webnovel

18 – Distance 

"Kau tidak apa-apa jika mereka dekat seperti ini?" Key bertanya pada Demon. "Jika begini, mungkin Pemburu itu akan benar-benar pergi bersama Crystal. Kau pun mungkin tak akan bisa menghentikannya."

Aku tak terkejut melihat mereka berdua sudah duduk di balik pohon tempat aku dan Vea piknik. Kami tertidur setelah membaca novel. Atau lebih tepatnya, aku yang tertidur, dan entah bagaimana Vea sepertinya juga ikut tertidur. Aku menoleh ke arah selimut piknik kami dan tersenyum lembut melihat betapa damainya kami dalam lelap.

Demon mendesah berat, sedikit kesal, kembali mengalihkanku pada kedua pria itu. "Kau sendiri, apa yang akan kau lakukan jika Penghancur itu benar-benar pergi? Kau yang akan mati jika kau ikut dengannya. Tapi, kurasa hal yang sama juga akan terjadi jika kau tetap tinggal." Demon menyeringai.

Aku mengerutkan kening. Apa maksudnya?

"Tanpa Penghancur itu, apa kau pikir kau bisa …"

"Crystal." Panggilan Key memotong kalimat Demon. Seketika Demon menoleh ke arahku.

"Well, kau semakin pintar mengendap-endap, bukan begitu, Penghancur Setengah Pelindung?" Demon menyeringai.

Aku mendesis padanya sebagai jawaban.

"Well, aku tidak tahu jika kau begitu terobsesi padaku," balasku santai. "Hingga mengendap-endap ke sini," sinisku.

Demon menggeleng. "Aku tidak, hanya dia." Dia menunjuk Key di sebelahnya. "Jadi, karena kau sudah ada di sini, katakan pada kami, apa kau benar-benar akan pergi ke duniamu jika kau bisa?"

"Apa aku punya alasan untuk tidak?" balasku sinis.

Demon mengedikkan bahu, lalu berkata, "Key, mungkin."

Aku mendengus. "Dia yang menculikku, jika kau lupa, Iblis."

"Dia juga yang melindungimu, kurasa kau lupa akan itu," balas Demon, membuatku menatapnya kesal.

"Demon, cukup." Suara Key penuh peringatan.

"Aku tidak mengatakan omong kosong ketika kukatakan bahwa Key akan diburu oleh Pemburu dan kaumnya jika kau pergi." Demon, tak mengherankan, tidak menggubris peringatan Key.

Key lalu berdiri, berjalan ke arahku. "Jangan dengarkan dia," dia berkata.

"Jangan mendekat," kataku cepat.

Key memang menghentikan langkahnya kemudian, dan dia menatapku, terkejut.

"Aku sedang kesal. Aku mungkin akan menyakitimu jika kau mendekat," lanjutku.

Key, mengejutkanku, mendengus geli. Lalu, dia menghilang, sebelum detik berikutnya muncul tepat di depanku.

"Hanya kau yang bisa membuat detak jantungku berhenti karena hal-hal kecil yang tidak penting," pria itu berkata ketika dia menarikku dalam rengkuhannya.

Aku sudah hendak protes, tapi aku mendapati diriku sudah berada di … atas awan? Dan … terbang? Oh, keinginan bodohku. Akhirnya aku bisa melakukannya meski hanya dalam mimpi. Itu pun pemberian Key. Pria itu … mungkinkah dia ingat tentang keinginanku untuk terbang?

Atau mungkin dia hanya menebak? Entah kenapa, pikiran itu mendadak membuatku kecewa.

***

Saat aku terbangun sore itu, hal pertama yang kulakukan adalah menoleh ke belakang. Kulihat Key dan Demon sudah tidak ada di sana. Aku berusaha mengabaikan percikan kekecewaan yang tidak masuk akal ini karenanya dan segera menatap Vea hanya untuk melihat gadis itu masih lelap.

Apa Demon melakukan sesuatu padanya? Seperti yang Key lakukan padaku, memberikanku mimpi indah? Namun, tiba-tiba mata Vea terbuka dalam horor.

"Kau baik-baik saja?" tanyaku cemas.

Vea menoleh padaku, lalu mengangguk. "Maaf. Aku tertidur lama sekali. Aku belum pernah tidur senyenyak ini," ungkapnya malu.

Aku tersenyum geli. "Aku juga menikmati tidur siangku," balasku. "Tapi … kenapa kau tiba-tiba terbangun seperti tadi?"

Vea mendesah. "Sedikit mimpi buruk di akhir," jawabnya.

"Ah …" Aku mengangguk-angguk. "Tentang Demon?" tebakku.

"Lebih buruk lagi," sahutnya.

"Lebih buruk lagi?" ulangku.

Vea mengangguk. "Bahkan lebih buruk dari pembantaian keluargaku."

Aku menatap Vea simpati. "Itu pasti mengerikan sekali."

Vea mengangguk lagi. "Omong-omong, apakah jiwamu pergi berjalan-jalan lagi tadi?" Dia mengganti pembicaraan.

Aku mengangguk. "Aku mendengar Key dan Demon berbicara tentang kita."

"Hal buruk?" dengus Vea.

"Sedikit," kataku. "Tapi, ada satu hal yang mengggangguku."

Vea mengerutkan kening. "Tentang?"

"Key," sebutku. "Jika aku bisa pergi nanti, apakah benar, dia akan berada dalam bahaya karena para Pemburu dan Pejuang akan mengincarnya?"

Vea menatapku sedih. "Bukankah itu sudah jelas? Dia yang membawamu kemari. Jika dia melepaskanmu, maka dia akan disebut pengkhianat."

"Tapi, dia bisa saja mengatakan bahwa dia tidak bisa mengalahkan kekuatanku dan menghindari tuduhan itu, kan?" balasku.

"Walau begitu, sejak awal, dia sudah mendeklarasikan untuk melawan kaumnya untuk melindungimu. Keputusan awal kaumnya untuk menemuimu, dia sudah melawan itu. Dia tak mengizinkan siapa pun, bahkan ayahnya, untuk bicara denganmu sendirian. Jadi, jika nanti kau benar-benar pergi, otomatis dia yang harus bertanggung jawab akan itu. Karena saat ini, demi melindungimu, dia sudah jauh melawan kaumnya, dan aku tidak yakin jika dia bisa kembali." Vea menatapku muram.

Aku termenung di tempatku. Jadi, itu benar? Karena itukah, Key selalu marah setiap kali Demon berusaha mengatakan itu padaku? Kenapa dia tidak ingin aku tahu tentang ini? Kenapa dia tidak meminta bantuanku, untuk membawanya pergi juga?

Aku baru sadar aku mengatakan apa yang ada dalam pikiranku ketika Vea menjawab,

"Tentu saja karena dia tidak ingin membuatmu cemas ataupun merasa bersalah. Kau tidak tahu betapa leganya dia melihatmu bisa sedikit menikmati hidupmu bahkan setelah kau tahu apa yang kau hadapi. Kau tidak tahu, betapa senangnya dia hanya dengan melihatmu bisa tersenyum dan tertawa, membicarakan betapa menyenangkannya begitu kau pulang nanti, melakukan hal-hal yang kau inginkan, seperti piknik ini. Pejuang bodoh itu, Crystal, kurasa dia menetapkan hidupnya padamu. Dan kau, adalah alasan terkuatnya untuk bertahan hidup."

Entah kenapa, kata-kata Vea terdengar menakutkan. Jika memang seperti itu, lalu apa yang harus kulakukan? Aku harus bagaimana? Key ….

***

Malam itu, saat aku memasuki ruang makan, hanya ada Key di sana. Selama beberapa saat, aku sempat ragu untuk masuk, tapi ketika pria itu menoleh, aku terpaksa masuk juga. Kali ini, aku tak mengambil tempat duduk terlalu jauh darinya.

Key menatapku, sedikit terkejut. "Ada yang kau perlukan?" tanyanya.

Aku menggeleng cepat.

Namun, karena Key masih terus menatapku, dan aku tak ingin dia melihat kecanggunganku, aku bertanya, "Vea di mana? Dan Demon?"

"Bertengkar, di kamar Vea," jawab Key enteng.

Aku terbelalak. "Bertengkar?"

Key mengangguk. "Apa yang kau lakukan padanya?" tanya Key kemudian.

"Pada siapa?" aku balik bertanya.

"Vea," sebut Key. "Dia langsung mengamuk begitu Demon mengancam, jika dia berusaha kabur denganmu, maka dia juga akan terpaksa membawamu ke dunia bawah bersama mereka. Dia benar-benar mengamuk dan melempar barang-barang. Dia bilang, tidak seharusnya dia menyentuhmu." Key mengedikkan bahu. "Jika aku tidak mengenal kalian, pasti kupikir kau adalah adiknya atau apa," dengus Key.

Aku tercekat.

"Well, harus kuakui, sepertinya memang tidak semua Pemburu pandai menipu," katanya.

"Mereka tidak menipu," balasku.

"Mereka juga menipu, Crystal. Karena itulah mereka bisa masuk ke sini. Kau lupa apa yang kuceritakan padamu? Bagaimana mereka bahkan mengajari orang-orang di sini untuk menipu?" singgung Key.

Aku berdehem. Sejujurnya, ya. Aku lupa. Ah, memang Key pernah mengatakan itu. Bahwa sepertinya orang-orang di sini belajar menipu dari para Pemburu. Namun, setelah bertemu Vea …

"Bagaimana jika dia menipumu?" Key berkata.

Aku menoleh. "Seperti kau menipuku?" serangku.

Key mendesah, lalu mengangguk.

"Well, aku akan mengurusnya. Toh, aku lebih kuat darinya," ucapku.

Key menatapku tak setuju. "Kau ingin menciptakan perang dengan para Iblis juga? Tidak cukup para Pemburu dan Pejuang mengejarmu?"

Aku mengerutkan kening. "Kenapa Demon ingin melawanku?"

"Karena Vea," sebut Key. "Demon tidak akan pernah melepaskan Pemburu itu, apa pun yang terjadi. Tapi, jika kau nekat membawanya, kau akan harus berhadapan dengan Demon."

"Atau lebih tepatnya, Key yang harus berhadapan denganku," Demon menyahut dari pintu ruang makan. Di belakangnya, Vea mengikuti, tampak muram dan kesal.

"Jika kau ingin menyerangku, apa hubungannya dengan dia?" dengusku sembari mengedik ke arah Key.

Demon mengedikkan bahu ringan. "Mungkin karena dia akan mengorbankan nyawanya demi melindungimu, bahkan dariku."

"Tutup mulutmu." Suara Key terdengar tajam.

"Kau bisa pergi bersama Pemburu ini, Penghancur. Tapi, Key akan mati di sini. Jika bukan di tangan kaumnya sendiri, di tangan Pemburu, atau di tanganku," kata Demon.

"Brengsek, Demon!" umpat Key seraya melompat dari kursinya, berpindah dalam sekejap di depan Demon. "Kubilang kau bisa melakukan apa pun padaku, tapi jangan libatkan gadis itu, Sialan!" Key mendesis pelan, marah, tapi aku masih bisa mendengarnya.

Dan kata-kata itu keluar dari bibir Key sendiri. Bagaimana bisa dia tidak ingin aku terlibat ketika semua kekacauan ini justru disebabkan olehku?

"Hiduplah dengan tenang setelah kau pergi dari sini, Penghancur. Tapi, kupastikan kau tidak akan pernah melihat Key di dunia mana pun. Karena aku …"

Aku tak tahu lagi kelanjutan kalimat Demon karena Key sudah membawanya menghilang.

Vea yang masih berdiri di tempat Key dan Demon menghilang tadi mendesah berat dan menghampiriku. Dia tak mengatakan apa pun dan tiba-tiba memelukku.

"Aku juga tidak ingin kau terluka, Crystal," ucapnya tulus.

Ada apa sebenarnya dengan orang-orang ini? Kenapa sepertinya mereka semua menyembunyikan sesuatu dariku, lagi?

***