webnovel

Penyerahan

Saat Voran berada di pusat komando, dia menyaksikan perang yang terhenti setelah Selek Valaunter dibawa pergi Grim Larsson. Dia menyaksikan keadaan di medan perang telah berubah sepenuhnya.

Hanya sisi kiri yang masih memiliki perjuangan dan itu terjadi tepat pada Swaster Merran yang terus terengah-engah ketika menghadapi 'Tujuh Tombak Putih'

"Ugh!!! Situasi ini … entah bagaimana berakhir begitu saja. Aku tidak mengharapkan mereka akan sebegitu buruknya. Mereka terlalu terpusat pada sang jenderal dan rantai komando yang kurang lengkap dan terpadu. Rantai komando benar-benar diperlukan, setiap lini pasukan harus memiliki seseorang yang mampu, jika tidak situasi yang akan terjadi pasti sama seperti saat ini. Sebuah pembelajaran yang bagus untukku!"

Voran tersenyum besar ketika dia melihat Medan perang. Matanya terus tertuju pada Selek Valaunter yang dibawa oleh Grim Larsson ke pusat komando. Ledakan aura yang sebelumnya terjadi membuat Voran sadar betapa kultivasi itu penting.

Menyaksikan sendiri perang berhenti begitu saja setelah kekalahan Selek Valaunter. Tidak mungkin dia tak memperhatikan hal ini. Sedangkan, sisi kiri berakhir begitu kedua pasukan mengalami kehancuran.

Di pusat komando, Grim Larsson menahan Selek Valaunter yang tak berdaya dan di sana pula ada Mivac Belloc yang tergeletak.

Richard Veus dan Voran sedang membicarakan sesuatu hal saat para prajurit musuh melarikan diri ataupun menyerah. Kekacauan terjadi begitu mereka menyaksikan kesempatan hidup mereka menipis.

Tak ada yang mau berlama-lama di tempat itu. Tidak peduli bagaimana akhir yang akan didapatkan, para prajurit itu bergegas meninggalkan Medan perang.

Kehidupan mereka lebih penting daripada hal lainnya dan tentu saja mereka akan memilih untuk mempertahankan kehidupan mereka. Tidak peduli bagaimana hasilnya, mereka meninggalkan tempat itu.

Voran mengawasi mereka dengan tenang dan tidak terganggu oleh hal tersebut. Di depan matanya, Mivac Belloc dan Selek Valaunter terbaring dengan lemahnya. Mereka berdua kehilangan tenaga dan tidak bisa melakukan satu tindakan kecil sekalipun.

Voran tak meminta Richard Veus untuk memberikan perintah pada pasukannya mengejar para prajurit yang melarikan diri dari Medan perang. Dia hanya menanti apa yang akan dilakukan oleh Veus. Dia benar-benar mengabaikan situasi di medan perang begitu ada rasa tak nyaman di dadanya.

Sungguh perasaan tak mengenakkan itu tiba-tiba saja muncul dan membuat dia hampir jatuh. Voran tahu bila ini merupakan efek dari ketidakmurnian Ki yang dia serap.

Begitu Voran tenggelam dalam proses memurnikan Ki di dalam tubuhnya. Dia tak lagi mengetahui apa yang terjadi di sekitarnya, termasuk kembalinya para prajurit. Dia sama sekali tidak mengira bila perang ini berakhir dengan situasi yang cukup buruk untuknya.

Walaupun ia memenangkan perangnya, pasukannya cukup terkikis hingga meninggalkan pasukan dalam jumlah yang tak sepadan. Kemenangan yang menguras sebenarnya.

Pasukannya kembali dalam formasi yang cukup rapi dengan membawa tawanan. Para prajurit yang menyerah mereka perlakukan dengan baik dan tidak dalam kondisi buruk. Sedangkan, prajurit yang berhasil meloloskan diri dari jerat pasukannya.

Walau mereka berhasil lolos bukan berarti mereka bisa bertahan hidup. Perang berakhir begitu hari berubah malam dan pasukannya kembali ke perkemahan mereka.

Voran tidak menghentikan pemurniannya, dia melakukannya secara perlahan-lahan sewaktu dia merasakan ada pergerakan di sekitarnya. Saat dia merasakan getaran di tanah, dia membuka matanya dan melihat seluruh pasukan pergi. Ia pun mengikuti prajurit yang kembali ke perkemahan.

Dalam perjalanannya, ia terus memikirkan apa kekuatan yang dia miliki ini dan bagaimana kekuatan itu bisa dia menuntunnya mengalami peningkatan kekuatan yang signifikan dalam waktu singkat.

Ketika malam tiba, Voran dan seluruh petinggi pasukannya berada di dalam tendanya. Dia mengadakan pertemuan untuk membahas langkah selanjutnya. "Larsson, Veus. Apa yang kalian pikirkan tentang mereka berdua dan kemanakah kita harus pergi setelah ini? Aku berpikir kita tidak bisa langsung begitu saja menyerang Kerajaan Arannor. Prajurit kelelahan, suplai pasokan belum terdistribusi dengan baik. Kita juga perlu melakukan perjalanan yang cukup jauh. Dengan tertawannya Mivac Belloc dan Selek Valaunter. Kita sudah menang!"

Larsson mendengarnya dengan tenang, keputusan apapun yang akan dibuat nanti. Dia tak akan peduli. Jika memang mereka harus melanjutkan perjalanan dan menuju ke Kerajaan Arannor dan menaklukkannya. Ia akan mengikutinya.

Setelah mengalami banyak pertempuran, dia telah menyimpulkan jika bertarung sama berartinya dengan berkultivasi. Oleh karena itu, tak ada ruginya mengikuti apapun keputusan Voran.

Sedangkan, Veus memikirkan pertanyaan itu lebih mendalam. Dia tidak bisa secara asal mengirim pasukannya pergi menaklukkan Kerajaan Arannor, terutama saat mereka berada dalam kondisi yang buruk. Hanya ada kemalangan dalam tindakan itu.

Veus tidak ingin membiarkan prajurit di dalam komandonya mati secara sia-sia. Distribusi pasokan yang tidak stabil dan tersendat-sendat menjadi salah satu masalah utama untuknya saat ini.

Demi mengurangi kerugian, Veus tidak ingin pasukannya masuk ke dalam penaklukkan Kerajaan Arannor setelah mengalami pertempuran yang intens.

Meski tahu ini merupakan kesempatan yang tak datang dua kali, Veus tetap berpikir jika langsung menyerang, mereka tidak akan bisa memaksimalkan hasil yang nantinya akan mereka dapatkan.

"Yang Mulia, aku tidak keberatan jika kita menyerang ibukota mereka. Namun, pertimbangkan kondisi pasukan kita terlebih dahulu, seandainya kita mengambil pilihan itu. Akan tetapi, bila Yang Mulia tetap pada keputusan awal untuk kembali ke kerajaan. Aku sangat mendukungnya. Apapun yang ingin Yang Mulia lakukan, aku akan disampingmu!" Veus telah memutuskan untuk terus mendukungnya.

Sebenarnya tak ada keputusan yang buruk diantara dua pilihan itu, hanya saja pilihan mana yang memiliki kerugian lebih sedikit.

Voran tidak mengatakan apapun lagi setelah mendengar jawaban Veus dan sikap yang ditunjukkan Larsson.

Keduanya akan mendukung apapun keputusannya dan itu terlihat dari sikap mereka berdua.

Di samping itu, ia mengerti bila Larsson tak terlalu peduli akan hal semacam ini karena fokusnya akan selalu tertuju pada kultivasi seperti yang dia lakukan beberapa waktu lalu.

"Dua pilihan itu sama baiknya. Menyerang mereka ketika terluka, sebuah kesempatan yang langka. Jika kita kembali dan mengabaikan kesempatan ini, mungkin akan sulit untuk menyerangnya di kemudian hari. Namun, posisi kita juga tidak bisa dibilang baik. Pasukan yang berada dalam kondisi cukup buruk dan informasi yang terbatas pada kekuatan yang ada di ibukota Kerajaan Arannor."

Voran mengetuk tangannya ke meja dan pandangan matanya terus mengalami perubahan saat pikirannya berkelana ke berbagai tempat. Dia mencoba mencari tahu apa yang terbaik untuknya saat ini.

Dua pilihan itu terlalu ambigu dan masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan.

Setelah memikirkannya beberapa saat. Apalagi, sebelumnya dia telah mengatakan maksudnya. Dia mulai mendapatkan jawaban atas kebimbangannya.

"Baiklah, aku putuskan untuk kita beristirahat selama beberapa hari di sini dan melanjutkan perjalanan menuju ke Ibukota Kerajaan Arannor. Kumpulkan setiap informasi yang ada dan dapatkan informasi dari mereka berdua. Aku percaya pada kalian!"