mulai tenang melihatku berlutut. Ia meminta permaisuri kembali ke kursinya. Semdntara aku bersiap mendengarkan kemungkinan terburuk.
"Putri Siane Yang. Kau sudah melanggar batas kemanusiaan. Kau juga menyalah gunakan wawenang. Sebagai kaisar, aku memutuskan agar gelarmu sebagai Putri Dicabut!"