webnovel

Main Love

Dua insan manusia dengan latar belakang yang berbeda. Maya Salim adalah seorang yatim piyatu berumur 20 tahun yang tinggal bersama dengan adik laki-lakinya yang masih seorang pelajar dan bibi angkatnya. Menjalani kehidupan yang sulit karena kisah kelam di masa lalunya. Marven Cakra Rahardi, seorang pewaris utama dari grup Cakra perusahaan pertambangan terbesar di Indonesia, yang membuatnya menjadi salah satu pria muda terkaya di Indonesia, ia merasa kesal dengan kakeknya yang mendesaknya untuk menikah dengan wanita kaya pilihannya dan selalu menghina ibu kandungnya yang hanya seorang wanita miskin. Sebuah desakan dan penghinaan, menjadi sebuah amarah berujung sebuah pernikahan kontrak. Marven melamar Maya, seorang pelayan dihadapan semua tamu kakeknya hanya untuk membuat kakeknya merasa terhina. Sandiwara cinta terpaksa dijalankan, tapi perlahan menjadi terbiasa dan berubah menjadi sebuah harapan namun dendam Maya di masa lalu selalu menghantui. Cinta yang perlahan muncul bersama keraguan. Rasa tidak percaya dengan cinta yang datang begitu cepat. Sebuah rahasia besar dibalik kisah asmara berselimut dendam masa lalu. Akankah cinta dapat menang melawan keraguan dan rasa sakit hati? (mengandung konten dewasa, mohon bijak sana dalam membaca 18++) *** hi, terimakasih karena sudah membaca novel buatan ku 。◕‿◕。 Aku akan sangat menghargai setiap review serta komen yang kalian berikan. (*˘︶˘*).。*♡ Kalian bisa menghubungi ku di : lmarlina8889@gmail.com

mrlyn · Thành thị
Không đủ số lượng người đọc
281 Chs

pieces of secret (3)

Marve masih menunduk sedih, bahkan Maya tidak membawa ponselnya jadi ia sama sekali tidak dapat menghubunginya.

Ia baru saja menceritakan semua permasalahannya pada Dewi, sebuah kesalah pahaman yang terjadi kembali akibat ulah Rara.

"Wanita jalang.." Dewi bergumam kesal, tanpa membuang waktu ia menyuruh pengawal menyeret Rara keluar dan melemparkannya dengan kasar ke tepi jalan.

"Jangan pernah tunjukan wajah kotormu disini lagi." Dewi memekik kesal lalu menutup pintu gerbang rapat-rapat meninggalkan Rara yang menahan tangisnya dan menatap tajam penuh kebencian.

Ia baru akan beranjak bangun saat melihat sepasang kaki yang mengenakan sepatu berhak tinggi tepat berada dihadapannya.

Dengan perlahan, ia mengangkat kepalanya dan sosok Maya yang berdiri tegak dengan tatapan diinginnya adalah pemilik kaki itu.

Dengan sekuat tenaga Rara beranjak bangun, ia menatap Maya lekat tanpa ketakutan sedikitpun terpancar diwajahnya.

Maya mendesah, ia baru saja mengetahui kenyataan pahit tentang kedua orangtuanya yang selama ini menjadi sebuah rahasia besar, dan ia masih ingin menenangkan diri tapi melihat wajah wanita yang kini berada dihadapannya membuat darahnya seketika naik.

"Lihatlah.. suamimu bahkan mendatangi kamarku semalam, kami bercinta dan menghabiskan waktu menggairahkan bersama." Ucap Rara berbohong.

Maya tidak bergeming ia tetap dengan tatapan kosongnya "Menidurimu dan sekarang melemparkanmu kejalan?.. Apakah itu disebut sebuah kebanggaan. Aku melihatmu seperti kotoran." Maya membalas tanpa gentar.

"Menjijikan.. Bahkan melihat wajahmu sudah membuatku mual, Suamiku tidak akan menyentuhmu meskipun kamu kamu menari tanpa busana dihadapannya. Jangan kamu pikir aku tidak tahu jika ia bahkan tidak pernah menciummu saat kalian bersama karena Marve tidak pernah benar-benar jatuh cinta padamu." Maya menyeringai, ia hanya mengarang saat ini agar hati Rara menciut, dan semoga saja apa yang diucapkannya benar. Ia tidak dapat menahan rasa sakit yang kini masih mencekiknya setelah melihat Marve keluar dari kamar Rara semalam.

Dan ucapan Rara yang mengatakan jika ia menghabiskan malam yang indah bersama Marve membuat hatinya terbakar, namun ia menyembunyikan emosinya dengan menunjukan ketenangannya.

Rara terdiam, matanya memerah, sebagai seorang wanita harga dirinya terluka. Ia telah memposisikan dirinya serendah mungkin untuk mengemis cinta pada Marve dan bahkan Maya terlihat tidak terusik sama sekali.

"Apa lagi yang kamu tunggu? Pergilah." Maya mengusir Rara dengan mudahnya, Rara memandang kesal tapi ia tidak berdaya jadi akhirnya ia pergi meninggalkan Maya.

Gerbang terbuka tepat setelah Maya baru saja akan menekan bel, wajah murungnya masih terlihat dengan jelas.

Kesedihannya bercampur aduk, ia bahkan tidak lagi merasakan jantungnya berdetak. Semuanya kosong dan hanya tersisa rasa sakit hati.

Maya membuka pintu rumahnya dan Marve telah berdiri menanti.

Jika saja ia tidak terbangun semalam dan melihat Marve keluar dari dalam kamar Rara maka sudah dipastikan ia akan berhambur memeluk Marve dan menangis dalam dekapannya.

"Dari mana kamu?"

Maya menghentikan langkahnya, nada suara Marve terdengar berbeda kini, Suaranya terdengar berat dan semburat merah terlihat dimatanya.

"Kamu masih perduli padaku?." Maya balik bertanya, Marve berjalan mendekat.

Ia mendengus dan tersenyum getir. "Kamu bertingkah seolah kamu adalah wanita yang telah dihianati."

Maya menyipitkan matanya, menahan sekuat tenaga agar air matanya tidak menetes kembali. "Lantas.. aku harus bersikap seperti apa, bahkan orang bodohpun akan berpikiran sama denganku. Jika aku yang keluar dari dalam kamar seorang pria tengah malam, bagaimana perasaanmu?" Maya mendorong dada Marve dengan jarinya.

"Lantas.. semua itu dapat kamu jadikan alasan untuk berselingkuh dibelakangku? Membalasku dengan pergi ke hotel bersama cinta pertamamu?" Marve memekik, emosi menguasai dirinya saat menerima sebuah pesan misterius berisi potret Maya yang dirangkul oleh Andre memasuki loby hotel.

Maya mengedipkan matanya seirimg dengan air matanya yang menetes.

"Jangan memfitnahku.. disaat kamu yang berbuat berselingkuh, kamu memutar semua fakta yang ada!" Maya memekik tidak terima.

"Memfitnah katamu?" Marve merengkuh bahu Maya dan mencemgkramnya erat, sebelum akhirnya ia melepaskan Maya dengan cepat dan mengambil ponselnya lalu memperlihatkan potret Maya bersama dengan Andre.

Potret mereka tadi pagi saat ia melakukan pertemuan dengan pamannya dan Agung, Andre memang merangkulnya tapi ia melepaskannya dengan ceoat dan siapa yang telah memotret semua ini.

Maya terdiam "Ini tidak seperti yang kamu bayangkan." Maya memekik tidak terima, Marve sudah tidak mampu lagi menahan amarahnya hingga ia merebut kembali ponselmya dari tangan Maya dan membantingnya hingga hancur berkeping.

"Lantas apa yang kalian lakukan? Bermain congklak didalam sana?" Marve berteriak tepat diwajah Maya membuat Maya sedikit merungkut ketakutan.

"Jadi beginikah caramu menyingkirkanku Marve? Kamu mengembalikan semua kata-kata yang aku ucapkan semalam. Bertingkah seolah kamu pria suci yang hanya mencintaiku padahal kamu tengah malam keluar dari dalam kamar mantan kekasihmu." Maya berteriak tidak kalah kencang, ia tidak terima dengan semua ucaoan Marve yang dilontarkan padanya, teriakan dan bentakan yang melukai hatinya serta tuduhan tidak berdasar yang melukai harga dirinya.

"Lantas? Jelaskan padaku.. apa yang kamu lakukan dengannya jika kamu memang istriku dan bukan seorang wanita jalang!"

Nafas Maya tercekik, Marve mengataimya seorang wanita jalang.

"Apa yang kamu lakukan di hotel sana bersama dengan cinta pertamamu?" Marve membentaknya lagi.

"Aku tidak melakukan apapun seperti yang ada dalam pikiran kotormu! Aku mencari keadilan.. aku bertemu dengan keluargaku, terserah padamu mau mempercayaiku atau tidak." Maya memekik, matanya memerah, ia menahan nafasnya sebelum akhirnya mendekat selangkah lebih dekat lagi.

Marve tidak percaya karena setahunya, Maya hanya tinggal sebatang kara kini.

"Kamu tidak pandai berbohong, kamu terlalu terkejut karena aku mengetahui perbuatan kotormu? Aku tahu kamu hanya hidup sebatang kara.. keluarga mana yang kamu maksud, keluarga yang akan kamu jalin bersama cinta pertamamu?" Marve memekik, ia tidak mempercayai sepatah katapun yang diucaokan oleh Maya, semua foto itu terlalu jelas baginya dan melukai hati serta harga dirinya.

"Baiklah.. jika kamu tidak mempercayaiku.. aku tidak akan mengemis padamu, katakan saja jika kamu ingin kembali kepada kekasihmu.. jangan membuatku seolah sama kotornya denganmu." Maya memekik, ia kemudian menarik nafasnya dalam dan mengeoalkan tangannya.

"Dengar ini baik-baik Marve... Pria terhormat yang dengan terang-terangan berselingkuh dihadapanku.. Mari kita berpisah! Wanita jalang sepertiku tidak pantas untukmu bukan? Kembalilah sesuka hatimu pada kekasih yang kamu cintai itu dan teruslah tutup matamu rapat, karena aku tidak akan pernah muncul lagi dihadapanmu." Maya mentap lekat wajah Marve, ia akan terus mengingat kejadian hari ini, dan dengan kasar ia melepaskan cincin pernikahannya tepat di wajah Marve.

"Benar.. pergilah.. menghilang dari hadapanku!" Marve memekik, ia bahkan melepaskan cincin pernikahannya juga dan melemparkannya melewati Maya.

...