webnovel

Melisa [Cinta Pertama]

Melisa Aurelie gadis remaja yang tak bisa melupakan cinta pertamanya. Dion, terpaksa harus pindah ke luar kota karena mengurus sang Ibu yang tengah sakit. Menjalani cinta jarak jauh terasa berat, tapi tak pernah menjadi beban bagi Melisa. Dia yakin bisa melewati semua ini. Tapi itu hanya berlaku bagi Melisa saja. Suatu ketika Dion menghilang tanpa kabar, membuat hati Melisa hancur, dalam ketidak—pastian, akan tetapi gadis itu tetap menunggu Dion kembali. Hingga datang seorang pria dari masa lalu, dan mampu mengobati sakit hatinya. Namanya, Bagas, dia adalah teman masa kecil Melisa. Tapi di saat Melisa mulai melupakan Dion, serta sudah menetapkan hatinya untuk Bagas, di saat itu pula Dion datang kembali, dan membuat hati Melisa dirundung dilema.

Eva_Fingers · Thanh xuân
Không đủ số lượng người đọc
93 Chs

Dijual Sama Om-om

"Udah gak usah ditutupin," kata Julian pada Elis

Hal itu membuat Elis syok mendengarnya. Bisa-bisanya pria itu malah menyukai penampilannya yang terbuka.

Elis ingin marah, tapi dia takut jika kemarahan itu hanya akan membuatnya merasa malu, karena orang yang ada di dalam Klub Malam itu akan melihat kearahnya dan akan menggunjingnya.

Akhirnya Elis memilih diam, walau sambil menahan emosi.

"Elis, kamu benar-benar keliatan sempurna banget, perpaduan imut bercampur seksi, Om Tito pasti suka banget," ucap Julian.

"Om Tito? Siapa dia?" tanya Elis yang penasaran.

"Om Tito ... Om aku, El," jawab Julian agak sedikit canggung, dan terkesan seperti menutupi sesuatu.

"Lalu apa hubungannya kamu, bilang kalau Om Tito bakalan suka sama aku?" Elis bertanya lagi.

"Ya, karena ...," Julian terlihat bingung untuk memberi penjelasan.

"Kerena apa, Kak Jul?" desak Elis.

"Eh, El! Ke sana yuk!" ajak Julian seraya menarik tangan Elis dengan paksa.

"El, aku lihat kamu itu agak sulit ya soal keuangan?" tanya Julian.

"Ya gitu deh, Emak bekerja sebagai ART, sementara Bapak udah menikah lagi. Jadi uang jajanku itu ngepres banget, gak sebanyak uang jajan Melisa dan Jenita," jawab Elis.

"Nah, oleh karena itu, El! Aku mau kasih kamu kerjaan yang bisa menghasilkan banyak uang! " ujar Julian dengan penuh antusias.

"Kerjaan? Tapi Emak ngelarang aku buat kerja, Kak! Emak cuman nyuruh aku supaya tetap fokus sekolah dan mendapatkan nilai yang bagus!" ujar Elis.

"Iya sih, tapi pekerjaan ini tuh gampang banget. Duitnya banyak, selain itu gak bakalan ganggu waktu sekolah kamu, dan pastinya kamu tetap bisa fokus belajar." Pungkas Julian.

"Emangnya kerja apaan, Kak?"

"Pokoknya ada deh, kerjanya bentar doang, dan kamu bisa ambil pas hari-hari libur seperti sekarang begini," jelasnya lagi.

"Ah, masa? Tapi—"

"El, percaya deh, setelah ini kamu gak bakalan lagi kekurangan uang jajan, dan kamu malah bisa teraktir kedua teman kamu itu!"

Mendengar ucapan Julian membuat Elisa sangat penasaran, secara logika dia berpikir jika apa yang diucapkan Julian itu terasa mustahil lagi pula mana ada bekerja tidak terlalu capek dan hanya sampingan tapi bayarannya besar?

'Kecuali kerja sebagai Pe—'

"Hay, Jul!" seketika Julian dan Elis menengok ke belakang secara kompak. Lalu tampak seorang pria setengah tua berambut botak dengan perut buncit melambaikan tangan. Pria itu agak pendek, kira-kira tingginya sekitar 157 CM, dan mengenakan pakaian formal menggunakan jas hitam ala orang kantoran.

"Hey, Om Tito! Sini!" panggil Julian seraya membalas tangan pria itu. Kemudian pria setengah tua itu mendekati Julian dan Elis.

"Gimana, Jul, udah dapat, 'kan?"

"Oh, ya pasti dong, Om, Dapat! Jul gitu loh!" sahut Julian dengan bangga.

"Jangan bilang kalau yang ada di belakang kamu itu, orangnya," tanya Tito.

"Emang itu kali Om, gimana? Cantik, 'kan?" tanya Julian sambil melirik kearah Elis

Dan di saat itu Elis benar-benar masih bingung, tidak tahu maksud dari obrolan Julian dengan pria yang bernama Tito, dan yang katanya Om-nya Julian.

Kemudian pria setengah tua itu langsung mendekat, dia berdecak kagum memandang tubuh Elis dari atas ke bawah.

"Bukan main, ini benar-benar selera Om, kamu itu memang pintar ya, Jul!" puji Tito.

Dan tanpa berpikir panjang Tito langsung mendekati Elis.

Kemudian dengan tingkah genitnya dia mengulurkan tangan kearah Elis.

"Halo, Cantik, siapa namanya?" tanya Tito.

Elis masih ragu untuk meraih tangan itu, lalu Julian berkedip kearah Elis seraya bergumam pelan, yang mengisyaratkan agar Elis mau menyambut tangan Tito lalu berkenalan dengan baik.

"Halo, Om, nama saya, Elis," ucap Elis.

Dalam hati Elis berkata, 'ih masa iya sih dia Om-nya Julian? Mukanya gak ada mirip-miripnya, Kak Julian, 'kan ganteng, nah yang ini ....' Elis mengernyitkan dahinya.

"Elis, kamu cantik banget, umur kamu berapa?" tanya Tito seraya menatap Elis dengan sorot mata yang aneh. Seolah akan menerkam.

"Emm ... maaf, Om, tangannya bisa dilepasin dulu enggak?" sindir Elis.

"Eh, iya," Tito segera melepaskan tangannya yang menjabat tangan Elis.

"Kita duduk di sana yuk!" ajak Tito seraya melirik kearah sofa, "nanti kita ngobrol di sana," ujarnya lagi.

Elis langsung menolak mentah-mentah. "Enggak mau ah, Om! Saya kesini, 'kan sama Kak Julian bukan sama, Om!" sengut Elis.

"Aduh, kamu agak galak ya?" kata Tito, "eh tapi gak apa-apa sih, saya suka sama wanita galak, apalagi masih muda seperti kamu," Tito mencolek dagu Elis dengan gemas.

Seketika Elis mendengus kesal dengan kedua mata yang melotot tajam.

Pria ini memancing emosinya, dia menepis tangan Tito.

"Jangan colek-colek saya! Emangnya saya ini sabun?!" bentak Elis.

"Haduh haduh haduh, kamu luar biasa galak ya?" Tito kembali berdecak heran, "biasanya cewek galak ini kalau main juga brutal! Saya suka yang brutal-brutal," kata Tito dengan raut wajah yang santai.

Elis kembali dibuat naik pitam dengan ucapan Tito.

"Eh, Om! Maksudnya apa?!" tanya Elis.

Jajan langsung mendekati Elis dan mencoba untuk menenangkan Elis.

"El, kamu yang sopan dong sama orang tua," bisik Julian di telinga Elis.

"Ya habis nih orang tua ngeselin banget sih, Kak!"

"Ya tapi, dia itu orang kaya lo," kata Julian.

"La bodo amat! Mau kaya kek, mau miskin kek, atau Gembel, aku gak peduli!" sahut Elis.

"Gak boleh begitu Elis, aku gak mau tahu kamu harus bersikap baik sama Om Tito!" paksa Julian.

"Loh kok, Kak Jul, maksa sih?!"

Julian langsung mencengkram tanya Elis dengan kasar. Lalu dia berbisik dengan raut wajah penuh amarah.

"Aku bilang kalau kamu harus baik sama Om Tito, ya kamu harus nurut!" ujar Julian dengan nada mengintimidasi.

"Kak—"

"El, aku tahu kamu itu butuh uang, buat penuhi kebutuhan kamu biar gak blangsak terus-terusan, makanya aku mau kenalin kamu sama Om Tito!" ujar Julian.

"Maksudnya apa, Kak! Kak Jul, mau jual aku sama Om-om Buncit, itu?!" tanya Elis seraya menunjuk kearah Tito.

Tito langsung memegang perutnya sendiri.

"Kurang ajar! Perut seksi begini dibilang buncit!" bentak Tito.

"Eh, maaf, Om, yang sabar ya, Om," ujar Sarah menenangkan Tito.

Elis meraih kerah baju Julian dengan ekspresi penuh emosi.

"Aku itu benar-benar sayang sama, Kak Jul, tapi Kak Jul, ternyata cuman manfaatin aku!" ujar Elis.

"Makanya kamu itu jangan GR, Elis! Mana mau aku sama kamu! Aku ini pacarnya Sarah!" jawab Julian.

Elis menggelengkan kepalanya sambil mengeratkan cengkraman tangannya.

"Aku benar-benar kecewa sama, Kak Jul!" bentak Elis.

Julian tersenyum sinis lalu dia meraih tangan Elis, dan menjambak rambut Elis dengan kasar.

"Jangan macam-macam kamu, El! Kamu pikir kamu itu siapa berani bentak-bentak aku?!" ancam Julian.

Bersambung ....