webnovel

MONDELLA

Ini semua bukan kesalahan Ayah, wanita-wanita yang menjual dirinya itu atau anak hasil dari hubungan mereka. Tapi ini kesalahan waktu. Aku hanya belajar untuk bisa bertanggung jawab dan mengikhlaskan. Mungkin mereka sudah ditakdirkan untuk aku jaga dan rawat. Aku belajar untuk bisa bertanggung jawab dan berpikir dewasa.

Dwi_Nur_Anisa · Thanh xuân
Không đủ số lượng người đọc
6 Chs

BAB 1

"Arabella Wulan Agustina?"

Aku mengerutkan keningku, membalikkan badan, menghadap orang yang memanggilku. Siapa? Dan bagaimana dia tau nama panjangku? Perlahan dia berjalan mendekatiku. Saat ini adalah waktunya jam makan siang dan semua karyawan sudah keluar dari kantor.

"Siapa?"

Wanita itu tersenyum kecil, matanya menatap sinis ke arahku, sebenarnya siapa dia dan mau apa?

"Apakah anda klien? Tapi ini waktunya istirahat," lanjutku.

Wanita itu menggeleng, "Tujuanku kesini hanya ingin bertemu dan melihat bagaimana keadaan perusahaanmu, barangkali sebentar lagi akan dijual?"

Aku mengangkat sebelah alisku, apa maksudnya? "Baiklah, aku pergi. Sampai berjumpa kembali Nona Arabella Wulan Agustin."

Aku menatap kepergiannya, apa maksud dari perkataannya?

"Bella!"

Aku terkejut ketika tiba-tiba saja seseorang memanggilku dengan suara cempreng nya. Siapa lagi kalau bukan Mbak Poppy yang menjabat sebagai sekretaris pribadiku. Aku menghembuskan napasku perlahan, "Ada apa, Mbak?"

"Bentar lagi ada meeting dengan klien." Aku menatap berkas yang berada di tangan Mbak Poppy. "Berkas apa tuh, Mbak?" tanyaku. Mbak Poppy menatap berkas yang ia pegang, seketika raut wajahnya berubah. Sepertinya dia menyembunyikan sesuatu dariku.

"Apa sih, Mbak?" tanyaku. Mbak Poppy menggeleng, "Ngga Bell, bukan apa-apa. Ya udah, Mbak lanjut kerja ya." Mbak Poppy langsung berjalan menuju tangga darurat, kenapa kesana? Bukannya lift tidak ada yang menggunakan? Ah sudahlah, itu tidak penting. Aku harus segera menyiapkan berkas dan menuju ruang meeting.

ⓂⓄⓃⒹⒺⓁⓁⒶ

Saat ini Bella sedang duduk di ruang tamu, menunggu Ayahnya pulang. Bella menatap jam yang sekarang menunjukkan sebelas malam. Tak lama, pintu terbuka, menampakkan Adam dengan penampilan acak-acakannya. Dia berjalan tidak seimbang. Sepertinya dia mabuk.

"Ayah, Bella mau ngomongin sesuatu," ucap Bella. Adam menatap datar ke arah Bella. "Nggak usah ganggu Ayah, Ayah yakin yang mau kamu omongin itu nggak penting," ucap Adam sarkastik. Bella menghembuskan napasnya pelan.

"Ini memang nggak penting buat Ayah, tapi ini penting buat Revan dan Rifqi, Yah." Adam berjalan menuju ke lantai dua, dia sama sekali tidak memedulikan Bella. "Ayah! Dengerin Bella. Ayah boleh kok nelantarin Bella, tapi Ayah jangan lupain Revan sama Rifqi. Mereka itu putra Ayah, mereka masih butuh kasih sayang Ayah," ucap Bella. Adam berhenti di tengah anak tangga, lalu menatap Bella. "Ayah nggak peduli sama sekali. Mereka berdua bukan tanggung jawab, Ayah!" Bella terdiam, dia berusaha agar air matanya tidak lolos dari matanya. "Ayah, please. Mereka putra Ayah, itu artinya mereka tanggung jawab, Ayah. Jangan seperti laki-laki brengsek yang bisanya berbuat doang, Yah. Ayah juga harus tanggung jawab," ucap Bella dengan nada memohon. Adam menatap sinis ke arah Bella.

"Tau apa kamu!? Sebaiknya kamu diam! Kau tidak tau apa-apa!" teriak Adam. Bella mengepalkan tangannya dengan kuat. "Ayah! Bella itu udah bukan anak-anak lagi. Umur Bella udah tujuh belas tahun. Bella cuman nggak mau Revan sama Rifqi kecewa sama Ayah karena Ayah nggak pernah peduliin mereka!" ucap Bella. Adam tak menghiraukannya, dia melanjutkan langkahnya menuju ke kamarnya. Bella menatap kepergian Adam dengan kecewa. Dia sama sekali tidak pernah menyangka akan memiliki Ayah seperti Adam.

ⓂⓄⓃⒹⒺⓁⓁⒶ

Bella membuka matanya ketika mendengar suara tangisan bayi. Bella mendekati bayi perempuan yang menangis, Bella menggendongnya, mencoba menenangkannya. Namun, dia belum juga berhenti menangis. "Duh ... Gimana nih? Kamu laper yah? Kakak cariin minum kamu dulu." Bella membaringkan bayinya di atas ranjang lalu mengambil dot bayi yang berisikan susu formula. Ia kembali menggendong bayi perempuan itu sambil meminumkan susunya. Bella menatap ke arah jam dinding. Baru pukul dua dini hari. Pantas saja dia masih mengantuk. Saat bayi itu diam dan kembali tertidur, Bella kembali meletakkannya di ayunan. Untungnya bayi yang satunya tidak ikut terbangun dan menangis.

Bella mengembuskan napasnya. Kebiasaan Bella setelah bangun tidur tidak akan bisa tidur lagi. Karena itu dia lebih memilih untuk duduk di depan layar laptopnya. Tangannya bergerak lincah di atas papan keyboard. Matanya melirik dari kanan ke kiri dengan cepat, sudah terbiasa dengan hal yang sedang ia kerjakan.

Sudah sekitar dua jam Bella terus menghadap layar laptopnya, beberapa kali beristirahat untuk meregangkan badannya. Matanya memerah akibat terlalu lama menatap layar laptop. Saat mendengar suara azan, Bella langsung keluar kamarnya, membangunkan Revan dan Rifqi untuk solat berjamaah.

"Dek, bangun yuk solat. Kalian langsung ambil wudu abis itu ke kamar kakak, yah." Revan dan Rifqi mengucek mata mereka kemudian mengangguk. Bella tersenyum, beruntungnya dia punya adik seperti Revan dan Rifqi. Setelah membangunkan kedua adiknya, Bella menuju ke kamar Adam.

Tok

Tok

Tok

Tak ada jawaban. Bella membuka sedikit pintu kamar Adam yang tidak di kunci. Dia melihat Adam yang tertidur di sofa. Bella langsung masuk ke dalam kamar Adam. Dia tetap nekat walaupun tahu bagaimana reaksi Adam saat dia mengganggunya.

"Ayah, salat berjamaah, yuk," ucap Bella sambil memegang lengan Adam. Adam terlihat melakukan pergerakan. Saat dia bangun, dia langsung mendorong Bella hingga dia tersungkur.

"Jangan ganggu Ayah! Kalau mau salat, salat aja sana sendiri! Jangan ganggu Ayah! Sekarang pergi dari sini!" Teriak Adam. Bella menundukkan wajahnya. Sudah berulang kali Bella membangunkan Adam untuk salat berjamaah namun saat dibangunkan Adam selalu menolak dan ujungnya memarahi Bella.

Bella keluar dari kamar Adam menuju kembali ke kamarnya. Revan dan Rifqi sudah ada di sana sambil menundukkan wajah mereka. "Kalian kenapa?" Tanya Bella. Revan dan Rifqi menggeleng, lalu tersenyum ke arah Bella. "Ya udah, Kakak ambil wudu dulu."

Setelah melaksanakan solat, Bella menyuruh Revan dan Rifqi untuk tinggal sebentar. "Kalian tau siapa yang ada di ayunan bayi itu?" tanya Bella. Revan dan Rifqi menggeleng bersamaan.

"Mereka adik kalian, mau lihat?"

Revan dan Rifqi mengangguk dengan semangat, mereka langsung berdiri mendekati ayunan bayi yang ada di kamar Bella. "Kak, siapa nama mereka?" tanya Revan. "Hm ... Kakak belum kasih nama, kalian mau kasih nama nggak?" tawar Bella. Revan dan Rifqi mengangguk. "Yang ini namanya Raven, biar sama kayak Revan," ucap Revan. Bella hanya tersenyum. "Hei, itu tidak adil. Dia kan juga adiknya Rifqi," protes Rifqi. Revan tidak mau tau, dia tak menghiraukan ucapan Rifqi.

Rifqi nampak murung sambil melipat kedua tangannya. "Rifqi nggak usah sedih, kan masih ada yang cewek," ucap Bella. Rifqi mengangguk. Dia menatap ke arah bayi perempuan itu.

"Hm ... Rifqi mau kasih nama dia Rivana, biar namanya cocok sama Raven," ucap Rifqi. Bella tersenyum. Dia mengacak rambut Rifqi. Rifqi itu memang tak seegois Revan. "Okey, jadi yang cowok namanya Raven Adam Agustin dan yang cewek Rivana Adam Agustina," ucap Bella. Revan dan Rifqi mengangguk.

"Ya udah, kalian berdua siap-siap, gih." Revan dan Rifqi saling tatap. Mereka berdua lalu menatap Bella. "Ayah nggak mau datang ke sekolah, kan?" tanya Revan. Bella mengembuskan napasnya. "Kalian nguping pembicaraan Ayah sama Kakak, yah?" tanya Bella. Revan dan Rifqi menunduk. "Kalian tenang aja, kalau Ayah nggak bisa datang, kan masih ada Kakak," ucap Bella. Revan mengangguk. "Tapi hari ini kan Kakak juga berangkat sekolah," ucap Revan. Bella menggeleng.

"Kakak kan bisa ijin, " ucap Bella. Revan mengangguk. "Ya udah kalau gitu Revan ke kamar dulu." Revan langsung pergi ke kamarnya. Sementara Rifqi masih di sana. "Rifqi nggak mau siap-siap?" tanya Bella. Rifqi mendongak menatap Bella. "Rifqi kecewa sama Ayah, Kak. Sampe kapanpun Rifqi nggak bakal mau maafin Ayah." Setelah mengatakan itu Rifqi langsung berlari keluar dari kamar Bella. Bella menatap kepergian Rifqi. Bella mengerti, keadaan yang sekarang memaksa mereka berpikir dewasa, sama seperti dia dulu.