webnovel

Main Love

Dua insan manusia dengan latar belakang yang berbeda. Maya Salim adalah seorang yatim piyatu berumur 20 tahun yang tinggal bersama dengan adik laki-lakinya yang masih seorang pelajar dan bibi angkatnya. Menjalani kehidupan yang sulit karena kisah kelam di masa lalunya. Marven Cakra Rahardi, seorang pewaris utama dari grup Cakra perusahaan pertambangan terbesar di Indonesia, yang membuatnya menjadi salah satu pria muda terkaya di Indonesia, ia merasa kesal dengan kakeknya yang mendesaknya untuk menikah dengan wanita kaya pilihannya dan selalu menghina ibu kandungnya yang hanya seorang wanita miskin. Sebuah desakan dan penghinaan, menjadi sebuah amarah berujung sebuah pernikahan kontrak. Marven melamar Maya, seorang pelayan dihadapan semua tamu kakeknya hanya untuk membuat kakeknya merasa terhina. Sandiwara cinta terpaksa dijalankan, tapi perlahan menjadi terbiasa dan berubah menjadi sebuah harapan namun dendam Maya di masa lalu selalu menghantui. Cinta yang perlahan muncul bersama keraguan. Rasa tidak percaya dengan cinta yang datang begitu cepat. Sebuah rahasia besar dibalik kisah asmara berselimut dendam masa lalu. Akankah cinta dapat menang melawan keraguan dan rasa sakit hati? (mengandung konten dewasa, mohon bijak sana dalam membaca 18++) *** hi, terimakasih karena sudah membaca novel buatan ku 。◕‿◕。 Aku akan sangat menghargai setiap review serta komen yang kalian berikan. (*˘︶˘*).。*♡ Kalian bisa menghubungi ku di : lmarlina8889@gmail.com

mrlyn · Thành thị
Không đủ số lượng người đọc
281 Chs

Keajaiban

Langkah kaki Maya menjadi gontai, ia sudah tidak sanggup lagi berlari karena kakinya merasa lemas dan akhirnya membuatnya terjatuh.

Maya hanya dapat menangis kini, mengapa kebaikan hanya sebentar berpihak kepadanya?

"Marve.. Aku mohon kembalilah padaku." Maya bahkan tidak sanggup lagi untuk bicara.

Ia menangis hingga sesegukan dan nafasnya tercekik, dalam hati kecilnya ia percaya jika pria yang diberitakan ditelevisi bukanlah Marve.

Tapi semua fakta bahwa pria itu mirip sekali dengan Marve membuat hatinya hancur berkeping.

Mina dan Arya menghentikan langkah mereka perlahan.

Mereka melihat seorang pria perlahan berjalan mendekat dengan langkah gontai lalu berlutut tepat dihadapan Maya yang masih menangias pilu.

"Jangan menangis, aku disini."

Maya mendadak diam, pelukan hangat itu sangat ia kenal.

"Aku telah berjanji bukan, bahwa aku akan pulang..."

Maya hanya dapat kembali menangis kini, ia tidak salah mengenali.

Pria yang memeluknya saat ini adalah Marve, Marve suaminya!

Marve ku telah kembali...

"Aku mencintaimu mas.. jangan pernah tinggalkan aku lagi." Maya hanya dapat memeluk Marve erat kini, ia tidak akan melepaskannya sampai kapanpun.

"Aku juga mencintaimu dek... Mas akan selalu disisi mu." Jawab Marve, ia juga menangis sambil memeluk Maya erat.

Semua ini bukan mimpi bukan? Maya melepaskan pelukan Marve perlahan dan menyentuk setiap lekuk wajah Marve, saat tangannya menyentuh pipi Marve, ia mengecupnya hangat.

Jarinya merasakan basah air mata Marve dan juga kehangatan kecupan Marve ditangannya.

"Ini bukanlah mimpi... Aku senang sekali." Maya kembali menangis dan memeluk Marve erat, ia menangis bahagia karena Tuhan menyelamatkan suaminya.

Seumur hidupnya ia akan berjanjin untuk rajin beribadah karena Tuhan telah sangat baik padanya mengembalikan suaminya ke dalam sisinya dengan keadaan selamat.

Mina dan Arya yang telah tersadar dari rasa syoknya segera berteriak bahwa Marve telah kembali dan sontak membuat semua orang terkejut.

Darwis mengangkat kepalanya dengan dituntun oleh Herlyn, ia berjalan mendekat dan seseorang yang sedang memeluk Maya adalah benar Marve.

Marve tersenyum kearahnya, ia tidak salah melihat.

Itu benar Marve cucunya, ia pun berjalan mendekat.

Maya sangat bahagia, ia terus memeluk Marve hingga perlahan tubuh Marve menjadi berat menekannya.

"Mas.."

"Mas..." Maya memanggil-manggil Marve, saat tangan Marve terlepas dari tubuhnya dan Marve mendadak menjadi lemas.

Hingga Maya baru menyadari jika tangannya berlumuran darah dan Marve telah kehilangan kesadarannya.

"Mas bangunlah.." Maya hanya dapat menangis kembali sedangkan Darwis berteriak dan berlari menghampiri.

"MARVE!"

***

Maya mendorong tubuh Marve yang tidak sadarkan diri di atas ranjang dorong bersama Bisma dengan para suster dan beberapa dokter, Darwis mengikuti dari belakang bersama Herlyn dan juga Mina serta Arya.

Mereka berjalan cepat nyaris berlari dan memasukan Marve ke dalam ruang operasi.

Bisma kembali menangis, ia terduduk lemas dan menyesal.

Harusnya ia tidak menuruti perkataan Marve dan tetap memaksanya berada di rumah sakit melakukan perawatan setelah ia menemukannya tapi Marve menolak.

Ia hanya mendapatkan bantuan oksigen sebentar dan setelah itu dengan tubuh lemahnya ia mememinta disiapkan pesawat segera.

Di dalam pesawat Marve mendapatkan penangaman sebentar dari dokter hanya untuk menutupi luka robek di bahunya.

Memang sebuah keajaiban, saat Marve memeluk anak laki-laki itu ia sempat berlari membawanya kekolong skop buldoser besar yang akhirnya membuatnya mendapatkan ruang dan tidak tertimbun tanah secara langsung.

Marve mengira ia akan mati setelah perlahan nafasnya habis di bawah sana, karena anak laki-laki yang bersamanya sudah tiada.

Matanya samar-samar terpejam, ia juga banyak kehilangan darah saat terluka karena budoser bergeser akibat dorongan tanah longsor.

Ia merasa malaikat telah datang mendekat, yang ada dibayangannya hanya senyuman ke dua orangtuanya, mungkin mereka telah menantinya di gerbang surga.

Tapi kemudian ia ingat akan Maya menantinya di rumah, ia tidak bisa meninggalkan Maya sendiri dan dengan suara hampir habis Marve berteriak "Tolong.. Aku di bawah sini."

Bisma dapat mendengarnya, itu suara Marve...

Dengan segera ia berteriak meminta bantuan dan semua pekerja dan para tim SAR segera bersama melakukan penggalian.

Dan akhirnya mereka menemukan Marve dan anak laki-laki itu.

Marve tersenyum setelah merasakan udara mengisi rongga hidungnya tapi kemudian ia tidak sadarkan diri.

Dengan cepat dan sigap tim SAR menariknya lalu dokter segera memberi oksigen pada Marve.

Saat tersadar Marve segera meminta baju ganti dan pergi dari rumah sakit kecil yang berada di sana.

Dihatinya hanya ada satu yaitu Maya.

Maya menunggunya maka ia bersikeras untuk pulang meskipun Bisma dan dokter yang menanganinya melarangnya.

Tapi Marve telah berkehendak tidak ada satu orangpun yang dapat mencegahnya maka ia akhirnya kembali ke Jakarta menggunakan pesawat pribadinya.

Lampu di ruang operasi masih menyalah bahkan ini sudah hampir empat jam dan tanda-tanda operasi selesai belum juga terlihat yang terlihat hanya para suster yang berlari silih berganti memasuki ruang operasi itu.

"Semua akan baik-baik saja nak." Mina mendekap Maya erat, Maya hanya dapat menatap kosong.

Ia hanya memikiran bagaimana keadaan Marve di dalam.

Mengapa semua ini terjadi pada mereka yang baru saja memulai kisah asmara.

"Pulanglah.. Aku yang menunggu Marve disini, ini sudah sangat malam. Kalian harus beristirahat." Ucap Maya, ia sudah tidak menangis lagi kini.

Tapi hatinya seakan menghilang karena Marve masih menjalankan operasi di dalam sana.

"Tidak kami akan menemanimu disini." Ucap Arya, ia segera duduk di sebelah Maya dan merangkulnya.

"Aku baik-baik saja, Aku akan menghubungi kalian jika Marve telah sadar."

"Benar kata Maya, kita tidak bisa berada disini semua. Kita bisa bergantian nanti dan yang terpenting Marve telah selamat." Ucap Herlyn, ia setuju dengan Maya dan melihat kondisi Darwis yang mulai melemah, ia khawatir jika kakeknya mungkin akan jatuh sakit setelah ini.

"Kakek, beristirahatlah dulu, aku akan mencarikan kamar dirumah sakit ini karena kamu juga harus segera diperiksa. Jantungmu mungkin mengalami guncangan yang akan membahayakan kesehatanmu." Ucap Herlyn pada Darwis.

Darwis memang merasakan tidak nyaman dalam dadanya, jadi ia memutuskan untuk mengikuti kata Herlyn dan berjalan pergi bersamanya.

"Pergilah bi.. Arya masih harus kuliah besok." Ucap Maya.

"Baiklah.."

Akhirnya Mina menurut dan pilang bersama dengan Arya.

Bisma kemudian duduk mendekat "Maafkan aku..." Ucapnya menangis, bajunya masih kotor karena ia tidak memikirkan untuk mengganti pakaiannya, ia hanya memikirkan keadaan Marve.

"Tidak.. Aku yang mestinya berterima kasih padamu. Terima kasih karena sudah tidak menyerah mencari suamiku." Ucap Maya.

Ia dapat melihat dari wajah khawatir Bisma dan bajunya yang berlumur tanah dan lumpur jika Bisma juga mencari Marve dan tidak diam saja menunggu.

Tidak lama kemudian dokter keluar, dengan cepat Maya menghampiri bersama dengan Bisma.

"Bagaimana keadaan suami saya, dok?"

"Operasinya berjalan lancar dan pasien telah melewati masa kritis, ada beberapa kerusakan di ligamen bahunya dan kakinya mengalami cidera cukup parah tapi semua dapat ditangani dengan baik dan pasien akan segera dipindahkan ke ruang rawat." Jelas dokter sebelum berjalan pergi meninggalkan Maya dan Bisma yang akhirnya dapat bernafas lega kini.

....