Raja Dewata Rendra dari Kerajaan Artha Pura berdidri dengan wajah misteriusnya. Tak seorang pun berani mengusik Siane Yang atas perintahnya.
Ageng, Jenderal kepercayaan Raja Artha Pura diam-diam mulai gelisah. Nuraninya bertanya –tanya . "Mengapa Sang Raja tertarik dengan wanita yang dikenal seperti iblis itu. Bukankah satu Permaisuri yang aneh sudah cukup merepotkan bagi seisi Kerajaan Artha Pura?"
Melihat gesture tubuh pengawalnya yang penuh kecemasan, Raja Artha Pura meminta agar Ageng tetap tenang.
"Baginda, aku mengerti." Katanya.
Di dalam kamar Kaisar, Putri Siane Yang mendapati sang ayah dengan raut muka merah padam. Di tempat tidur, tergeletak sebuah pedang kuno warisan turun-temurun para raja.
"Jika bukan untuk hal yang serius, sebaiknya kau segera pergi Siane!" Gertak sang Kaisar.
Sebelum menjawab, Siane Yang melirik ke arah pedang pusaka yang di letakan ayahnya di tempat tidur.
Seseorang mulai meracuni pikiran Kaisar
"Sebagai seorang putri panutan, kau seharusnya bersikap arif dan bijak. Bukannya, malah membuat masalah di kerajaan. Jika Kau seperti ini terus, mana ada pangeran yang mau melamarmu."
Kata-kata Kaisar, membuat Siane terusik. Awalnya, ia berniat sedikit basa-basi menyampaikan maksud kedatangannya. Mendengar kata-kata Kaisar, ia pun sadar, Kaisar sudah tidak lagi berpihak padanya. Cepat atau lambat Kaisar akan menyingkirnkanya.
"Ayah, aku akan membunuh wanita iblis itu!"
"Kau Apa?!" bentak Kaisar. Tangannya mengepal. Matanya penuh kegusaran. Seperti ingin mengambil pedang dan melemparkannya pada Siane.
"Aku ulangi, aku akan membunuh Permaisuri Yang gadungan itu!"
Kaisar berdiri dan meraih pundak Siane.
"Katakan, apa kau sudah bosan hidup?"
Siane dengan wajah dingin, menatap kedua tanagan ayahnya. Ia perlahan membuat ke-dua tangan itu menyingkir dari pundaknya.
"Tekadku sudah bulat, aku akan membunuhnya. Dengan atau tanpa persetujuan ayah."
Kaisar perlahan tersungkur ke lantai. Ia mulai menangis. Usianya yang senja membuatnya menyadari, bahwa meskipun ia seorang Kaisar, Putrinya tetap berada diluar jangkauannya.
"Dia adalah permaisuri saat ini. Jika rakyat mendapati kau membunuhnya. Mereka akan memintaku untuk memenggal kepalamu."
"Jika, aku tidak membunuhnya sekarang. Kelak ia akan membunuhmu dan menghabisi semua orang di istana satu demi satu. Ia juga akan menggulingkan pemerintahan dinasti ini. Cepat atau lembat. Masalah rakyat? Mungkin mereka akan membunuhku dan menganggapku sebagai anak durhaka. Tapi setidaknya, mereka akan selamat dari para iblis itu.
Hanya masalah waktu saja, mereka akan mengusai kerajaan ini."
Kaisar terbelalak mendengar ucapan Putri Siane. Jauh di dalam hatinya ia tahu, bahwa Permaisuri gadungan itu cepat atau lambat akan menguasai kerjaan saat Kaisar mangkat nanti. Sayang cintanya pada permaisuri palsu perlahan mulai tumbuh, dan membuatnya merasa yaman dengan keberadaan wanita iblis itu disampingnya.
"Bukankah kau dulu ingin membunuhnya ayah? Mengapa sekarang kau melarangku?"
Pertanyaan Siane Yang , tepat mengenai lubuk hai sang Kaisar. Ia hanya diam tak mampu mengelurahkan sepatah kata pun.
"Biar kujawab. Kau jatuh hati padanya?"
"Siane tidak. Aku tak pernah menyukai wanita iblis itu. Ia telah membuat Permaisuri menderita."
"Lantas, mengapa kau diam ayah?"
Kaisar, menghela nafas panjang dan memejamkan mata sejenak. Sebagai seorang ayah, ia ingin putrinya menuruti perintahnya. Sebagai seorang Kaisar, ia mencintai Permaisuri Yang asli. Tapi sebagai seorang pria, ia tak mungkin tak menyukai Permaisuri gadungan ini. Wanita itu, teralu sempurna untuk diabaikan.
"Bukannya aku ingin membuatmu patah hati. Tapi, Selir Njoo yang adalah permaisuri gadungan itu. Tiap malam, menghabiskan waktu bersama bersama Putra Mahkota di istanya."
"Apa? Tidak mungkin. Kau pasti hanya ingin membuatku berpihak kepadamu!"
Cinta memang buta. Cinta memang tidak bisa dipaksakan. Siane mulai muak dengan pembicaraan ini. Ayahnya, benar-benar jatuh cinta pada permaisuri gadungan. Tak heran, wanita itu memang baik perangainya hanya saja busuk hatinya. Entah wanita itu membuat mantra sehingga Kaisar jatuh cinta, atau memang wanita itu layak dan sangat menarik untuk dicintai.
Cinta begitu rumit.
"Aku sudah taka ada urusan lagi. Aku akan pergi. Aku akan membunhnya."
"Siane tunggu!" rengek sang kaisar. "Jangan membuat masalah, aku tak ingin kehilangan kalian berdua. Mintalah apapun aku aku akan memberikannya."
Dengan wajah kesal, Siane menoleh. "Aku ingin membunuhnya!"
Wajah Kaisar, terlihat tidak senang sama sekali. Ia hanya mematung melihat anak wanita satu-satunya pergi dengan angkuh. Ia bertanya-tanya, dari mana anak itu mendapatkan sikap angkuhnya. Darinya? Atau dari ibunya?
Dari sudut tak terlihat, seorang wanita yang setengah telanjang mucul dengan wajah memerah.
"Yang Mulia, Apa kau akan membiarkannya membunhku?"
Kaisar, segera bagkit. Ia menoleh dan melihat ke arah Permaisuri Yang. Wajahnya merah dipenuhi air mata.
~Ia pasti sudah mendengar semuanya.~
"Tenanglah, aku tidak akan membiarkan semua ini terjadi." Kata Kaisar menenangkan wanita itu.
Sebenarnya, salah satu alasan mengapa Kaisar tak membiarkan seorang pun mengaggungnya adalah karena Permaisuri ada di bersamanya saat itu. Ia meminta penjaga tak membiarkan siapapun masuk dan menggaungu mereka berdua.
Namun, karena pernjaga mengatakan bahwa Raja Artha Pura sendiri yang mengancamnya, maka ia tak punya pilihan.
Ia segera meminta permaisuri mengenakan pakaian dan bersembunyi.
"Ia akan membunuhku, apa salahku? Aku hanya ingin dicintai olehmu Yang Mulia" rengek wanita itu semakin keras.
"Jika, aku melakukan hal buruk dimasa lampau. Bukahkan aku sudah menebunya? Aku mencintaimu dan selalau berada di sisimu."
Air mata permaisuri semakin membanjiri wajahnya. Kaisar semakin kebingungan menenangkan pujaan hatinya.
"Aku akan mencari jalan keluar. Kau tenanglah. Percayakan padaku?"
"Apa kau bersedia membunuhnya?"
Wajah Kaisar berubah seketika. "Ia membunuh banyak orang bukan? Apa jika ia menyerangku, Yang Mulia akan melindungiku? Bahkan jika sangat terpaksa , Yang Mulia akan membunuhnya?"
Melihat Kaisar tak berekasi. Wanita di depanya, perlahan menarik tubuhnya dari pelukan sang Kaisar. Ia seperti menyadari, bahwa Kaisar tak ingin melindunginya.
"Kau akan membiarkannya membunuhku. Kau lebih mencintanya." Gerutu si wanita dengan manja dan jengkel. Membuat pria manapun merasa iba.
"Njoo, aku tak mungkin melakukanya. Aku mencintaimu. Aku akan membunuhnya jika itu memang harus dilakukan"
Senyum mengembang di bibir merah permaisruri gadungan itu. Ia segera mendekap Kaisar dan mencium bibinya.
"Aku tau, kau memang bisa diandalkan."