webnovel

Melisa [Cinta Pertama]

Melisa Aurelie gadis remaja yang tak bisa melupakan cinta pertamanya. Dion, terpaksa harus pindah ke luar kota karena mengurus sang Ibu yang tengah sakit. Menjalani cinta jarak jauh terasa berat, tapi tak pernah menjadi beban bagi Melisa. Dia yakin bisa melewati semua ini. Tapi itu hanya berlaku bagi Melisa saja. Suatu ketika Dion menghilang tanpa kabar, membuat hati Melisa hancur, dalam ketidak—pastian, akan tetapi gadis itu tetap menunggu Dion kembali. Hingga datang seorang pria dari masa lalu, dan mampu mengobati sakit hatinya. Namanya, Bagas, dia adalah teman masa kecil Melisa. Tapi di saat Melisa mulai melupakan Dion, serta sudah menetapkan hatinya untuk Bagas, di saat itu pula Dion datang kembali, dan membuat hati Melisa dirundung dilema.

Eva_Fingers · Thanh xuân
Không đủ số lượng người đọc
93 Chs

Bukan Kekuatan Super

Setelah itu aku tak ingat apa-apa lagi. Sepertinya do'aku dikabulkan. Dan aku benar-benar pingsan.

Hingga kudengar seseorang mendobrak pintu lalu dia memanggil namaku dengan pelan.

"Mbak Mel, bangun, Mbak ...." Suara itu terasa tidak asing di telingaku, sangat mirip suara... 'Bagas?!'

Ah ... tapi tidak mungkin kalau itu Bagas, karna dia berada di Semarang.

Sudah pasti aku ini sedang bermimpi. Dan tak lama terasa ada seseorang yang menggendong tubuhku, apa itu Dino?

Ah tapi tidak mungkin juga kalau, Dino. Pria itu membawakan keluar dari ruangan yang gelap dan berjalan menuruni tangga. Lamat-lamat cahaya terang mulai menyapa di pelupuk mataku yang masih terpejam. Sepertinya aku sudah berada di luar ruangan.

Perlahan aku memberanikan diri membuka mata. Ternyata benar, aku sudah berada di luar rumah itu, dan kulihat dengan seksama wajah si pria yang menggendongku ini.

Kedua netraku seketika membulat sempurna.

"BA-BA-BA—" Aku berbicara lantang tapi mendadak gagap.

"Apaan, Mbak? 'Bagong?'" potong Bagas.

"Ih ...!" Kutepuk pundak Bagas dengan kencang.

"Aduh sakit tahu, Mbak!" keluhnya.

"Buruan turunin gue!" bentakku.

Akhirnya Bagas menurunkanku dari gendongannya. Setelah itu kupandangi wajah Bagas dengan seksama. Lalu kuteupuk-tepuk wajahku sendiri.

"Akh! Sakit!" keluhku, "ternyata aku beneran lagi gak mimpi?" Aku masih tak percaya.

Bagas mengernyitkan dahinya melihat tingkahkan anehku ini.

"Mbak Mel, gak kenapa-kenapa, 'kan?" tanya Bagas dengan polosnya.

"Gas, ini beneran, Bagas!" Aku bertanya untuk memastikan.

"Ya iya dong, Mbak Mel! Ini 'Bagas!' emang disangkanya siapa? Justin Bieber?!" ujar Bagas ngelawak.

"Ih, tapi kok bisa sih? Kamu, 'kan lagi di Semarang, Gas! Emang kamu punya kekuatan apa? Kok bisa sampai Jakarta dalam waktu yang singkat?!" tanyaku beruntun kepada Bagas, dan agak sedikit heboh.

"Mbak Mel, kayaknya keseringan nonton film Superhero deh! Makanya tingkat kehaluannya semakin tinggi!" cerca Bagas.

Aku pun tak peduli dengan ucapannya. Karna aku memang masih bingung dengan kehadiran Bagas saat ini.

Bagaimana bisa dia ada di Jakarta.

Dan perlahan Bagas mengajaknya pergi.

Kami hanya bejalan kaki, karna komplek perumahan sepi kendaraan.

Dan Bagas, mengajakku mampir di salah satu rumah di komplek ini.

"Mbak Mel, pasti capek banget ya?" tanya Bagas, dan aku pun mengangguk.

"Mbak Mel, pasti lapar ya?" tanya Bagas sekali lagi, dan aku pun juga mengangguk lagi.

"Yasudah kalau begitu, Mbak Mel, istrahat dulu, kebetulan Bunda, lagi masak banyak, gak ada yang makan. Ayah lagi kerja, dan saya di rumah sendirian. Nanti kalau sudah makan saya antarkan pulang, " ujar Bagas.

"Tunggu!" Aku menghentikan langkahnya. "Tadi kamu bilang 'Bunda, sama Ayah?' apa jangan-jangan ini rumah—"

"Iya, Mbak Mel, ini rumah orang tua saya," jawab Bagas.

Sekarang aku tahu mengapa Bagas bisa tiba-tiba muncul dan menolongku. Rupanya bukan karna kekuatan super atau kekuatan mistik yang ia miliki, tapi karna Bagas memang sedang berada di Jakarta.

Rumah orang tua Bagas, tidak jauh dengan rumah yang dipakai Dino untuk menyekapnya semalam.

'Eh ... ngomong-ngomong di mana Dino sekarang?

Kok bisa tiba-tiba menghilang secara misterius?' bicaraku di dalam hati. Aku benar-benar heran kenapa Dino bisa hilang bak ditelan bumi. Apa jangan-jangan dia—

Ah bodo amat! Yang penting aku selamat!

"Ayo, Mbak, kok malah melamun sih?!" sergah Bagas.

Aku pun sampai tersentak, dan dia mengajakku masuk lalu menyuruhku makan di rumahnya.

"Kalau, Mbak Mel, mau cuci muka dulu toiletnya di sana!" ujarnya seraya menunjuk pintu toilet yang berwarna biru langit.

Aku mengangguk dan segera masuk ke dalam toilet itu.

Setelahnya baru aku duduk di ruang makan. Dan sarapan bersama dengan Bagas.

Kali ini aku makan tanpa jaim. Karna aku lapar sekali. Si Dino Sialan, itu sudah mengurungku tanpa memberiku makan.

Masa bodohlah aku membuang rasa maluku dan makan dengan lahap tanpa menyisakan makanan di meja itu. Tak peduli Bagas yang tampak heran melihatku.

"Mbak Mel, kayaknya laper banget ya?" tanya Bagas.

"Hmm!" Aku menjawabnya dengan dengusan berat.

"Yaudah, nambah lagi ya!" kata Bagas.

"Ok, dengan senang hati!" jawabku.

Aku ini bukan Mel, si anak gemuk seperti dulu, aku adalah Mel, yang kurus permanen dan tak bisa gemuk walau makan banyak. Jadi aku akan mengisi perutku sampai penuh. Dan aku tak perlu memikirkan program diet apapun!Entah kenapa tubuhku bisa berubah seperti ini?

Tapi ini adalah anugrah bagiku hehe....

***

Setelah makan Bagas mengantarkanmu pulang, sebenarnya aku masih lelah dan ingin beristirahat sejenak, tapi aku harus pulang karna takut Tante Diani, dan kedua orang tuaku kebingungan mencariku.

Sambil menunggu taksi lewat aku dan Bagas berdiri di trotoar jalan. Dan tak sengaja kami melihat orang-orang yang tengah berkerumun dan bergosip ria.

"Ih, serem juga ya? Masa bisa begitu?"

"Iya di rumah besar cat ungu itu memang terkenal angker, rumah itu, 'kan memang udah lama gak di tempati sama pemiliknya!"

"Masa sih?"

"Iya, udah sering lo ada kejadian aneh, waktu itu ada Tukang Bakso lewat yang ketemu sama Nenek-nenek, di depan rumah itu!"

"Ah yang bener? Jadi merinding nih!"

"Iya, Bu! Beneran!"

"Terus Nenek-nenek itu hantu ya?" tanya salah seorang Ibu-ibu yang penasaran. Dan si Ibu-ibu yang bercerita tentang Nenek-nenek itu menggelengkan kepalanya.

"Ya bukan sih, ternyata si Nenek itu Tukang Urut keliling, yang tersesat," jawabnya sambil nyengir tak berdosa. Dan Ibu-ibu yang lainnya menepuk kening masing-masing gubrah.

"Ih, kalau begitu ngapain cerita, kita ini, 'kan lagi cerita tentang hantu yang ada di rumah itu!"

"Ih, ya maaf hehe,"

Aku pun mulai penasaran dengan obrolan mereka. Ciri-ciri rumah yang mereka sebut itu, 'kan sangat mirip denagn rumah yang digunakan Dino untuk menyekapnya tadi malam.

Aku pun segera mendekati orang-orang itu.

"Eh, Mbak Mel, mau kemana?" tanya Bagas.

"Entar dulu, Gas!" sahutku.

"Bu, ada apa kok rame-rame?" tanyaku.

Awalnya mereka melihatku dengan nanar, sepertinya mereka heran dengan kehadiranku yang secara tiba-tiba. Apa lagi aku orang asing di komplek ini.

Namun seorang Ibu-ibu bertubuh tambun dengan kepala yang di penuhi rol rambut, tampak antusias memberitahuku.

"Tadi malam di rumah yang bercat ungu sebarang jalan ada hantu, Neng!" ucapnya.

"Hantu?" Aku tampak bingung.

"Iya, ada anak lelaki lari terbirit-birit dari dalam rumah itu, gara-gara lihat penampakan Genderuwo!" ucap Ibu itu dengan ekspresi hebohnya.

"Hah?! Masa sih?!" Aku sampai membuka mulutku lebar-lebar.

'Apa jangan-jangan orang itu, Dino, ya? Karna secara tiba-tiba Dino menghilang begitu saja. Mungkin Dino berlari saat aku sedang pingsan semalam?' bicaraku di dalam hati.

"Ciri-ciri, anak lelaki itu seperti apa, Bu?" tanyaku memastikan

"Oh, anak itu berkulit putih, tinggi sekitar 175 cm, hidung mancung, dan memakai kawat gigi," jelas Ibu itu.

Yah tidak salah lagi! Itu adalah Dino!

Bersambung....