"Ra, maafin aku ya? Tadi aku bener-bener kebawa emosi aja," -Juna

🍁🍁🍁
"Bos Juna berubah? Sim salabim abrakadabra jadilah..," Sam menirukan bak pesulap yang akan mengubah benda-benda biasa menjadi luar biasa. Sam menarik nafasnya. "Power Rangers. Hiyaaa," seolah-olah Juna sudah menjadi super hero.
Raka menahan tawanya, Juna di berikan satu teman dengan humor recehnya. 'Ya ampun Jun, gitu-gitu biar hidup lo gak monoton,'
Juna menangkap Raka tahan tawa. "Heh, ngapain ketawain gue?" Juna berkacak pinggang. Niatnya ingin marah karena cemburu pada Laura berujung dagelan seperti ini.
Raka terdiam. "Gak kok. Ra, ayo pulang bareng aku aja ya. Sekalian mampir ke mall, kalau kamu mau beli apa aja tenang kok Ra, aku bayarin," ujar Raka dengan mudahnya.
"Gak! Makasih. Aku bukan cewek matre yang haus harta. Minggir," Laura mendorong Raka, melangkah pergi. 'Kalau kak Juna mau berubah, silahkan. Aku gak ada hak apapun, karena kita bukanlah siapa-siapa,' Laura berjalan dengan air matanya. Apakah semua laki-laki di dunia ini sama?
Sam mencubit pinggang Juna seenak dahi. "Kejarlah bos. Jangan kayak patung manekin gini," ucap Sam kesal.
Juna mengangguk. Mengejar langkah Laura yang sudah di pintu gerbang utama.
Juna meraih tangan kurus itu. "Ra, maafin aku ya? Tadi, aku bener-bener kebawa emosi aja," mohon Juna dengan suara seraknya, rasanya ia ingin ikut menangis. Tapi kata Sam, boys not be cry.
"Maaf? Kalau kak Juna mau berubah dan jauhin aku, silahkan. Aku gak akan protes dan ngelarang kakak. Kalau pun sampai kita jadi orang asing, itu lebih baik kak,"dengan isak tangisnya, Laura meluapkan kekesalannya pada Juna. Bram memang sahabatnya sejak kelas 10, cowok itu selalu membantunya di kelas, Raka cowok asing entah datang darimana tanpa undangan tak mau pulang maunya di gampar karena saking kurang ajarnya atas sikapnya di perpustakaan tadi.
"Ya ra. Aku lagi cemburu tadi. Kamu tau? Waktu di perpus tadi, aku liat kejadian itu kok. Cuman-"
"Cuman apa?" Laura memotong ucapan Juna. Malah Satya yang menolongnya, meskipun dengan polosnya Satya bilang oh, mending kalian masuk ke kelas deh. Mau bel.
"Iya, tapi kan aku-"
"Cukup kak, aku mau pulang. Jangan ganggu aku," Laura menyingkirkan tangan Juna. Berlari sendirian dengan modal kendaraan kaki.
Keenam manusia berjenis laki-laki itu menghampiri Juna.
"Eh, kok gue kayak inget drama ini ya," Sam mulai menatap langit-langit, mencari kepingan tayangan yang pernah terlupakan.
"Apaan Sam?" tanya Alvaro penasaran. Pasti cuplikan film yang entah apa itu.
"Kayak gini," Sam berdehem. "Cukup Roma! Cu-" seperti biasa, kali ini Satya memiting Sam dengan gemas. "Lo itu lahir darimana sih Sam? Perasaan korban iklan sama film mulu," heran Satya. Sam tak pernah serius kalau bukan masalah tawuran dan rapat dadakan bak tahu bulat saja.
"Sam kan kebanyakan drama, sampai cinta pun drama juga," tambah Jaka yang ada sebenar-benarnya.
Sam memukul tangan Satya. "Lepasin Sat. Gue bukan adik lo yang bisa di unyu-unyu gemay gini," Sam meronta.
"Makanya, jangan bikin gue gemes dong," Satya melepaskan pitingannya.
Beberapa cewek pun salah faham.
"Ya ampun. Demi apa? Satya gemes sama gue? Awww, berarti wajah gue imut dong,"
"Cihuy, mas Satya emang top deh. Andai aja posisi Sam itu gue. Haduh, udah pingsan di tempat deh,"
Sam menggeleng pilu. "Tuh, mereka aja kalau lo lagi gemes sama gue. Jadi pelarian aja, sekali-sekali lah Sat baperin cewek,"
"Udah ngomelnya? Gak mau pulang?" akhirnya Juna angkat suara setelah menyaksikan drama Sam dan Satya bak kakak-beradik itu.
"Maunya di goyang. Asekk," sahut Sam dengan nyanyiannya.
"Ayo deh. Tinggalin aja Sam disini, biar di temenin sama medi sekalian," ujar Jaka menakut-nakuti.
"Iya, gue mau mandi nih sama keramas. Ntar ke-handsomeman gue luntur," ucap Alvaro ikut-ikutan, memihak Juna dan Jaka.
"Sungguh teganya, teganya, teganya, teganya," nyanyi Sam dengan tangan kanan ke depan, yang satunya memegangi dada seolah sesak.
Sebelum Satya melakukan Lamborghini-nya, Sam menyelinap masuk.
"Tega bener ya. Emang selama ini gue selalu yang gak enak-enak," curhat Sam setelah duduk di Lamborghini Satya tanpa meminta izin dari sang empu mau numpang pulang tanpa uang.
Satya menatap Sam heran. "Motor lo mana? Enak banget yah Sam, masuk ke Lamborghini gue,"
Sam menyengir tanpa dosa. "Hehe iya. E- motor gue lagi di bengkel Sat. Ada mesin yang rusak, ya jadi gak papa kan gue numpang pulang bareng lo?"
"Iya deh. Gue ikhlas,"
"Makasih Satya ganteng," Sam mengedip genit.
🍁🍁🍁
Antariksa yang tengah membaca koran dengan serius pun buyar kosentrasinya saat Juna membuka pintu tanpa ketuk dan salam.
"Main masuk aja. Ulangi," tekan Antariksa.
Juna menurut, mengetuk pintu dan mengucap salam.
"Waalaikumsalam. Masuk," Antariksa meminum kopinya. Istirahat sejenak dari segala kesibukan bisnis barunya yaitu The Peanut is Sembunyi yang baru di luncurkan kembali selama 4 tahun silam.
"Sini duduk dulu," ujar Antariksa manis.
'Hm, pasti ada maunya nih. Apalagi kalau bukan Laura,' dengan keterpaksaan yang hakiki, Juna duduk di single sofa.
"Kenapa yah? Juna mau istirahat nih, capek," keluh Juna membunyikan jemarinya agar sang ayah tau betapa capeknya ia. Antariksa tidak bisa di bohongi begitu saja, ada suatu hal penting yang akan ia sampaikan pada putra semata wayangnya ini.
"Kamu sama Laura udah sejauh apa?" tanya Antariksa dingin.
"Penting? Lagian, Laura cuma cewek biasa yah. Dia gak punya temen. Selalu menyendiri, dia di jauhi semua siswa yah," jelas Juna dengan nada sedihnya. Apakah seorang Laura harus di jauhi?
"Juna. Kamu gak tau fakta yang sebenarnya. Kalau sampai ayah dapat buktinya lagi, mau gak mau kamu harus tinggalin Laura," tekan Antariksa tegas. Meletakkan korannya sembarang, berlalu pergi meninggalkan Juna dengan ketermenungan dan rasa cemasnya.
🍁🍁🍁
"Kalau mie ayamnya gak di makan. Buat gue aja deh," Sam meraih mangkuk Juna yang masih utuh tak tersentuh. Merasa akan di angkut mie ayamnya, Juna menepis tangan nakal Sam.
"Gak boleh," Juna melindungi mangkuknya.
Satya terkekeh. "Bos, mirip banget sama Nafisa kalau lagi ngambek,"
"Eh iya, Sat. Kapan-kapan gue pinjem Nafisa-nya ya Sat. Biar ada temen main," usul Sam. Satya sudah was-was. "Gak ah, wajah lo meragukan gitu," kata Satya, Nafisa akan rewel lagi dengan Sam, ketidakcocokan dengan kehadiran sosok Sam sebagai manusia laki-laki. Tapi Satya percaya, penglihatan seorang anak kecil seukuran balita seperti Nafisa tidaklah salah.
Laura, Bram dan Raka duduk selisih satu meja dengan Juna.
Sam menggeleng. "Wah, parah-parah. Sekarang Raka jadi satu geng sama Laura?" tanya Sam sambil mengunyah otak-otak.
Satya mengedikkan bahu. "Gak tau. Tapi, kayaknya Raka di terima baik," jawab Satya logis.
"Kayaknya mustahil deh. Secara Raka kan kemarin udah mau bertindak aneh ke Laura. Lah? Masa iya, Laura nerima Raka gitu aja jadi temennya? Kan aneh dong. Pasti Laura gak mau, Raka berbahaya," tambah Jaka dengan pendapat lebih logis dari Satya.
"Iya juga sih. Bener kata Jaka," Alvaro manggut-manggut.
"Bos gak mau nyamperin Laura?" tanya Radit, lebih tepatnya saran.
Juna beranjak dari duduknya, menghampiri Laura yang tengah mengobrol dengan Raka tanpa ada rasa risih seperti kemarin.
Juna memilih posisi duduk di sebelah Bram.
"Ra, perkataan aku kemarin cuma cemburu aja," jelas Juna dengan nada memohon. Laura tampak acuh dan meminum lemon tea-nya.
...🍁🍁🍁...
Aku up banyak? karena aku kadang lupa alurnya, setiap besok mau up selalu revisi dan sebagian kata2nya hilang gk bisa di pulihkan.
Nyapa gue? bisa dong @arjuna.zander