webnovel

Pengaruh Kalevi

Pria itu berusia 42 tahun, namun wajahnya terlihat jauh lebih muda dari angka umurnya. Ia sudah dikenal oleh masyarakat luas sebagai pengusaha yang andal. Dingin dan tak bersahabat.

Mario Kalevi Jorell.

Terlahir di keluarga Jorell membuat hidupnya banyak memperoleh kemudahan. Kalevi adalah satu dari para anggota keluarga yang punya kuasa. Ia cerdik dan pandai memainkan daya tarik. Keelokan wajahnya menarik mata wanita, postur tubuhnya tegap, pembawaan dirinya menyiratkan kepemimpinan.

Kalevi bagaikan matahari terik di siang hari. Tinggi dan bersinar, sulit untuk digapai. Tinggi kemampuannya diinginkan banyak orang. Sinar pengaruhnya dibutuhkan sebagai alat penghasil kekayaan. Namun jika saja lengah di dekatnya maka bersiaplah terbakar oleh panas ambisinya. Ia bisa menjadi rekanan bisnis yang mumpuni, dan seketika menjadi lawan yang tak mengampuni.

Kalevi punya segalanya, segala yang diidamkan bagi kebanyakan para pria. Ia tidak mudah percaya, tidak mudah berbagi dan lebih banyak memendam isi hatinya seorang diri. Tentu saja kesepian sudah menjadi sahabat setianya.

Kalevi senang mengamati, mengamati mereka yang membuat perjanjian dengan keluarganya dan menikmati bagaimana mereka pada akhirnya terjatuh pada lubang neraka. Ia bisa tertawa melihat hal itu, namun bukan berarti ia tidak pernah mengeluarkan air mata melihat kebodohan terjadi di depan matanya.

Kalevi penuh misteri. Hanya ia yang tahu perasaannya sendiri.

“Permisi Tuan Kalevi,” seorang ketua pelayan yang berusia lebih tua dari Kalevi menghampiri lelaki dingin itu yang sedang termenung sendiri di tepi balkon.

“Ada apa Sam?”

“Saya sudah meletakkan filmnya di meja Anda.”

“Baiklah, terima kasih.”

“Saya juga ingin menyampaikan, Tuan. Anda ditunggu oleh Tuan Daiva dan Nyonya Molly untuk makan malam bersama dengan Tuan Felix.”

Kalevi memasang wajah bertanya-tanya. “Felix datang kesini lagi?”

“Ya, Tuan.”

“Untuk apa? Masih meminta keringanan pada kakakku?”

“Kali ini tidak, Tuan. Dia justru datang kesini untuk menandatangani perjanjian.”

Kalevi mengangkat alisnya. Ia paham betul apa yang dimaksud Sam dengan menandatangani perjanjian. “Jadi kakakku berhasil menjeratnya,” gumamnya seraya tersenyum sinis.

Kalevi lalu mengedarkan pandangannya pada sekeliling taman yang dipenuhi lampu-lampu terang. Pikirannya melayang dan dari wajahnya menyiratkan ketertarikan.

“Lihatlah, Sam. Aku akan mendapat tontonan yang menarik lagi,” tandasnya puas.

10 menit kemudian.

Kalevi terlihat menuruni anak tangga, dilihatnya kakak kandung dan kakak iparnya bersama Felix sudah menunggu di meja makan dengan berbagai santapan yang lezat. Sorot mata Kalevi berubah tajam kala ia memaku pada ayah Soa.

“Oh, Tuan Kalevi.” Felix berujar seraya bangkit berdiri dengan sedikit membungkukkan badan.

“Duduk saja Felix, tidak usah sungkan padaku,” balas Kalevi sambil menarik kursinya. Sejenak kemudian Kalevi mengarahkan tatapannya pada Daiva dan Molly. “Jadi ... klub keluarga Jorell mendapatkan anggota baru?” ujarnya memulai.

“Ya, Kau benar. Felix telah resmi menjadi anggota klub kita,” sahut Molly senang.

“Wah, aku tak menyangka kau punya nyali sebesar ini Felix.”

Felix hanya terdiam dan tersenyum sungkan mendapati ucapan Kalevi yang ia anggap sebagai pujian.

“Dia ayah yang bertanggung jawab,” Daiva menyambung turut memujinya.

Kalevi mengangguk-angguk. “Ya. Dia ayah yang bertanggung jawab.” Tatapan tajam Kalevi kepada Felix kembali keluar. “Lalu – siapa orang yang kau korbankan untuk menjadi bayarannya?”

Felix langsung terlihat tegang oleh pertanyaan Kalevi. Ia merasa tak siap untuk menjadikan pembicaraan seorang tumbal menjadi perbincangan yang ringan di meja makan.

“Ken Mannaf,” justru Molly yang lagi-lagi menjawab. Wanita itu sejak awal sudah terkesan biasa membahas masalah ini di situasi santai.

“Ken?” Kalevi berusaha mengingat-ingat. “Ken, Ken, Ken – oh! Putra bungsumu yang masih kecil itu?”

“Ya, Tu-Tuan Kalevi,” akhirnya Felix memberanikan diri membuka mulut.

“Ha.” Kalevi tersenyum lebar namun terasa hambar. Ia memajukan sedikit badannya dan menaruh perhatian penuh pada Felix. “Kau bukan saja ayah yang bertanggung jawab, Felix. Akan tetapi kau juga ayah yang sangat keji.”

Felix langsung terkejut oleh ucapan Kalevi. Ia sungguh tersudut oleh penilaian itu. Daiva dan Molly pun ikut tak enak hati dibuat oleh adiknya.

Diam-diam Kalevi merasa puas, ucapannya sudah berhasil menembak perasaan orang-orang di hadapannya. Namun ia tak ingin situasi tegang itu larut lebih lama, baginya sedikit bermain-main saja sudah cukup. Segera Kalevi menambahkan perkataannya lagi. “Akan tetapi klub ini memang sangat menyukai orang keji sepertimu. Kau memang memiliki jiwa seorang Jorell.”

Daiva dan Molly pun langsung tertawa mendengar ungkapan Kalevi. Dalam hati mereka sangat menyetujui apa yang dikatakan Kalevi.

“Adik iparku benar,” tambah Daiva. “Untuk sukses kau tidak boleh mengandalkan perasaanmu di sini. Percayalah Felix, Ken akan bahagia bersama kami dan pengorbanan kalian tidak akan sia-sia. Kau sudah berada pada keputusan yang tepat. Landasan kekejianmu adalah kasih sayang. Kau tidak boleh lembek dan hanya menerima nasib.”

Felix semakin melambung tinggi, kekeliruan menjadi sebuah kebenaran baginya. Dalam hati ia merasa perlu bertepuk dada, bahwa keberaniannya sudah membuatnya masuk ke dalam kumpulan orang-orang berjaya.

Kalevi lalu melirik pada Molly. “Aku tidak menyangka kalau rumah ini akan diisi oleh tawa anak kecil. Kakakku sepertinya sudah harus mulai belajar menjadi ibu yang baik.”

“Tentu saja, aku sangat senang bisa memiliki pengalaman ini,” timpal Molly dengan senyum simpul.

Kalevi santai menopang wajah dengan sikunya. Kata-katanya kemudian terkesan menyindir. “Baiklah. Kita lihat berapa lama kau akan bertahan.”

Molly langsung merasa tersentil. Dahinya langsung mengerut dan raut mukanya terlihat tak menerima. Berbeda dengan Kalevi yang tak terpengaruh sama sekali, ia tetap santai, tersenyum tawar terkesan meremehkan.

Daiva paham betul apa yang terjadi pada kakak beradik itu. Pandangannya pada Felix yang hanya terdiam dengan wajah kebingungan juga tak lepas darinya. Daiva tidak mau kepercayaan Felix luntur karena ucapan ceroboh Kalevi, maka ia segera mengalihkan perhatian.

“Kakakmu akan menjadi ibu yang hebat. Aku sangat percaya padanya,” ucap Daiva. “Baiklah kalau begitu. Mari kita makan sekarang,” ajaknya berhasil menenangkan suasana.

Tanpa diduga Kalevi justru memilih bangkit dari tempat duduknya. “Aku tidak lapar. Aku harus kembali ke kamar melanjutkan pekerjaanku – permisi.”

Kalevi pun pergi meninggalkan meja. Menyisakan pertanyaan di hati Felix tentang apa yang sebetulnya pria itu rasakan terhadap kehadirannya di klub keluarga Jorell.

***

Di hari minggu restoran keluarga Mannaf ditutup. Soa sengaja ingin menikmati hari liburnya untuk berkumpul di sebuah kafe langganan bersama dengan Zoe, Hanna, dan juga Dori.

Mereka bertiga adalah sahabat Soa sejak duduk dibangku sekolah menengah. Sebetulnya ada satu lagi dalam geng mereka yang bernama Max, namun karena alasan keluarganya Max harus pindah ke luar kota setelah kelulusan mereka.