webnovel

Love Is Universal

Bagaikan daun pada musim gugur yang lepas dari pohonnya dan jatuh indah ke tanah yang tidak akan pernah tumbuh lagi. Namun satu hal yang harus kita ketahui, bahwa daun dapat kembali tumbuh pada pohonnya lebih indah lagi dari sebelumnya yang membuat daun tersebut bersatu kembali dengan poros kehidupan. Begitu juga dengan cinta yang akan pergi serta kembali kapanpun ia mau. Bahkan di dalam cinta banyak hal yang tidak masuk akal menjadi masuk akal dalam artian nyata. Perbedaan apapun itu tidak ada yang mampu melarang cinta itu untuk tumbuh, Tidak ada yang bisa melarang hati setiap manusia kemana ia akan berlabuh. ...Cinta itu luas, dia universal. Maka dari itu, dibutuhkan pemikiran yang terbuka dalam membaca cerita ini... -CINTA ITU TERLALU UNIVERSAL UNTUK KITA BATASI- "Aku berharap dia mencintainya apa adanya." "Jangan pergi." "Jangan tinggalkan aku." "Mengapa kau tidak mendorongku dan membiarkanku dari awal?" "Kenapa?" "Kenapa kau membiarkanku jatuh terlalu dalam?" "Mengapa kau tidak meninggalkanku?" "Aku mencintaimu!" "Aku telah menunggu mu selama ini di sini."

DindaTarigan · Kỳ huyễn
Không đủ số lượng người đọc
267 Chs

LIU | 17

"Apa yang sedang mereka bicarakan?" Gumam Gray bertanya-tanya saat mendengar beberapa pengunjung mall yang sedang berbisik-bisik lebih tepatnya seperti bergosip.

"Huh?" Gray menjilat tangannya yang terkena lelehan es krim yang kini mulai mencair.

Seperti anak kecil saja, bahkan anak kecil terkadang membersihkan tangannya menggunakan sapu tangan atau benda putih tipis yang biasa dipakai untuk mengelap sesuatu seperti mengelap keringat, tumpahan air, bekas makanan yang melekat pada bibir maupun sudut bibir.

Sedang asyik memakan es krimnya, Gray mendengar sesuatu yang sepertinya itu berhubungan dengan saudaranya itu.

"Bukankah itu terdengar seperti suaranya Gavin salah satu anggota keluarga Lais yang terkenal di berbagai negara itu?"

"Kau benar! Aku mengenali suaranya, suara orang itu sangat mirip dengan Gavin si muda jenius yang mapan di usia yang masih terlampau muda."

"Kalau itu Gavin, berarti orang yang disebelahnya itu Yervant bukan? Aku ingat betul dimana ada Gavin di situ ada Yervant."

"Mereka sedang membicarakan Vinvin." Gumam Gray yang tidak sengaja di dengar oleh Yervant.

"Biarkan saja, itu sudah biasa bagi kami di saat seperti ini." Kata Yervant mengeluarkan handphonenya untuk melihat sesuatu yang dimana ia harus melihatnya untuk membantunya dalam mengingat apa yang harus ia beli di mall ini.

"Kalau itu Gavin dan Yervant, terus siapa orang yang bersama mereka? Lihat, bahkan orang itu mengikat tangan orang asing itu."

"Bukankah itu terlihat menggemaskan? Lihat wajah orang asing itu begitu menawan lyaknya keluarga terpandang ditambah pakaiannya yang mendukung!"

"Aku rasa itu saudara mereka. Sepupu mungkin?"

Gray hanya menganggukkan kepalanya tanda ia membenarkan apa yang sedang orang-orang bicarakan tentang keluarga Lais dan dia.

Mereka masih berada di tempat semula dimana Gavin dan Yervant menemukan Gray yang membuat hal tersebut menimbulkan keramaian karena berita Gavin dan adiknya sedang berada di mall tersebut. Dikerumuni layaknya selebritis.

Gray sendiri begitu menikmati es kirmnya yang tidak tahu kapan akan habis. Sepertinya es krim yang ia beli memiliki ukuran yang cukup besar dan banyak mengakibatkan es krim tersebut lama habis atau bisa jadi Gray lah yang memperlambat makan es krimnya biar lama habis. Kalau kata orang sih dia terlalu menikmati es krim itu.

Sampai beberapa menit kemudian, akhirnya es krim yang ada di tangan Gray sudah ludes, habis dimakan.

Gavin sendiri, ia masih sibuk dengan aktivitasnya setelah mengikat tangannya dan tangan Gray menggunakan dasi yang ia pakai tadi.

Ia sedang membalas pesan dengan seseorang yang tidak tahu siapa itu.

"Aku akan pergi ke lantai atas dulu, nanti kabari aku dimana posisi kalian." Kata Yervant membuat fokus Gavin kini tertuju ke arahnya.

"Kau sudah tahu apa yang ingin kau beli di sini?" Tanyanya.

"Sudah." Jawab Yervant

Gavin menganggukkan kepalanya. "Cepatlah karena kita akan pergi ke tempat lain. Jangan lama, mereka sudah berada di sana." Kata Gavin mengingatkan adiknya supaya ia tidak berlama-lama dalam membeli apapun itu yang menjadi tujuannya untuk datang ke tempat ini.

"Memangnya setelah dari sini kita mau pergi kemana?" Tanya Yervant karena memang sedari tadi Gavin tidak memberitahu kemana mereka akan pergi selain tempat tujuannya.

"Tidak perlu banyak tanya. Selesaikan urusanmu, lalu kembali secepatnya." Kata Gavin.

"Ya, ya, aku akan segera kembali." Katanya berlalu.

"Vin mau itu!" Pekik Gray saat melihat sebuah boneka yang menurutnya menggemaskan. Boneka yang jaraknya tidak jauh dari tempat mereka berdiri.

Gray yang memang sedari tadi mengedarkan pandangannya ke segala penjuru sampai ia tidak menyadari bahwa Yervant sudah tidak ada di sana lagi itupun menghadap ke arah Gavin untuk memberitahu keinginannya. Ia ingin memiliki boneka tersebut.

Gavin yang mendengar suara Gray itupun langsung mengalihkan pandangannya dari Yervant yang mulai menjauh ke arahnya.

"Apa?" Tanyanya karena jujur ia tadi tidak mendengar apa yang dikatakan oleh Gray.

"Mau itu!" Kata Gray sekali lagi menunjuk ke arah boneka yang ia inginkan berada di depan sana.

"Ha?" Sungguh Gavin masih belum percaya atas apa yang diminta Gray.

What the hell!

Hei! Ingatkan Gray kalau dia itu laki-laki yang sudah berumur. Maksudnya Gray itu bukanlah anak kecil lagi yang bisa dikasih boneka walau jenis kelaminnya itu pria. Hal wajar kalau Gray meminta boneka disaat usianya masih kecil, berbeda kalau dia pria yang sudah dewasa membeli boneka.

Dia bukan perempuan!

Gavin yang tadi sempat menatap Gray dengan tatapan terkejut itupun kini memasang ekspresi datar andalannya.

"Tidak!" Katanya menolak dengan telak tanpa mempedulikan perasaan Gray.

Hei, wajar saja Gray menginginkan boneka tersebut secara selama ia kecil ia tidak memiliki mainan. Adapun mainan yang ia miliki itu semua bekas kakaknya. Dimana ia tidak paham soal begituan, jadi tidak heran kalau ia menginginkan sesuatu dan memintanya secara refleks.

"T-tapi Gray mau itu!"

"Tidak!" Kata Gavin mengulang perkataannya dan kini ia mulai melangkahkan kakinya.

Hal tersebut tentu membuat Gray juga harus berjalan mengikuti kemana langkah kaki Gavin membawanya secara tangan mereka terikat oleh dasi.

Sementara Gray, ia hanya diam menatap Gavin. Ia tidak bergerak dan menahan tubuhnya agar tidak bergerak yang membuat Gavin tersentak karna ikatan yang ada padanya dan Gray kini menariknya mundur ke belakang, bukan ke depan.

Jelas saja hal itu terjadi mengingat perbuatan Gavin yang membuatnya terjebak dengan Gray akibat ikatan tersebut.

"Mau itu!" Kata Gray kesal menghentakkan kakinya, memasang ekspresi kesal layaknya anak kecil yang menginginkan sesuatu namun tidak ia mendapatkannya.

"Gray." Panggil Gavin dengan suara rendahnya.

Sungguh ia baru saja bertemu dengan Gray dan ia baru tahu bagaimana sifat Gray sedikit demi sedikit. Pemaksa, manja, penakut, dan mungkin masih banyak lagi. Namun satu hal yang ia tidak ketahui tentang dibalik terbentuknya sifat Gray yang seperti itu.

"T-tapi Gray mau." Katanya menciut saat mendengar suara rendah Gavin seperti mengintimidasinya. Jangan lupakan tatapan tajam yang diberikan Gavin kepadanya.

Gavin tidak menjawab, ia masih betah dengan memandang tajam ke arah Gray.

"Ja-jangan s-seperti itu!" Sungguh Gray takut pada Gavin saat ini.

Ia melupakan fakta bahwa Gavin itu sedikit menakutkan setelah sekian lama ia memantau semua sepupunya dari jauh termasuk Gavin salah satu dari orang yang ia pantau.

"T-tidak jadi. R-ray tidak men-menginginkannya. Ayo kita pergi!" Katanya takut melangkahkan kakinya yang dimana membuatnya tersentak seperti yang dialami oleh Gavin karena Gavin masih diam berdiri tegak di sana.

Masih dengan tatapan yang sama mengarah ke arah Gray.

Gray yang tidak tahu harus berbuat apa kini menundukkan kepalanya takut.

"M-mau pulang." Sungguh Gray tidak pernah membayangkan hal seperti ini akan terjadi padanya.

Matanya sudah berkaca-kaca, sekali kedip mungkin genangan air itu akan terjatuh.