Dengan mata yang masih terpejam, Travis meraba-raba sampingnya dan merasakan bahwa Rachel tidak ada di sana. Pria bertubuh kekar yang hanya memakai celana pendek dan kaos putih itu pun membuka mata lalu mengerutkan keningnya saat menyadari bahwa tunangannya memang tidak ada di kamarnya, membuatnya segera beranjak dari ranjang lalu berjalan menuju kamar mandi untuk sekedar mencuci wajah dan gosok gigi.
"Ke mana dia? Apa mungkin dia pulang tanpa izin seperti biasanya? Terkadang dia terlihat peduli padaku tapi terkadang bersikap seenaknya!" Travis berjejak kesal mengingat hari ini beberapa kali berdebat dengan Rachel.
Setelah selesai mencuci wajah dan gosok gigi, Travis berjalan keluar dari kamar. Dia lanjut melintasi tangga sambil menatapi suasana rumah megahnya yang sangat sepi, mencoba menemukan keberadaan tunangannya hingga dia tiba di lantai dasar. Pria itu terus mencari tunangannya ke segala penjuru ruangan hingga hanya dapur yang belum dia datangi.
"Apa mungkin dia di dapur? Tapi apa yang dia lakukan di dapur? Tidak mungkin dia mencuci piring atau membuat makanan untukku ..." Travis penasaran. Dia pun berjalan menuju dapur hingga melintasi ruang makan.
___
"Oke sepakat, jika di antara kita mengkhianati kesepakatan ini maka kamu akan menerima akibat yang sangat buruk untuk dirimu sendiri dan adikmu," seru Rachel dengan tegas kemudian hendak keluar dari dapur namun dia dikejutkan oleh kedatangan Travis.
Rachel terdiam dengan perasaan khawatir, khawatir jika Travis mendengar pembicaraannya dengan Phoebe.
Phoebe pun juga diam, tidak tahu harus berkata apa karena dia benar-benar dalam kondisi terjebak, tidak bisa mengungkap keburukan Rachel demi keamanan dirinya dan adiknya.
"Apa yang kamu lakukan bersama dia di sini?" tanya Travis dengan tatapan menyelidik.
"Eh ... Aku ... Aku hanya mengambil minuman karena aku haus lalu sedikit mengobrol dengan dia karena dia sedang mengecek bahan-bahan makanan di sini," jawab Rachel bohong, sesekali melirik ke arah Phoebe yang hanya diam dengan tatapan ketus. ugh, dia kesal dengan tatapan itu, membuatnya merasa tidak dihargai sebagai kekasih majikan.
Travis menghembuskan nafas kasar. "Aku kira kamu pulang."
"Tidak, aku tidak mungkin pulang begitu saja apalagi tadi kamu sedang tidur," ucap Rachel dengan tersenyum kemudian merangkul lengan Travis. "Sekarang lebih baik kita hangout karena aku sangat jenuh di rumah terus-menerus," lanjutnya.
"Sayang, Aku benar-benar tidak ingin ke mana-mana hari ini. Lebih baik kita berenang saja, sepertinya sangat segar," sahut Travis.
"Berenang?"
"Iya, Sayang ... Itu lebih baik daripada hangout yang akan membuat diri kita lelah. Kamu tahu sendiri saat libur lebih baik aku istirahat di rumah daripada hangout," jelas Travis sambil berjalan keluar dapur diikuti oleh Rachel yang merangkul tangannya.
"Aku tahu saat libur kamu lebih baik istirahat di rumah. Tapi apa kamu tidak ingin menyenangkan aku sebentar saja dengan hangout satu atau dua jam?" tanya Rachel dengan kesal hingga melepas rangkulan tangannya pada Travis.
Travis menghembuskan nafas kasar, berhenti dan menatap Rachel dengan sabar.
"Jikalau kita hangout, kamu ingin kita hangout ke mana?" tanyanya.
"Shopping ... Aku ingin shopping karena aku ingin beli baju-baju baru karena mulai besok aku akan sering live Instagram dan itu berarti aku harus sering tampil berbeda," jawab Rachel.
"Baiklah kalau begitu, kita belanja," sahut Travis dengan tersenyum, mencubit pipi Rachel dengan pelan. "Sudah, jangan cemberut lagi. Aku akan menuruti semua keinginanmu," lanjutnya.
"Baiklah kalau begitu sebaiknya kamu segera bersiap. Aku tunggu di sini," seru Rachel sambil berjalan menuju kursi meja makan. Dia duduk santai di sana, mau makan buah yang tersedia di atas meja itu, sesekali melirik Phoebe yang kembali bekerja.
Travis berlari-lari kecil meninggalkan ruang makan hingga tak sengaja bertemu Alicia.
"Dr Travis, tunggu sebentar," seru Alicia.
Travis pun berhenti, menatap Alicia dengan mengerutkan keningnya. "Ada apa?"
"Dr. Travis. Sepertinya saya harus belanja sekarang karena saya baru ingat beberapa bahan makanan favorit anda sudah tidak tersedia lagi di dapur," jelas Alicia yang terlihat sudah rapi seperti akan pergi. Gadis itu memakai celana jeans hitam dipadu dengan atasan berwarna hijau tua dan mengikat rambutnya ala ekor kuda.
"Kalau begitu kamu belanja saja. Ajak Phoebe juga supaya dia tidak jamuran di sini," seru Travis dengan santai. "gunakan kartu kreditmu saja karena saya akan kirim uang ke dalam kartumu," lanjutnya.
"Oke, kirim lebih banyak juga tidak masalah," sahut Alicia dengan tersenyum kikuk.
"Hmm ... Baiklah. Saya akan kasih bonus untuk kamu dan Phoebe," ucap Travis kemudian lanjut berjalan menuju kamarnya.
Rachel melirik Phoebe, kemudian berkata, "hey, ambilkan minuman di lemari pendingin!"
Phoebe terdiam, melirik Rachel yang memanfaatkan posisinya. "Kamu bisa ambil sendiri!" serunya dengan ketus.
"Hey, di sini kamu pembantu, kamu yang harus menuruti semua keinginan majikan mu!"
"Dan aku tidak berpikir kamu majikan ku!" ucap Phoebe dengan ketus kemudian berjalan meninggalkan ruang makan yang hampir menyatu dengan dapur itu.
Alicia termangu di depan pintu, menatap heran pada Phoebe dan Rachel baru menyadari kehadirannya. Dia tidak menyangka, temannya bersikap kurang menyenangkan pada kekasih majikannya, membuatnya segera mendekati kekasih majikannya itu.
"Nona Rachel, maaf atas sikap teman saya," ucap Alicia dengan gusar.
Phoebe hanya diam dan segera meninggalkan ruang makan, tak ingin peduli pada Rachel ataupun Alicia.
"Lain kali kamu ajari dia tentang cara bersikap pada majikan!" seru Rachel dengan kesal kemudian membuang apel yang sudah dia gigit tadi.
Alicia terdiam dengan menundukkan kepalanya, perlahan melirik apel itupun menggelinding ke kolong meja. Okay, dia harus mencari sapu untuk mengambil apel itu atau dia akan masuk ke kolong meja.
___
Setibanya di kamar, Phoebe segera mengambil ponselnya yang ada di atas meja kemudian menghubungi Matheo. Wanita itu duduk di tepi ranjang, gelisah menunggu adiknya yang tak kunjung menjawab panggilan darinya.
"Matheo, ayolah jawab aku!" ucap Phoebe dengan gusar, beranjak berdiri dan jalan mondar-mandir.
Hingga beberapa kali menghubungi, akhirnya Phoebe terhubung dengan Matheo.
"Matheo, kamu di mana? Apa kamu masih di tempat umum?" Phoebe langsung bertanya sambil meletakkan tangan kirinya pada pinggang.
"Aku sedang di cafe, Kak. Aku bertemu salah satu temanku," jawab Matheo terdengar santai.
"Cafe?"
"Iya, Kak. Cafe ini tertutup, aku yakin tidak ada John dan orang-orangnya di sini. Aku tidak merasa ada yang mengikuti aku, dan mungkin saja dia tidak berniat untuk mencari kita," ucap Matheo.
"Astaga!" Phoebe menepuk keningnya, kemudian duduk di tepi ranjang. "Matheo, dengarkan aku. Ada fakta tak terduga di sini. Aku tidak bisa menceritakannya padamu sekarang. Yang pasti, kamu harus segera kembali ke apartemen karena John dan orang-orangnya benar-benar mencari kita!"
"Benarkah?"
"Iya, Matheo. Cepat pergi. Aku tidak ingin John atau orang-orangnya menangkap kamu. Aku tidak bisa tenang!" Phoebe menegaskan.
"Baiklah, aku akan segera kembali ke apartemen," ucap Matheo kemudian sambungan telepon terpusat.
Phoebe menghela napasnya yang terasa sesak, efek dari suasana hatinya yang sangat tidak nyaman sejak dia bertemu dengan Rachel dan mendapat kabar tentang John yang berada di kota ini.