Rangga dan keempat anggota band keluar dari ruangan dan bersiap berlatih. Musik sudah dimulai tapi Rangga terdiam.
"Elu kenapa, Rangga?" Tanya Nuno.
"Elu kepikiran sama apa yang diomongin Ramli tadi?" Tanya Jimmy.
Demas menggelengkan kepalanya. Demas berhasil mengendalikan tubuhnya kembali. Demas menatap kedua tangannya dan mulai menggerakkan jemarinya dengan bingung. Matanya berubah menjadi sedih, 'sial! Jangan-jangan orang tua itu!' Ia berpikir bahwa Rangga telah tiada sehingga rohnya meninggalkan tubuhnya, meninggalkan dunia.
"Gue harus ke rumah sakit!" Demas tampak tergesa-gesa. 'Atau, bisa saja orang tua itu bangun.' Pikir Demas berusaha tetap berpikir positif.
Demas tiba di rumah sakit dan berlari ke ruang ICU tempat Rangga di rawat, ia menghela nafas tenang karena ternyata Rangga masih tertidur di tempat tidurnya. Rangga masih dalam keadaan koma.
Ia kemudian menatap tempat tidur yang lain. Tempat tidur dimana Raisa terbaring koma. Saat ini kehamilannya sudah memasuki delapan minggu.
Demas tersenyum dan mencium pipi Raisa dengan lembut dan kemudian duduk di sebelah tempat tidur. Ia meraih tangan Raisa dan meremasnya dengan lembut.
"Rai, aku kangen banget sama kamu." Ujar Demas jujur sambil memandang wajah Raisa yang masih tampak tertidur dengan tenang.
"Aku emang suka memandang kamu waktu kamu tertidur, tapi aku kangen banget waktu kamu ngomel dan bilang aku 'creepy' karena menatap kamu waktu kamu tidur." Lanjut Demas.
"Calon anak kita udah dua bulan, kata dokter dia sehat." Demas tampak murung.
"Harusnya, kita sudah bikin konferensi pers untuk mengumumkan pernikahan kita." Demas mengelus jemari Raisa dengan lembut menggunakan jempolnya.
"Bapak kamu terus menanyakan tentang kita. Aku bingung jawabnya. Kita harusnya menjelaskan hal ini berdua. Kamu, masa tega membiarkan aku diomelin Bapak kamu sendirian." Demas memandang wajah Raisa dan tanpa disadarinya, air matanya mulai meleleh ke pipi-nya.
"Aku janji aku enggak bakal posesif lagi, aku enggak bakal ngehalangin kamu kuliah ke Singapura. Aku bahkan akan ikut ke Singapura." Demas mulai terisak. "Tapi kamu harus bangun! Please, bangun, Sayang!"
Setelah beberapa menit menghabiskan waktunya dan bercerita kepada Raisa tentang kenangannya. Demas memutuskan untuk pulang.
Ia menatap tubuh Rangga yang juga masih terbaring koma. Ia tidak mengatakan apa-apa dan kemudian keluar dari ruang ICU.
Demas cukup terkejut karena wartawan sudah menunggu di luar pintu rumah sakit.
"Rangga, apa benar gadis bernama Raisa itu istri kamu?"
"Rangga, apa benar Raisa hamil anak kamu?"
"Rangga, apa benar kamu dipecat dari grup band D'Jagoan?"
"Rangga, apa benar kamu berusaha membuat Raisa keguguran dan dengan sengaja menabrakkan mobil kamu?"
<Rangga, apa kamu benar-benar mencintai Raisa?> Suara Rangga mendadak terdengar di kepalanya. Kegelapan tiba-tiba menyelimutinya dan Demas pingsan di lapangan parkir rumah sakit.
Para wartawan tampak panik dan khawatir. Beberapa dari mereka bekerja sama mengangkat Demas untuk dibawa ke ruang unit gawat darurat.
Setelah hampir satu jam, akhirnya tubuh Demas membuka matanya. Ia memandang sekeliling.
"Demas?" panggil Rangga dengan hati-hati agar tidak ada perawat yang mendengarnya. "Demas, elu ada disini?"
Demas tidak menjawab.
Seorang perawat muda datang dan ia mengecek keadaan Demas. "Tunggu sebentar ya Kak, dokter akan segera mengecek keadaan Kakak."
Rangga mengangguk mengerti dan menunggu pemeriksaan dokter. Karena hanya dehidrasi ringan, dokter mengizinkan Rangga, yang saat ini kembali berada di tubuh Demas, untuk pulang.
Rangga memutuskan untuk pulang lebih cepat dan tidak kembali ke perusahaan untuk berlatih.
Setibanya di rumah, Rangga membuka semua laci milik Demas. Mencari tahu tentang hubungan Raisa dan Demas. Ternyata Rangga tidak mendengar ataupun mengetahui semua perkataan Demas di rumah sakit.
Rangga menemukan sebuah kardus berukuran besar di bawah kasur Demas. Ia membuka kardus tersebut dan melihat beberapa potong kemeja, dasi, jas, jaket, celana, sepatu, dan parfum.
Rangga menyemprotkan parfum ke pergelangan tangannya, ia menyukai bau parfum tersebut dan kemudian menyemprotkan parfum tersebut beberapa kali ke dadanya.
"Demas! Kamu sudah pulang?" Tanya Kamila yang berteriak dari ruang tamu.
Rangga sedikit terkejut atas panggilan Kamila, "iya eomma! Demas di kamar!"
Kamila dan Reino yang saat ini berada di dapur, "sini keluar, eomma beli sate ayam, ada sate kambing, sama gulai kambing juga."
Rangga segera keluar kamar dan membantu Kamila dan Reino mempersiapkan makan malam mereka.
"Tadi, eomma baca di twitter, kamu pingsan di rumah sakit ya?" Kamila bertanya lembut, kemudian ia menyentuh dahi Rangga untuk mengecek suhu tubuhnya, "kamu, enggak demam kan?"
Rangga tersenyum kepada Kamila, sudah lama ia tidak diperhatikan seperti itu, "Enggak, eomma, cuma dehidrasi aja."
Kamila mendekatkan hidungnya ke dada Rangga, "kamu pakai parfum, Appa? Sudah hampir sepuluh tahun, harum parfumnya masih kuat ya." Komentar Kamila. "Bawa satenya ke meja makan." Perintah Kamila.
'Jadi, yang di dalam kotak itu, adalah barang-barang ayah-nya Demas.' Pikir Rangga.
Rangga, Kamila, dan Reino makan malam bersama selayaknya keluarga.
"Demas, eomma mau bicara dahulu dengan kamu. Sehabis cuci piring bersama Reino, kamu ke ruang baca ya." Perintah Kamila.
"Oke, eomma."
Setelah menyelesaikan tugasnya mencuci piring, Rangga segera menuju ruang baca.
"Sini, duduk! Eomma mau bicara." Ujar Kamila tegas, "Demas, eomma mau kamu jujur dengan eomma. Apa benar kamu menghamili Raisa?"
Rangga terdiam, ia menatap Kamila. Ia tidak tahu apakah anak yang ada di dalam kandungan Raisa adalah anak Demas atau bukan.
"Rangga, jawab eomma."
"A...aku..." Rangga tergagap.
"Kan eomma sudah bilang, kamu harus jaga Raisa baik-baik. Jangan sampai kalian kebablasan. Tahu begini, eomma masukkan kamu ke boarding school khusus laki-laki." Kamila terdengar marah, tapi kemudian Kamila menangis.
"Eomma takut, kejadian yang eomma alami terjadi pada gadis lain. Demas, kamu itu ganteng. Sangat ganteng seperti Appa kamu, tapi bukan berati kamu bisa tidur dengan sembarang wanita. Apalagi, wanita sebaik Raisa. Eomma sangat suka dengan gadis itu."
Rangga menatap Kamila dengan lekat, ia tidak tahu harus berkata apa.
Kamila mulai menangis karena rasa kecewanya pada putra semata wayangnya. "Eomma, eomma... Gagal membesarkanmu jadi pria yang baik."
Rangga memeluk Kamila dengan erat. Tangis wanita itu masih terdengar keras dan air matanya mulai membasahi kemeja yang dipakai Rangga.
Kamila dapat merasakan bahwa Rangga mengelus pundaknya dengan lembur berusaha menenangkan hatinya. wanita itu membenamkan wajahnya semakin dalam di dada Rangga. Ia dapat mencium bau parfum khas mendiang suaminya di tubuh Rangga.
Ia kemudian menatap wajah Rangga lekat-lekat. Rangga sangat mirip dengan mantan suaminya.
Rangga mulai mendekatkan wajahnya kepada Kamila. Kamila diam membeku, seakan pasrah.
PLAK!
Kamila menampar Rangga dengan keras. SANGAT KERAS.
Rangga menatap Kamila bingung, ia tersadar. Ia hampir mencium Kamila, padahal ia ada di tubuh Demas.
"Pokoknya, bila Raisa bangun, atau anak itu lahir, kamu harus bertanggung jawab!" Omel Kamila, lalu berjalan keluar kamar meninggalkan Rangga sendiri di ruang baca dengan pipi yang merah dan terasa panas.