webnovel

Miss Dosen X Mr. Captain

Relivia Zenata.. Seorang dosen muda yang cantik,berhijab,cerdas dan baik ini ternyata adalah kekasih dari seorang kapten kapal. Ia mengawali karirnya di usia ke 21 tahun. Menjadi dosen idola di kampus merupakan hal yang sangat membanggakan bukan? Di balik kesuksesannya, Ivi tetap menjadi orang yang sama, rendah hati dan tidak pernah menyombongkan diri. Felix Devanno... Seorang kapten kapal yang tampan, tegas dan setia. Ia sangat dingin terhadap orang-orang, kecuali dengan Ivi dan keluarganya. Felix mengawali karirnya di laut pada usia 21tahun. Awalnya, ia sama sekali tak berpikiran untuk bekerja di laut, namun tawaran dengan gaji yang sangat memuaskan dan seragam yang tampak keren itu membuat niat awalnya untuk menjadi pengusaha urung. Ia mencoba dunia laut dan beruntungnya ia berhasil. Calvin Aldrean.. Seorang dokter sekaligus pengusaha di sebuah perusahaan ternama di Indonesia. Terkenal dengan sikap dinginnya membuat dirinya masih jomblo di usia 21 tahun. Bukan tanpa sebab, ia pernah mengalami hubungan asmara namun kandas dikarenakan suatu hal. Menjadi seorang kekasih dari kapten kapal bukanlah hal yang mudah. Namun doa dan usaha mampu mempertahankan hubungan keduanya. Meskipun banyaknya rintangan, namun, keduanya dapat bersatu.

Nurliza_Karen_Nita · Thành thị
Không đủ số lượng người đọc
446 Chs

Part 53

"Makan yang banyak El.. " ucap Ivi.

"Kenyang mom" keluh Elven.

"Harus banyak makan El.. biar siap tempur.. Kita butuh banyak tenaga untuk melawan musuh kita di luar sana." ucap Calvin.

"Akel aja dari tadi gak selesai-selesai makannya.. Padahal cuma dikit." ledek Elven.

"Eh.??? Ini udah mau selesai ya.. Kamu ini dikasih tahu kok ngeledek " protes Calvin.

"Dah diem.. makan aja. Berisik" Felix.

"Sultan Kerajaan berkomentar..." nyinyir Calvin yang membuat Ivi dan Elven tertawa. Sementara Felix memandang sinis Calvin.

"Gue telan juga lo" sinis Felix.

"Lah Sultan kita kanibal guys??" canda Calvin.

"Gue lempar pakai piring ya lo!"

"Wow.... Seremmmm atutttt" Calvin kembali meledek Felix. Ivi dan Elven pun tertawa.

"Hahah... Daddy mukanya ya Allah..." tawa Elven.

Ivi tersenyum menahan tawanya.

"Husss... udah... Kamu ini.." ucap Ivi pada Elven.

"Daddy sama Akel udah gede tapi masih suka berantem ya wkwkk" tawa Elven lagi.

"Yang penting kita setia... ya gak kak?" ucap Calvin pada Felix.

"Yoi donk... Tak ada kebohongan" Felix.

"Btw nih ya... lidah gue agak keluh manggil elo pakai embel embel kakak..." ucap Calvin pada Felix.

"Terus lo mau manggil gue apa? Bos? Sultan? Akang? Mas? Ah ribet" ucap Felix.

"Abang aja deh biar nampak cowoknya lo.. Kakak itu kayak terlalu ke cewek.."

"Halah serah lo.. biasa juga lo pakai lo gue ke gue."

"Awowkwkw kan dah taubat abangku sayang"

"B-A-C-O-T"

Ivi pun tersenyum menanggapi.

...

"Kamu ke kantor gak sayang?" tanya Arzam Pada Elina.

"Mau ke tempat kak Nata mas... Kenapa?" ucap Elina sambil menata rambut Arzam.

"Gak apa-apa sih... Oh ya jangan lupa kasih tahu Ivi tentang hal yang mas ceritain."

"Iya mas... Tapi mas, mas belum selesai cerita lho kemarin karena tiba-tiba ada yang telepon mas dan aku ketiduran."

"Hahah yaudah lain waktu aja ya..."

"Mas pulang jam berapa ini nanti?"

"Selesai maghrib sayang... Ada beberapa berkas yang harus dibahas tuntas. Mas juga mau usut kasus Revin dan Orang Tua angkat Ivi."

"Mas, aku gak tega ceritain semuanya ke kak Nata.."

"Gak apa-apa.. Ceritain aja... Biar semua kebenarannya bisa terungkap secara perlahan."

"Mas janji kan bakalan bantuin aku buat selesaikan semua ini?"

"Iya sayang... Mas janji.. tapi kamu harus tetap jaga kesehatan. Gak boleh capek ya.. Mas gak mau kamu sampai capek dan akhirnya sakit."

"Iya mas tenang aja.. Aku kan bareng Aksa juga."

Tok Tok Tok....

"Nah itu paling si Aksa udah sampai.." ucap Arzam.

"Yaudah ini juga udah selesai..." ucap Elina sambil merapikan seragam Arzam.

Arzam kemudian mengecup kening Elina.

"Terima kasih sayang..." ucap Arzam.

"Sama-sama mas..." Lalu Arzam menggenggam tangan Elina dan mereka menemui Aksa. Aksa tengah duduk bersantai di ruang tamu sambil menyeduh teh.

"Wah serasa rumah sendiri yeee" ucap Arzam.

"Wkwkwk haus mas... Gak pulang Aksa semalem mas.." ucap Aksa.

Arzam dan Elina pun duduk.

"Kenapa gak pulang sa?" tanya Elina.

"Kiana aku titipin ke rumah Mamanya yang di Singapore. Aku takut kasus ini akan membahayakan dia dan bayi kami. Belum lagi urusan di kantor banyak. Kasus keluarga kak Ivi ini makin merembet... Puyeng" keluh Aksa.

"Oh gitu... Yaudah semoga Kiana aman ya di sana" Elina.

"Aamiin mbak..."

"Tim kamu gimana sa?" tanya Arzam.

"Lagi on the way ke rumah orang tua kak Ivi."

"Lah kenapa ke sana?" Elina.

"Tadi pagi Calvin telepon katanya ada hal yang mencurigakan mengenai kecelakaan pesawat orang tua kak Ivi yaudah deh mau diselidiki ke rumahnya yang udah lama gak ditinggalin."

"Ada banyak fakta baru sih sa.. Mas Arzam kemarin ceritain semua ke mbak"

"Oh ya? Yaudah kalau begitu sekalian nanti kita bahas di pertemuan."

"Kok perasaan saya gak enak ya?" ucap Arzam tiba-tiba.

"Kenapa mas.?"

"Saya merasa sesuatu yang tidak baik akan terjadi."

"Mungkin hanya perasaan mas..."

"Gak sayang... Sa, kita gak usah bawa mobil. Mas rasa mereka sudah mengetahui tentang hal ini. Khawatirnya mereka akan sabotase mobil. Tadi kamu ke sini pakai apa?"

"Tadi aku dianter sopir mas"

"Aku hubungi tim.. kita pakai mobil tim kepolisian aja.. Ini bahaya."

"Kenapa mas?"

"Sebentar.." Arzam bangkit dan berlalu meninggalkan keduanya yang bertanda tanya. Tak lama ia kembali membawa sebuah kotak.

"Na, ambil ini.." ucap Arzam menyerahkan sebuah suntik dan pistol.

"Ini kan senjata tajam mas.. Aku gak berani pegang."

"Ini bahaya. Kamu harus pegang ini. Mas khawatir kalau nanti mas gak bisa jaga kamu"

"Gak apa-apa mas?"

"Aku juga bawa kok kak... Tim kayak kita memang sudah seharusnya memiliki senjata untuk melindungi diri kita dari bahaya." jelas Aksa.

"Tuh kan Aksa aja bawa... Kamu simpan di tas kamu. Dan suntik ini, simpan di saku kamu. Ini akan kamu butuhkan saat darurat. Mas harap kita semua terlindungi."

"Lalu, bagaimana dengan Kak Nata dan yang lain? Gimana kalau mereka gak bawa senjata?"

"In Syaa Allah kita bisa melindungi mereka." Arzam.

"Aku khawatir mas"

"Bismillah..."

"Tadi aku udah suruh Joe bawa beberapa alat. Semoga kita semua selamat. "

"Aamiin..."

Di lain sisi, seseorang tengah tersenyum miring.

"Kalian kira kalian bisa menangkap kami.?? Hahah... Dasar bodoh... " ucap orang itu yang berada tak jauh dari Elina, Aksa dan Arzam.

...

Diah, Zio dan Deo telah tiba di lokasi. Mereka menggunakan mobil Rubicon untuk melindungi diri dari bahaya yang menyerang. Tak lama, Ivi dan yang lain tiba. Ivi menggunakan mobil Hummer.

Mobil mereka disejajarkan. Keduanya saling membuka kaca.

"Kak Ivi!" panggil Diah.

"Diah?! Kalian di sini?"

"Iya kak, tadi Aksa hubungi kita"

"Lalu langkah apa yang akan kita lakukan?"

"Kita pantau situasi dulu ya kak.." ucap Diah.

"Semuanya pasang clip on ya.." ucap Zio.

Mereka mengangguk paham dan langsung melaksanakan hal itu.

"Kita dikepung!" ucap Dheo.

"Gue harap kalian semua bisa tenang" ucap Zio.

"Calm down... Kita akan menghubungi tim lain.." ucap Diah.

Lalu Diah menghubungi Aksa dan memberitahukan hal tersebut.

....

Aksa, Arzam dan Elina berada di perjalanan menuju lokasi bersama beberapa tim kepolisian lain.

"Kenapa sa.? Siapa yang telepon?" tanya Elina.

"Kata Diah mereka dikepung. Kita harus tambah jumlah tim." Aksa.

"Mas akan hubungi tim lain" ucap Arzam dan menghubungi tim lain.

...

"Tim Aksa akan segera tiba. Persiapkan diri." ucap Diah.

"Kak Ivi! Tim kakak membawa senjata?" tanya Diah melalui via clip on.

Di lain sisi Ivi langsung bertanya pada timnya mengenai senjata itu.

"Gue bawa... Ini" ucap Calvin menunjukkan kotak senjatanya.

"Syukurlah kita masih punya cadangan senjata." ucap Ivi.

"Gue juga bawa. Tenang aja.." ucap Joe.

"Elven bawa kok Mom.. Elven bawa bius"

"Alhamdulillah berarti kita punya"

Kemudian Ivi menyampaikan hal itu pada tim Diah.

"Alfi sudah sembuh astaga!" ucap Dheo.

"Mati kita! " ucap Zio.

"Calm down guys!! Kita harus kompak dan bismillah" Diah.

Tim Ivi.

"Astaga... Itu Alfi Mom, Dad, Kel" ucap Elven.

"Dia sudah kembali ternyata." ucap Calvin dengan smirknya.

"Kita harus habisi dia."

"Jangan. Kita harus melakukan strategi." Joe

"Maksud lo?"

"Ada hal yang lebih indah dari sekedar membunuh." tambah Felix.

"Menyiksa dia lebih dalam." smirk Joe.

"Kita sepemikiran" ucap Felix.

Tim Aksa pun tiba.

"Kok di rumah Orang tua kak Ivi ada Alfi sih?" tanya Elina.

"Itu berarti semua rencana Alfi ada campur tangan dari orang tua Ivi." ucap Arzam.

"Sialan! Musuhnya ternyata sedekat ini." Aksa.

"Yaps.. memang begitu adanya. Kebanyakan musuh kita adalah orang terdekat kita sendiri." Arzam.

"Gak nyangka gue... Noh noh si Irene itu." ucap Aksa heboh menunjuk Irene yang berdiri di samping Alfi.

"Perempuan gak tahu diri! Gue gak nyangka dia sejahat itu sama kak Nata... Padahal keluarga kak Nata sebaik itu sama dia" ucap Elina.

"Udah pokoknya kita harus selesaikan mereka. Kayaknya mereka udah tahu deh." ucap Arzam.

"Iya mas mereka udah tahu.. Kelihatan banget dari persiapan mereka." Aksa.

"Tim perempuan menyatu!" ucap Arzam. Mereka semua mengangguk dan mendekatkan mobil mereka untuk menggabungkan perempuan. Ivi, Elina dan beberapa polwan berada dalam satu mobil. Mereka berhambur secepat mungkin.

"Kak, Kakak udah pegang senjata kan?" tanya Elina saat Ivi telah bersamanya.

"Udah lin... Kakak pegang pistol tadi dikasih sama Calvin."

"Alhamdulillah...."

"Semuanya harap tenang ya... Mereka sepertinya akan ke mobil kita." ucap salah satu polwan bernama Dini.

"Baik din" ucap Elina.

"Bahaya din! Empat orang bergegas ke sini." ucap Rita salah satu polwan.

"Kendalikan mobilnya dengan baik Rit! Kita harus bisa menghindari mereka! " ucap Dini.

"Iya din.. Bismillah!!" ucap Polwan itu. Ada 5 orang di dalam mobil itu. 3 polwan, Ivi dan Elina.

"Astaga mereka menodongkan pistol ke arah mobil kita!" ucap Jeje.

"Je, tenang, ini mobil anti peluru. Aku udah siaga tadi soalnya." ucap Ivi.

"Ah syukurlah." ucap Jeje.

"Kita hanya perlu mengendalikan kemudi dengan baik." ucap Elina.

"Rita awas!!" ucap Dini.

"Ahhh!!!" teriak mereka saat Rita mengatur kemudi dengan panik.

"Alhamdulillah... Berdoa berdoa..." ucap Rita. Tim Alfi kembali mengejar mereka sambil menembakkan peluru pistol.

"Untung saja meleset..." ucap Elina.

"Sepertinya kita sudah tidak bisa menghindar..." lirih Rita.

"Kenapa rit?"

"Mereka membawa ekskavator... Kita akan kalah" ucap Rita lesu.

"Rit, semangat!! Ayo kita bisa.!" ucap Elina.

"Saya dan Jeje akan mengeluarkan kepala kami sedikit dan melakukan penembakan pada penyerang.

"Tapi itu bahaya din" ucap Ivi.

"In Syaa Allah kita akan selamat.." yakin Dini.

"Siap?! Bismillah!!" ucap Dini dan Jeje langsung berkutat dengan pistol mereka.