webnovel

Bab 11: Times Break

Sudah lima menit berlalu, namun tak ada yang memulai pembicaraan. Sejak kedatangan Ganendra ke restoran, ia justru sengaja menutup restoran. Bukan karena ingin mengecek keuangan atau semacamnya, tapi hanya untuk bicara dengan Hana. Namun yang terjadi, Ganendra hanya menatap Hana lamat-lamat, tanpa bicara sepatah kata pun. Hana makin tidak habis pikir dengan kelakuan Ganendra yang makin hari makin tidak masuk akal.

"Sebenarnya anda mau bicara apa, Pak Ganendra?" tanya Hana yang sudah kehabisan kesabaran.

Ganendra tidak menjawab, lelaki itu justru tersenyum samar. Entah sejak kapan, senyuman dingin itu sukses membuat Hana tidak bisa berkutik.

"Padahal Leon dua tahun lebih tua dari saya, tapi kamu panggil dia 'Mas'," ucap Ganendra asal, yang sukses membuat Hana mengernyitkan dahi. "Ares juga kamu panggil 'Mas'."

"Kalau kedatangan anda hanya ingin membahas ini, lebih baik saya keluar. Masih banyak pekerjaan yang belum saya kerjakan," ucap Hana seraya bangkit dari tempatnya.

"Saya kangen banget sama kamu, Hana," ucap Ganendra akhirnya.

Hana yang sebelumnya bergegas pergi, mendadak kaku. Tubuhnya terasa seperti disiram air dingin, membeku.

"Kamu tahu, saya bekerja seperti orang gila supaya bisa cepat pulang dan ketemu sama kamu. Tolong kamu lebih ramah sedikit."

"Ramah?" Hana tertawa pelan. "Bahkan anda nggak minta maaf atas apa yang anda lakukan terakhir kali sama saya."

"Minta maaf untuk apa?"

"Saya sudah menduga, anda pasti nggak ingat. Sesuatu yang dilakukan ketika mabuk memang nggak pernah berakhir baik," ucap Hana lagi, nadanya meninggi karena emosi.

"Saya tidak mabuk, dan saya tidak minta maaf karena saya tidak merasa melakukan kesalahan. Saya ingat betul apa yang saya lakukan malam itu, dan itu semua bukan kesalahan. Saya melakukan itu karena saya memang mencintai kamu."

"Berhenti bilang anda mencintai saya! Tahu, nggak? itu membuat saya merasa terbebani." Hana sudah tidak bisa menahannya lagi. "Katakanlah saya nggak tahu diri karena berani-beraninya menolak orang seperti anda, tapi realistis saja. Lihat saya sekarang, pelayan lusuh, dekil, miskin. Memang dari mana pantasnya saya sama Bapak?!"

"Saya juga sudah berhenti dari pekerjaan Pacar Sewaan. Inginnya saya juga berhenti dari sini, tapi saya nggak bisa. Jadi tolong, Pak Ganendra, saya mohon," ucap Hana pelan, suaranya mulai bergetar karena menahan tangis. "Jangan membuat saya lebih merasa tidak nyaman lagi dari ini. Saya permisi."

Padahal niat awalnya Ganendra yang ingin bicara pada Hana. Ia juga ingin memberikan hadiah yang ia beli saat di luar negeri untuk gadis itu. Tapi ternyata hari ini Hana lebih banyak bicara dari biasanya. Ganendra sudah tahu, dari semua cerita Ares. Selama di luar negeri, tidak pernah sehari pun Ganendra lewatkan tanpa mendengar kabar dari Ares. Ternyata Hana memang lebih terbuka pada Ares ketimbang padanya, dan hal itu cukup membuatnya kesal.

Untuk saat ini, Ganendra hanya bisa membiarkan Hana sendiri dulu. Gadis itu sedang emosi, dan Ganendra tahu, keberadaannya hanya akan membuat Hana semakin kesal. Jadi ia putuskan untuk membiarkan Hana sendiri dulu, sambil memikirkan bagaimana caranya membujuk Hana. Memberitahukan pada Hana kalau dirinya berharga. Membuktikan padanya, bahwa Ganendra sama sekali tidak peduli siapa Hana, status keluarganya atau seberapa dekil penampilannya. Karena buat Ganendra, cintanya hanyalah Hana, mau bagaimanapun kondisi gadis itu.

***

Hana menarik napasnya dalam-dalam, sebelum sekali lagi membasuh wajahnya dengan air dingin. Entah berapa lama lagi ia mengurung diri di toilet dan menangis, karena rasanya Hana kesal sekali. Ia tidak menyangka kalau bertemu dengan Ganendra setelah sekian lama tidak akan pernah menjadi reuni yang menyenangkan. Yang ada, Hana hanya akan dibuat emosi dengan segala omong kosong yang keluar dari mulut Ganendra. Hana menarik napas sekali lagi, sebelum kemudian memutuskan keluar.

"Han, kamu baik-baik aja?" tanya Dean yang cemas dengan kondisi Hana yang terlihat kacau setelah keluar dari ruangan Ganendra.

"Aku baik-baik aja," jawab Hana pelan.

"Pak Ganendra ngomong apa aja sama kamu? Dia kelihatan seram, nggak kayak Mas Ares."

Hana terkekeh pelan. Benar yang dikatakan Dean, Ganendra memang kaku, dingin dan menyebalkan. Siapa yang akan menyukai sikapnya itu? Selain wajahnya yang kelewat tampan, Tidak ada hal lain yang membuat Hana tertarik padanya.

"Iya. Dia emang seram, dingin, nyebelin," ucap Hana kesal. "Ke dapur aja, De. Bang Andra masak apa hari ini?"

"Nasi goreng, seperti biasa."

"Yuk, makan!" ajak Hana.

Melihat Hana yang sudah kelihatan lebih baik, Dean hanya bisa tersenyum. Ia sadar betul, kalau ada sesuatu yang terjadi antara Hana dan Ganendra. Namun, Dean tidak mau mendesak Hana untuk menceritakan segala sesuatu yang terjadi padanya. Ia hanya ingin Hana yang bercerita dengan sendirinya, tanpa ada tekanan maupun paksaan darinya.

***

"Gimana, Ndra, udah ketemu Hana?" tanya Ares tepat saat Ganendra sampai di kantor.

"Laporan keuangan projek udah kamu cek?" ucap Ganendra mengalihkan pembicaraan. Kalau sudah begini, Ares tahu bahwa ada sesuatu yang terjadi.

"Sudah semua, tinggal tanda tangan kamu sama stempel perusahaan," jawab Ares santai. Di hadapannya Ganendra mengangguk singkat seraya mengecek berkas-berkas yang menumpuk di mejanya. "Nggak berjalan lancar, ya? Sama Hana."

"Saya nggak mau bahas itu, Res."

Jelas, sudah pasti ada yang tidak beres. Ares tidak menanyakannya lebih jauh, karena tahu meskipun dirinya bertanya Ganendra tetap tidak akan mengatakan apa pun. Paling-paling ia hanya akan memarahi Ares dan memintanya mengerjakan pekerjaan yang lebih banyak. Ares masih terdiam di hadapan Ganendra sembari menyaksikan lelaki itu memeriksa pekerjaannya, sampai kemudian Ganendra bersuara.

"Selama tiga bulan saya pergi, Hana nggak cerita apa-apa?" tanya Ganendra tiba-tiba. "Apa nggak ada hal yang terlewat? Barang kali kamu lupa, Res."

Ares tidak langsung menjawab, untuk beberapa saat, pikirannya melayang pada ingatan dua minggu yang lalu. Ia menjentikkan jarinya, kemudian menatap Ganendra dengan gembira.

"Dua minggu yang lalu, Hana pernah tanya begini." Ares tidak langsung melanjutkan ucapannya, membuat Ganendra menatapnya dengan tidak sabaran.

"Tanya apa?"

Ares berdehem pelan, kemudian berbicara dengan nada yang dibuat mirip dengan Hana. "Mas Ares, Pak Ganendra sudah berapa kali pacaran?"

Sontak, ucapan Ares barusan sukses membuat Ganendra melotot. Sementara di tempatnya Ares malah tertawa.

"Terus kamu jawab apa, Res?!"

Melihat reaksi Ganendra yang panik, Ares bukannya menjawab, tapi malah semakin tertawa. Padahal, saat Hana menanyakan hal itu, jujur Ares pun sama terkejutnya dengan Ganendra sekarang. Namun reaksi Ganendra yang seperti ini sama sekali tidak pernah Ares duga sebelumnya.

"Aku hanya bilang apa yang aku tahu, sisanya kamu yang harus cerita sendiri ke Hana."

Entah kenapa, ada rasa lega di hati Ganendra. Namun, sudut lain dirinya merasa tidak rela akan hal lain. Kenapa Hana bisa begitu terbuka dan mudah sekali dekat dengan Ares, sementara padanya, Hana seolah memasang pagar berduri yang tinggi agar Ganendra tidak bisa melewatinya.

***