webnovel

Melisa [Cinta Pertama]

Melisa Aurelie gadis remaja yang tak bisa melupakan cinta pertamanya. Dion, terpaksa harus pindah ke luar kota karena mengurus sang Ibu yang tengah sakit. Menjalani cinta jarak jauh terasa berat, tapi tak pernah menjadi beban bagi Melisa. Dia yakin bisa melewati semua ini. Tapi itu hanya berlaku bagi Melisa saja. Suatu ketika Dion menghilang tanpa kabar, membuat hati Melisa hancur, dalam ketidak—pastian, akan tetapi gadis itu tetap menunggu Dion kembali. Hingga datang seorang pria dari masa lalu, dan mampu mengobati sakit hatinya. Namanya, Bagas, dia adalah teman masa kecil Melisa. Tapi di saat Melisa mulai melupakan Dion, serta sudah menetapkan hatinya untuk Bagas, di saat itu pula Dion datang kembali, dan membuat hati Melisa dirundung dilema.

Eva_Fingers · Thanh xuân
Không đủ số lượng người đọc
93 Chs

Kerja Sama

"Maaf, dengan siapa saya berbicara?" tanya Jeni pada Sarah.

"Nama saya, Sarah," jawab Sarah seraya mengulurkan tangannya.

Kalau dilihat-lihat gadis ini benar-benar sangat cantik, dan sangat cocok menjadi pasangan Julian, dan tentunya sifat mereka yang sama-sama buruk juga sangat serasi.

Kemudian Jeni menyuruh Sarah untuk duduk di sampingnya.

"Silahkan duduk, Mbak, anggap saja rumah sendiri," kata Jeni.

"Lah, 'kan, ini klub malam pacar saya? Harusnya saya—"

"Oh iya maaf, hehe," Jeni memotong kalimat Sarah seraya tersenyum tak berdosa.

"Maaf, Mbak Sarah, saya mau bebicara serius dengan Mbak Sarah," ujar Jeni.

"Mau bicara apa ya?" tanya Sarah.

"Mbak, bisa bantu saya enggak?"

"Bantu apa ya?"

"Mbak, saya butuh uang," bisik Jeni di telinga Sarah.

"Uang? Tapi saya buka rentenir, Tante, mana bisa minjemin uang?" ujar Sarah.

"Maksudnya, bisa enggak cariin pelanggan buat saya?" ujar Jeni memperjelas maksudnya.

"Maksudnya ... Tante, mau jual diri?" tanya Sarah memastikan.

"Iya! Menang itu tujuan kami!" tegasku membantu Jeni. Jeni juga mengangguk sambil tersenyum seolah dia benar-benar setuju.

"Tapi ...." Sarah melihat penampilan kami dari atas ke bawah.

"Kenapa ya, Mbak?" tanyaku.

"Maaf, kami memang menyediakan jasa itu, dan bahkan kami tak segan untuk turun langsung mencari seorang gadis untuk menjual jasanya di sini, tapi gadis ya! Gadis, ingat gadis, bukan Ibu-ibu!" tegas Sarah.

"Oh, gitu ya?" Jeni manggut-manggut paham.

Dan Sarah juga tidak sadar jika Elis sedang merekam pembicara kami secara diam-diam.

Kami semua juga membawa sebuah kamera kecil yang kami taruh di bagian kancing tas kami, tentunya sudah di desain kusus.

Ada banyak alat perekam yang kami bawa selain kamera ponsel Elis.

Rencana kami akan mengumpulkan semua vidio-vidio itu untuk kami jadikan dalam satu file lalu kami akan menyebarnya ke Internet.

Dengan begitu, usaha Sarah dan Julian akan gulung tikar, dan mereka akan di seret di kantor polisi.

Kami menyebar vidio dengan akun bodong, maka identitas kami tetap akan terjaga.

Jadi Elis tidak akan mendapatkan berbagai pertanyaan yang wajib ia jawab. Mereka tertangkap, sementara kami bisa bernafas dengan lega, tanpa harus diintegrasi para polisi dan para teman-teman kami yang kepo.

"Tapi, biar kata udah Tante-tante, kami ini masih seksi lo!" ujar Jeni.

"Iya, saya juga bahenol!" sahutku asal-asalan.

Lalu Sarah menyahuti ucapan kami,

"Tapi, selera para pelanggan kami itu sukanya yang masih anak ABG lo, Tante!" ujar Sarah lagi.

"Kalau begitu bagaimana cara kalian mencari anak-anak gadis?" tanya Jeni.

Sarah terlihat agak keberatan untuk menjawab kami, mungkin ini adalah rahasia baginya. Aku yakin dia tidak nyaman untuk menceritakan bagaimana cara dia mendaptakan gadis untuk dijadikan barang dagangannya. Terbukti seperti yang kami ketahui bahwa mereka kadang mencari gadis dengan cara menipu, Julian akan berpura-pura mendekati gadis itu, selanjutnya dia akan menjual mereka kepada pria Hidung Belang secara paksa.

"Mbak Sarah, udah kasih tahu aja caranya, barang kali kita bisa bekerja sama?" desak Jeni.

"Maaf, Tante-tante, sekalian lebih baik kalian cari cara lain untuk mencari uang!" tegas Sarah.

"Tapi, kami benar-benar sudah bingung, kami ini sedang terlilit hutang dengan salah seorang Rentenir! Kalau kami tidak bisa segara mendapat uang dan membayar hutang-hutang kami, maka setatus sosial kami bisa terancam!" tukas Jeni dan dia memasang wajah sedih penuh emosional.

"Tapi saya sudah bilang, Tante-tante atau Ibu-ibu, sekalian! Kami hanya menerima gadis muda saja, tidak wanita setengah tua seperti kalian!" tegas Sarah.

"Mbak Sarah, kami ini sudah tahu kalau kalian tidak bisa menerima kami, tapi tolong ceritakan bagaiamana cara kalian menjerat para gadis, supaya kami bisa melakukan hal yang sama. Dan kalau kami bisa menjerat banyak gadis kami bisa menjualnya lagi kepada kalian, dan kita bisa bagi hasil!" tutur Jeni.

Kemudian Sarah terdiam sesaat, sepertinya dia sedang mikirkan ulang ucapan Jeni.

"Kalau soal bagi hasil dan uang sebenarnya boleh juga," ujar Sarah sambil manggut-manggut.

Dan tak lama Julian tiba-tiba muncul kemudian menghampiri kami.

"Halo, ada apa ini?" tanya Julian.

Dan pelan-pelan Sarah menjelaskan niat kami kepada Julian.

Sebelumnya Julian agak ragu-ragu untuk menjelaskan cara mereka mendapatkan para gadis kepada kami.

Tapi Jeni terus merayunya, sekali lagi kuakui Jeni itu sangatlah cerdik sehingga dia berhasil membuat Julian benar-benar percaya kepada kami.

"Baiklah, saya setuju untuk bekerja sama dengan kalian," ujar Julian.

"Kalau begitu ceritakan kepada kami, bagaimana cara kalian mendapatkan seorang gadis, dan bagaimana tipu daya yang kalian lakukan sehingga bisa membuat para gadis itu mau menuruti perintah kalian?" tanya Jeni.

"Kita kenalan dulu ya, Tante-tante yang cantik!" ujar Julian seraya tersenyum dan mengulurkan tangan.

"Eh, iya juga ya kita belum kenalan lo," imbuh Sarah sambil tersenyum.

Kemudian aku mengulurkan tanganku sambil tersenyum pula.

"Kenalkan nama saya, Lisa. Panggil saya, 'Tante Lisa,'" ucapku.

Kemudian disusul oleh Jeni.

"Kenalkan nama saya, Nita, panggil saya, 'Tante Nita' ya, Ganteng!" ujar Jeni seraya mencolek wajah Julian dengan genit.

"Itu pacar aku, Tante! Jangan digenitin dong!" protes Sarah yang tidak terima.

"Eh, maaf ya, Mbak Sarah, saya kalau liat brondong ganteng, bawaanya pengen nyolek aja," ujar Jeni seraya tersenyum tak berdosa.

"Hmm!" Sarah mendesis kesal.

Kemudian Elis masih menundukkan kepalanya, dia takut jika Julian dan Sarah akan mengenalinya. Padahal kami ini sudah berdandan 180° berbeda dari biasanya.

Tapi Elis masih tak percaya diri jika gayanya kali ini bisa menutupi wajah aslinya.

"Tante, yang ini kok diam aja ya?" tanya Julian, "sariawan?" imbuhnya lagi.

Jeni langsung angkat bicara untuk menutupi ketakutan Elis.

"Ehm! Jadi gini, Mas Julian, yang ganteng banget, teman saya yang ini memang lagi pendiam, soalnya dia yang paling stress mikirin hutang kami!" ujar Jeni.

"Memang hutang kalian ada berapa banyak sih?" tanya Sarah yang super kepo.

"Gak banyak-banyak amat sih, cuma 4 M aja," jawab Jeni santai.

Julian dan Sarah langsung terperangai mendengarnya.

"Cuman 4 milyar?!" teriak kompak Julian dan Sarah.

"Itu sih, banyak banget, Tante!" ujar Sarah.

"Memangnya kalian habis ngapain sih, kok punya hutang sampai milyaran?" tanya Julian.

"Begini, Mas Jul! Kami baru aja borong tas branded, niatnya buat dijual lagi, eh ternyata barang KW! Kami juga kena tipu, jadi kami harus mengganti semua uang teman-teman kami yang sudah masuk, sementara uangnya udah terlanjur kami pakai buat foya-foya!" jelas Jeni. Tentu saja hanya penjelasan yang mengada-ada.

"Waduh, ribet juga ya urusannya?" ujar Julian.

"Nah, makanya, Mas! Bantuin kita dong!" rengekku.

"Yaudah terima aja, Beib, siapa tahu bisnis kita makin besar dengan bekerja sama dengan mereka. Selain itu kita gak perlu susah payah turun langsung kelapangan! Dan tentunya kamu gak perlu godain para cewek supaya mau jadi pacar kamu terus kamu jual!" tutur Sarah pada Julian.

Bersambung ....