"Mau challenge?" Tawar Zara. Vara hanya menatapnya penuh dengan tanya. "Seminggu ini kamu harus berusaha untuk menjaga pandangan pada setiap laki-laki yang ada di sekitarmu, baik itu berhadap-hadapan atau pun tidak. Intinya laki-laki yang bukan mahram mu saja."
"Nah iya, ide bagus tuh. Gimana, setuju gak?" Tantang Nifa dengan senyuman yang mengembang di wajahnya.
"Emmm.. Jahat ih kalian." Komentar Vara.
"Vara.. kamu sebenarnya mau cari apa dan seperti apa?" Tanya Zara dengan lembut penuh dengan senyuman. "Sekarang kamu hanya perlu fokus pada dirimu sendiri. Fokus untuk membersihkan hati sendiri. Kamu paham kan tentang jodoh itu cerminan diri?" Tanya Zara lagi.
Vara mengangguk tentunya, "Iya seseorang itu akan memiliki akhlak dan kebiasaan yang sesuai dengan apa yang kita miliki. Jika ingin yang terbaik, maka harus melakukan yang terbaik pula. Karena seseorang yang baik hanya akan bersanding dengan yang baik." Ungkapnya.
"Nah, jadi kamu setuju akan challenge ini?" Tanya Nifa sekali lagi, mencoba meyakinkan akan keputusan Vara.
Vara mengangguk dengan kobaran api di matanya.
"Vara, untuk mendapatkan yang terbaik tentunya harus melalui perjuangan yang keras. Karena sesuatu yang istimewa selalu tertimbun dalam diantara rintangan yang menguatkan kita ketika kita bersanding dengannya di masa depan." Ucap Zara. Ia sangat terenyuh ketika sahabatnya itu kembali semangat dalam memperbaiki diri.
"Aaaah.. aku tersentuh. Terima kasih my bestie, kalian telah menjadi penguatku setiap saat. Maafkan aku yaa, yang selalu bertindak bodoh.." Ungkapnya lalu memeluk Zara dan Nifa sambil mencubit pipi mereka satu persatu.
"Yak, simpan tanganmu itu. Ini aset suamiku, dirimu tak berhak menyentuhnya." Dumel Nifa.
"Halah, dasar.. Biasanya juga kagak ngambek, meskipun begini." Ucap Vara sambil memutar-mutarkan wajahnya hingga tak berbentuk lagi.
"Heh, masa suami gue mau dikasih sisa elo sih. Dasar.." Dumel Nifa lagi. Tak lama kemudian terdengar nada dring handphone Nifa berbunyi di seberangnya.
Ia mengambil ponselnya dan menekan tombol hijau setelah melihat nama pada layar ponselnya, "Awas, raja nelpon." Ucap Nifa.
"Halo, Assalamualaikum.. Iya iya aku barusan makan kok." Ucapnya dan ia langsung sibuk dengan seseorang yang berada di seberang sana.
"Ra, emang kalau udah punya suami sesibuk itu ya? Segala sesuatu harus dilaporkan?" Tanya Vara, tangannya dengan cekatan membereskan perlngkapan dan mengeluarkan beberapa lembar uang untuk membayar makanan yang telah dipesannya tadi.
Wanita yang bernama Zara hanya tersenyum simpul mendengarkan keluhan yang diadukan salah satu sahabatnya itu. Ia pun mengikuti Vara untuk mengeluarkan beberapa lembar uang. Kemudian menggelengkan kepala sebagai jawaban dari pertanyaannya.
"Tapi kok Nifa gitu sih, Ra. Iya sih antara kamu dan Nifa terdapat perbedaan yang cukup mencolok, padahal ia lebih dulu nikah dibanding dirimu. Suaminya posesif banget yaa.."
Zara hanya mendengarkan celotehan sahabatnya itu sambil memperhatikan gerak-gerik Nifa. Ketika matanya bertemu ia memberikan isyarat bahwa ia akan pergi bersama Vara. Dan Nifa hanya menggerakan tangan kanannya, seolah-olah mengatakan 'iya gak papa. Pergi saja.'
"Setiap pasangan punya cara masing-masing untuk terus menghangatkan keluarga mereka. Nanti kau sendiri akan merasakannya." Balas Zara lagi.
"Iya.."
Drrrrrttt.. Drrrrtttt
Ucapan Vara terhenti ketika merasakan getaran ponsel di tangannya. Setelah melihat pesan yang dilayangkan seseorang padanya, wajahnya cukup murung.
"Kenapa?" Tanya Zara.
"Ketua mencariku untuk mengurusi surat-surat. Kan sebentar lagi kita akan demis.." Lirihnya.
Zara menepukan tangannga dengan lembut pada bahu Vara, "Tak apa pergilah.. Semangat yaa.. hanya menunggu beberapa minggu lagi." Ucapnya.
"Tapi kamu sendirian, Ra.." Elaknya lagi.
"Tanggung jawabmu lebih besar pada organisasi dibandingkan padaku. Aku bisa sendiri, kok. Tak apa.. Semangat yaa, semoga Allah mudahkan segalanya. Jangan lupa luruskan niat." Ucapnya lagi.
"Ahhh.. My bestiee..." Vara tak mampu berkata apa-apa lagi. "Terima kasih yaa, hati hati.. Aku duluan, Assalamualaikum". Pamitnya, lalu mereka bersalaman.
"Waalaikumussalam." Balas Zara sambil memperhatikan gadis yang mulai menjauh itu.
"Oh iya, Vara.. Jangan lupa Challengenya.. Meskipun kita gak ada, Allah maha tahu. Jaga hati kamu, yaa.." Kata Zara setengah teriak, mencoba untuk memperingati Vara.
Gadis itu berbalik dan hanya menampilkan deretan gigi putihnya, dengan senyum indah di matanya.
Maaf, aku hanya bisa mendoakan yang terbaik untukmu, Vara. Aku yakin penantianmu seberapa panjang pun itu, akan membuahkan hasil yang manis.