webnovel

7 – Wanita Bergaun Merah 

"Sekali-sekali makan di luar menyenangkan juga," kataku sambil menikmati pemandangan dari lantai sepuluh restoran berdinding bata itu. Sembari menunggu pesanan kami datang, aku menikmati pemandangan malam dari sini yang benar-benar menakjubkan.

Makanan di sini juga menakjubkan, sungguh. Meski tidak jauh berbeda dengan makanan di duniaku, tapi di sini, makanannya terasa lebih bersih, lebih sehat, dan lebih enak, tentu saja. Bahkan koki yang dibawa ayahku ke rumah tidak akan bisa menandingi masakan di sini.

Ah, ayahku. Ayah pasti sangat khawatir karena aku menghilang seperti ini. Aku seharusnya segera mencari cara untuk kembali ke duniaku. Namun hari ini, lagi-lagi Key harus pergi ke hotel. Jika aku pergi mencari jalan sendiri, aku mungkin akan ditipu lagi. Tapi, jika aku tidak percaya pada siapa pun, aku tidak akan tertipu, kan?

Benar juga. Kenapa aku tidak terpikir itu? Key bilang, besok dia masih harus ke hotel. Jadi, aku bisa keluar dan pergi mencari jalan untuk kembali ke duniaku. Mungkin aku harus kembali ke stasiun itu lagi. Di sana ada banyak orang yang tidur di bangku peron. Mungkinkah mereka juga bernasib sama denganku? Ah, kenapa aku sama sekali tidak terpikir kemungkinan itu?

Ya, besok aku akan pergi ke sana. Jika ada orang yang berusaha menipuku, menawarkan bantuan, meminta tolong, atau bahkan sekadar bicara padaku, aku akan mengabaikan mereka.

Lalu, bagaimana jika ternyata orang yang berbicara atau meminta tolong padaku itu bernasib sama denganku? Mungkin aku bisa menolong beberapa jika …

"Sialan, Crystal!" Bentakan keras Key membuatku seketika menoleh pada pria yang duduk di sampingku itu.

Aku mengerjap bingung, terkejut ketika merasakan sentakan aneh di dadaku. Sakit. Apa-apaan …

"Awasi Crystal! Jangan biarkan dia pergi ke mana pun," Key tiba-tiba berbicara pada Demon, sebelum dia melompat dari kursinya dan berlari ke seberang restoran. Di sana, aku melihat seorang wanita bergaun merah tampak berjalan menjauh.

Jangan katakan, Key membentakku tanpa alasan, lalu pergi untuk mengejar wanita itu? Pria brengsek itu …

Aku mengernyitkan kening ketika merasakan sentakan aneh di dadaku lagi. Menyakitkan, lagi.

"Kau tampak marah," singgung Demon, seketika menarikku menatapnya.

Aku mendengus kasar. Marah?

"Jika kau terlalu sering marah, kau akan membuat dirimu berada dalam masalah. Kau seharusnya tidak …"

"Dia barusan membentakku, lalu pergi untuk mengejar wanita di sana itu!" selaku marah.

Demon menatapku, tampak terkejut. "Dia … ehm, mungkin mendengar pikiranmu. Apa yang tadi kau pikirkan?"

Ah, sekarang aku mengerti. "Jadi, pikiranku membuatnya tidak bisa mendengar pikiran wanita itu? Karena itu, dia membentakku seperti itu?"

"Tidak, bukan. Kau pasti memikirkan sesuatu yang membuatnya kesal. Seperti … pergi ke suatu tempat sendirian? Melarikan diri … atau … berusaha untuk percaya pada seseorang di sini?" sebut Demon sabar.

Aku mengerutkan kening. Yeah. Aku memikirkan semua itu, sebenarnya. Masalahnya, kenapa dia harus membentakku karena itu?

"Apa kau berusaha membelanya?" Aku menatap Demon kesal.

Demon mengangkat tangan, menggeleng. "Baiklah, dia memang salah karena sudah membentakmu. Tapi … kau juga marah karena kau pikir dia mengejar wanita?"

Aku mendengus kasar. "Aku kesal karena dia membentakku tanpa penjelasan hanya karena wanita sialan itu."

Demon meringis. "Kau yakin, kau tidak … cemburu?"

Aku melotot mendengarnya. "Apa aku sudah gila?"

"Mungkin. Kau tampak sangat marah karena …" Demon menghentikan kalimatnya dan menoleh, membuatku mengikuti arah tatapannya dan kulihat Key berjalan ke arah kami, tangannya menggandeng wanita bergaun merah tadi.

Sialan, Key. Dia tidak akan membawa wanita sialan itu kemari. Tidak, setelah dia membentakku seperti itu hanya demi mengejar wanita itu.

Saat Key tiba di meja kami, aku bangkit dari dudukku. Key menatapku bingung.

"Kau mau ke mana? Kita belum makan," katanya.

"Mendadak aku kehilangan nafsu makanku. Kau saja yang makan dengan wanitamu itu," sinisku sembari menabrak bahunya saat melewatinya. Namun, aku terpaksa menghentikan langkah ketika Key menahan tanganku.

"Apa maksudmu?" tanyanya, terdengar bingung.

"Wanita ini Pemburu, Crystal." Penjelasan pendek Demon terasa seperti guyuran air dingin yang seketika memadamkan kepalaku yang seolah terbakar tadi. Aku berbalik.

"Apa katamu? Wanita ini … apa?" Kuharap aku tidak salah dengar.

"Dia Pemburu. Sepertinya, Key baru saja mengendalikan pikirannya," lanjut Demon. "Duduklah. Kurasa, dia juga akan makan bersama kita. Tapi, jika kau sudah kehilangan nafsu makanmu …"

"Aku baik-baik saja," kataku cepat sembari kembali ke kursiku di sisi jendela.

Key masih menatapku bingung, tapi kemudian dia menatap Demon. Dia mendorong wanita bergaun merah itu duduk di sebelah Demon. "Mengendalikan pikirannya cukup sulit. Dia cukup kuat. Jika kau bisa, tolong gunakan sedikit kekuatanmu untuk mengaburkan pikirannya," pintanya.

Demon mengangguk, tapi kemudian, bibirnya berkedut.

"Kenapa?" tanya Key.

Demon menggeleng. "Hanya teringat sesuatu yang lucu. Kurasa kau melewatkannya karena tak mendengar apa yang ada dalam pikiran Crystal."

"Pikiran apa?" tanya Key ketika menatapku.

"Bukan sesuatu yang penting," balasku ketus. "Dan aku marah padamu karena kau membentakku tadi. Karena itu, aku mendadak kehilangan nafsu makanku."

"Oh, itu. Maaf, maaf. Aku tidak bermaksud membentakmu. Tapi, aku harus melacak wanita ini," katanya. "Dan kau memikirkan sesuatu yang mengesalkan, membuatku kesulitan berkonsentrasi."

"Dia memikirkan untuk kabur?" tebak Demon.

"Kurang lebih seperti itu," desah Key. "Dan Crystal, aku akan menemanimu mencari jalan pulang ke duniamu. Tapi untuk saat ini, tolong bantu aku dan tinggallah dengan tenang di sisiku."

Aku menahan napas ketika menatap mata cokelat Key yang menatap tepat ke mataku. Jantungku mendadak berdegup kencang. Apa dia bisa mendengarnya? Tidak. Apa dia bisa mendengar pikiranku?

"Kau mendengarkan pikiranku?" Aku melemparkan tanya.

Key mengerutkan kening, menggeleng. "Aku sudah menangkap wanita ini. Dan aku sudah mendapatkan alasan kedatangannya. Jadi, aku tidak perlu membuka pikiranku lagi."

Diam-diam, aku mendesah lega karena dia tidak bisa mendengarku. "Apa yang kau dapatkan dari pikirannya?" Aku berusaha mengalihkan fokus dari pikiranku. "Bagaimana dengan teman-temannya yang lain?"

Key mengedik santai. "Dia datang sendiri kemari, dengan bodohnya. Teman-temannya berpikir akan terlalu berbahaya jika berburu sekarang ketika kemungkinan pihak lawan sedang waspada akan serangan. Tapi, wanita ini terlalu keras kepala. Dia pergi sendiri untuk menemukanku, dan tertangkap olehku."

Aku mengangguk-angguk mendengarnya. Sepenuhnya lega, karena wanita ini hanya datang sendiri.

"Crystal, ketakutanmu kali ini menyenangkan," celetuk Demon, membuatku melempar tatapan kesal padanya.

"Katakan sekali lagi dan lihat apa yang akan kulakukan jika aku benar-benar marah," ancamku, mengingatkannya akan kelemahannya.

Demon mengangkat tangan, menyerah. Saat itulah, akhirnya pesanan kami datang.

"Kau tidak memesan untuknya?" Aku menunjuk ke arah Pemburu di depanku ketika Key tidak memesan lagi pada pelayan yang mengantar pesanan kami.

Key menggeleng. "Dia bisa makan punyaku," jawabnya enteng seraya mendorong piringnya ke depan wanita itu.

Melihat itu, aku merasakan rasa panas yang mengganggu di dadaku. "Kenapa kau melakukannya? Kau bisa memesan lagi!" protesku.

Key menatapku bingung. "Kau tidak mau membagi sedikit makananmu denganku? Aku tidak akan makan banyak, sungguh."

Aku mengerjapkan mta. "Kau … makan denganku?" Aku menunjuk piring makananku.

Key mengangguk. "Tapi, jika itu mengganggumu, baiklah. Aku akan pesan lagi," katanya sembari mengangkat tangan, memanggil pelayan restoran. Namun, segera aku menarik tangannya turun.

"Tidak perlu. Aku juga tidak begitu lapar," kataku cepat. "Dan aku tidak terlalu suka daging," tambahku.

Key mengangkat alis sangsi. "Tapi, beberapa saat lalu kau baru mengatakan betapa enaknya makanan di dunia ini."

Aku berdehem. "Itu karena tadi aku sedang sangat lapar. Setelah marah padamu, aku agak sedikit kenyang mendadak," aku beralasan.

Key masih tampak bingung, tapi dia menerima alasanku tanpa bertanya lagi. Sementara, Demon tiba-tiba terbatuk aneh dalam usahanya menyamarkan tawa. Oh, kuharap dia mati tersedak makanannya.

***