Situasi sekarang berbalik. Weckly yang kini diculik oleh Lova. Dengan bantuan dari Timmy, Dealova berhasil memindahkan Weckly di sebuah gudang tak terpakai.
"Timmy, apa yang terjadi selama aku diculik?" Lova duduk di bangku kayu, ia menatap Timmy si asistennya dalam segala hal.
"Tuan Aeden menginterogasiku habis-habisan. Dia bahkan mengirim orang untuk mengikutiku." Jelas Timmy. Aeden memang tak akan percaya dengan mudah pada apa yang Timmy katakan. Ia mengirim beberapa orang untuk memata-matai Timmy. Namun karena Timmy memang tak mengetahui apapun ia tidak terpengaruh. Dan setelah Lova menghubunginya satu jam lalu, Timmy bergerak menghindari orang-orang Aeden. Di kediamannya, Timmy memiliki pintu keluar rahasia, jadi tak akan ada orang yang tahu bahwa ia keluar dari kediamannya.
"Ah, begitu." Lova menganggukan kepalanya paham.
"Daddymu dperiksa oleh kejaksaan, ini tentang aliran dana Aetero."
"Aku tidak akan terkejut mendengar kabar itu. Jika dia tidak dipenjara baru aku akan terkejut."
Timmy tak heran lagi dengan kalimat yang meluncur dari bibir Dealova.
"Siapa sebenarnya pria itu?" Timmy melihat ke arah Weckly.
"Orang yang ingin menggunakan aku untuk membuat Aeden mati."
"Benar-benar bodoh." Timmy menggelengkan kepalanya pelan. Ia iba pada Weckly sekarang. Bagaimana mungkin pria itu mencoba menculik manusia seperti Dealova. "Mau kau apakan dia?"
"Setelah aku dapatkan jawaban, aku akan membuatnya jadi pecahan kecil." Dealova bangkit dari tempat duduknya. Ia melangkah ke arah Weckly, memeriksa tubuh Wekcly dengan tangannya. Dan ia mendapatkan sebuah ponsel.
"Hy." Lova menyapa Wekcly yang kini membuka matanya.
"Siapa kau sebenarnya?"
"Aku?" Lova menunjuk dirinya, "Dealova Edellyn." Lova memperkenalkan dirimu polos. Ia berdiri, menarik kursi dan duduk di depan Weckly yang terguling di lantai dingin yang kotor. "Baiklah, aku akan memeriksa panggilan masuk, pesan dan juga email diponselmu."
Lova mulai menggerakan jemarinya, memeriksa log panggilan, pesan dan email.
"Mr. X. Ah, aku benci sekali dengan teka-teki bodoh ini." Lova mengomel kesal. "Timmy, cari tahu siapa pemilik nomor ponsel ini. Dan ya, pria ini, cari identitasnya." Lova memberikan ponsel Weckly ke Timmy.
"Baik, Lova."
Lova mengangkat dagu Weckly dengan kakinya, "Nah, bagaimana sekarang, sudah menyesal menculikku?" Wajahnya tidak menunjukan senyum mengejek tapi apa yang ia lakukan jelas sangat merendahkan Weckly. "Kau memang benar. Aku berbeda dari wanita-wanita kebanyakan. Aku bisa membunuh tanpa belas kasihan, dan mungkin aku jauh lebih kejam darimu."
Lova tertawa kecil, "Aku tidak akan diculik jika aku tidak mengizinkan orang menyentuhku. "
"Kau terlalu angkuh. Wajar saja kau cocok bersama dengan Aeden.
Lova tertawa geli, "Aku pikir saat ini tugasmu adalah memohon untuk dibebaskan. Well, jika kau memohon padaku, mungkin aku akan melepaskanmu."
Weckly mengepalkan tangannya, Lova menggunakan nada yang sama seperti yang ia katakan beberapa jam lalu.
"Jika kau ingin mendapatkan informasi dariku maka kau harus bermimpi karena aku tidak akan memberikan informasi apapun."
"Kau percaya diri sekali. Aku tidak akan meminta informasi apapun darimu, kau sendiri yang akan memilih bicara nanti." Lova menekan kakinya di dada Weckly, "Ketika rasa sakit memenuhi tubuhmu, kau tidak akan punya pilihan lain selain bicara."
"Lova, aku sudah mendapatkan informasi tentang pria ini."
"Katakan."
"Weckly Austin. W11 adalah kode agennya. Dia ada di pasukan khusus yang dikirim ke luar negeri untuk memata-matai. Pada tahun 2015 dia dinyatakan tewas dalam sebuah ledakan bunuh diri."
"Oh, seperti aksi kebanyakan agen." Lova tersenyum tipis, "Tapi kemampuanmu benar-benar buruk, Weckly. Seorang agen harusnya lebih hebat dari yang kau tunjukan padaku. Seorang agen harusnya tidak berada di bawah kakiku seperti ini.
"Tutup mulutmu!" Weckly mulai berang, "Aku bukan dari bagian agen!"
Lova berdesis ngeri, "Kau sepertinya dikhianati oleh atasanmu, terlihat jelas dari kemarahanmu."
"Aku katakan tutup mulutmu, sialan!"
Lova tersenyum miring, "Aw, makin mengerikan saja. Baiklah, tidak usah membahas masalah agen."
"Bagaimana dengan Mr.X?"
"Tidak bisa dilacak, nomor ponsel itu tidak terdaftar dengan nama asli."
"Ah, baiklah. Ada yang akan memberitahku nanti." Dealova melihat licik ke arah Weckly. "Weckly, istirahatlah untuk malam ini. Tapi untuk malam ini, aku akan memberikan kau dua pilihan, mati dengan mudah atau mati secara perlahan. Kau tentu tahu apa maksud dari kata-kataku." Menepuk sedikit kasar pipi Weckly lalu bangkit dari tempat duduknya.
"Timmy, aku akan tidur, kau jaga dia baik-baik."
"Kau tidak ingin kembali ke Aeden?"
Lova menggelengkan kepalanya, "Sebelum aku menemukan siapa yang memerintahkan Weckly, aku tidak akan kembali ke Aeden. Aeden pasti akan membatasi gerakanku karena kepergianku."
Timmy tak bisa memberikan masukan jika Dealova sudah menentukan seperti ini.
"Baiklah."
♥♥
"Sudah menentukan pilihan, Weckly?" Lova duduk di depan Weckly yang kini terikat di kursi.
"Aku tidak akan mengatakan apapun!"
"Pilihan pintar. Aku akan meyakinkanmu bahwa kau telah melakukan pilihan yang benar-benar baik." Lova tersenyum manis, "Timmy!"
Timmy datang dengan sebuah kotak seperti kotak isi peralatan rias. Lova membuka kotak itu, dan yang ia pilih adalah sebuah gunting.
"Lepaskan ikatan tangannya, Timmy." Lova mengelap gunting tajam itu dengan tangannya.
Lova menarik tangan Weckly dengan kasar, menggenggam tangan itu, tanpa aba-aba suara krak terdengar. Jari kelingking Weckly terputus hingga berdarah.
Weckly meringis, spontan ia menarik tangannya yang kesakitan, bahkan kini otaknya ikut merasa sakit.
"Sakit, hm?" Dealova menahan tangan Weckly, "Kau yang menentukan jalanmu, bukan aku." Lova membuka jari manis Weckly yang kini bersama jari lainnya terkepal kuat.
Tak akan ada yang menyangka, dengan wajah cantik dan tenang yang Dealova miliki, ia bisa melakukan hal semengerikan ini pada seseorang.
Dengan satu gerakan, ia berhasil meraih jari manis Weckly.
Crak! Satu jari terputus lagi. Rasa sakit itu bahkan membuat Weckly meneteskan air matanya.
"Kenapa kau menangis, Weckly?" Lova tersenyum. "Timmy, kenapa dia menangis seperti ini?" Lova menatap Timmy.
Timmy hanya diam. Timmy tak bisa berkata-kata lagi jika Lova sudah seperti ini.
"Ah, aku tahu. Kau pasti meinginkan semua jarimu seperti ini, kan? Jangan menangis, aku akan membuatnya menjadi sama." Lova membuka satu jari lain.
Krak.. Dan jari itu terputus.
"Timmy, setelah ini siapkan alat untuk mencongkel matanya. Setelah itu pisau untuk mengiris lidahnya."
Weckly pernah merasakan sakitnya tertembak, dipukuli dan terluka tapi dia tidak pernah mendapatkan penyiksaan seperti ini. Terlebih oleh seorang wanita.
"Baiklah, masih tersisa 7 jari lagi."
Dealova tidak berhenti, ia sudah memotong 7 jari sekarang. Ia masih menunggu agar Weckly bicara.
Dan 10 jari itu telah terputus.
"Mana alat pencongkel matanya, Timmy."
Timmy memberikan sebuah alat, sungguh Timmy tak tahan dengan apa yang Lova lakukan saat ini.
Saat benda runcing itu begitu dekat dengan mata Weckly, pria itu membuka mulutnya.
"Aku akan mengatakan apapun yang ingin kau dengar."
"Aih, kau membuang waktuku terlalu banyak. Kau benar-benar tidak memiliki jiwa agen." Dealova melepaskan alat yang ia pegang tadi.
"Siapa yang memerintahkanmu?"
Weckly diam beberapa saat, "Berikan aku air, aku haus."
"Timmy, ambil air."
Timmy segera melangkah pergi.
"Kau tidak akan bisa mendapatkan informasi apapun dariku!" Secepat ucapannya, secepat itu pula darah mengalir dari leher Weckly.
"Ah, brengsek!" Lova memaki kesal. Ia menganggap remeh Weckly, ia berpikir dengan tak ada jari di tangan Weckly pria itu tak akan bisa menggenggam apapun, tapi nyatanya ia masih bisa menggenggam pisau dan memutuskan lehernya sendiri.
"Apa yang terjadi?" Timmy terkejut melihat Weckly tewas.
"Dia bunuh diri."
"Dia benar-benar setia pada orang yang membayarnya."
"Dia bukan setia pada orang yang membayarnya. Dia memang agen sejati, seseorang yang menjaga rahasia sampai mati." Lova bangkit dari duduknya, "Makamkan dia dengan layak."
"Baik."
tbc