webnovel

12 – I Don’t Wanna Hurt You 

Salah seorang pelayan memberitahuku bahwa setelah ayah Key pergi setelah makan malam tadi, Key dan Demon pergi ke perpustakaan dan sepertinya belum keluar sampai saat ini, jadi aku memutuskan untuk pergi ke sana. Aku menyelipkan tubuhku melewati pintu yang sedikit terbuka. Ketika Demon yang berdiri menghadap pintu melihatku, aku menempatkan jari telunjuk ke bibirku dan mengendap-endap ke belakang Key yang berdiri memunggungi pintu.

Key tersentak pelan ketika tanganku menutup matanya, yang harus kulakukan dengan susah payah karena tingginya yang keterlaluan. Namun, detik berikutnya, Key lenyap, dan aku nyaris terjungkal ke arah Demon yang sudah tersenyum geli. Aku menoleh ke kanan-kiri, ketika sebuah lengan tiba-tiba melingkari leherku, dan pelakunya berbisik,

"Mencariku?"

Aku mendesis kesal sembari menyikut ke arah perutnya, tapi Key dengan cepat menghindar dan melepaskanku. Saat aku berbalik, pria itu tersenyum geli.

"Apa ini? Kupikir kau sudah tidur tadi," katanya.

"Aku sedang menonton film di kamarku, tapi sampai filmnya selesai, aku belum bisa tidur, karena itu aku mencarimu," sahutku.

"Well, kemarin jiwanya, sekarang orangnya?" Kalimat Demon membuatku berbalik.

"Apanya?" tanyaku.

Demon menggeleng, menahan senyum. "Aku akan mengecek Pemburu itu sementara kau sibuk menidurkannya," dia berkata pada Key.

"Aku bukan bayi!" seruku kesal ke arah punggung Demon, yang tak sedikit pun menggubris protesku.

"Mau kucarikan film baru lagi?" Key menawarkan, membuat perhatianku kembali terarah padanya.

Aku menggeleng. "Temani aku membaca buku saja. Aku lebih cepat tidur jika membaca," kataku.

Key mengangguk. Lalu, sementara aku mulai mencari buku di perpustakaan, Key duduk di sofa di sudut ruangan. Aku menyusulnya tak lama kemudian, membawa sebuah novel romance yang membuat Key mendengus ketika melihatnya. Dia bilang, dia baru mengisi perpustakaannya dengan buku seperti ini karena aku memintanya dua minggu setelah aku datang ke rumah ini.

"Awas," kataku sembari menendangnya, memintanya menyingkir, begitu aku merebahkan tubuhku di sofa, berbantalkan lengan sofa.

Key mendengus ketika mengangkat kakiku dan meletakkannya di pangkuannya. "Tidak bisakah kau membaca dengan tenang tanpa membuat keributan?" komentarnya, membuatku enggan protes karena dia tidak pindah.

Mengabaikan Key, aku mulai membaca novel di tanganku. Biasanya, saat aku tidur nanti, aku akan bermimpi tentang kejadian di novel yang kubaca sebelum tidur. Seringnya begitu. Kira-kira lima menit kemudian, aku mulai mengantuk. Sebelum selang beberapa waktu kemudian, aku tak ingat lagi aku sudah sampai di bagian mana.

***

"Aku di sini, lagi?" tanyaku, lebih pada diriku sendiri, ketika mendapati diriku berada di kamar Vea.

Kali ini, Vea yang juga melihatku, tampak terkejut, sementara kudengar Key mengumpat ketika menghampiriku.

"Kupikir dia sudah tidur," Demon berkata. "Tapi kurasa, karena itu dia bisa ada di sini." Dia menyeringai.

Aku mengerutkan kening bingung ketika Key menatapku, tampak kesal. Ketika dia semakin dekat, refleks aku mundur. Aku merasa ada yang aneh di sini.

Key yang melihat reaksiku, seketika menghentikan langkah. "Crystal?" tanyanya hati-hati.

Aku menggeleng. Ini aku. Dia memanggil namaku. Tapi … ini aneh.

Bagaimana aku bisa berada di sini? Dan melihat mereka bertiga lagi? Mimpi ini … terlalu sering. Dan … terlalu nyata.

Tapi … aku sedang tidur tadi. Mungkin Key sudah memindahkanku ke kamar, seperti biasanya jika aku tertidur di perpustakaan setelah membaca. Dan aku … bahkan belum bermimpi, ketika aku berada di sini. Aku tidak bermimpi apa pun sebelum berada di sini.

Aku menatap Key, Vea, lalu Demon. Perhatian mereka bertiga sepenuhnya terpusat padaku. Tadi Demon berkata dia akan pergi untuk mengecek Vea. Dan dia ada di sini. Key juga … setelah aku tidur, dia mungkin pergi kemari. Kalau begitu … ini bukan mimpi? Lalu, bagaimana …?

"Crystal," panggil Key lagi. Dia maju selangkah, dan aku kembali mengambil jarak, membuatnya kembali berhenti.

Ini bukan masa depan. Ini kejadian malam ini, setelah aku tidur. Saat itu juga. Sebelumnya juga. Namun … bagaimana bisa aku berada di sini sementara aku tidur di kamarku? Bagaimana …?

"Bagaimana jiwanya … bisa berada di sini?" Pertanyaan Vea seolah menjawab pertanyaanku.

Jiwanya. Jiwaku? Aku menunduk, menatap tubuhku. Ini tubuhku. Aku masih bisa menyentuh tanganku. Key juga bisa menyentuhku kala itu. Tapi …

Aku tersentak ketika tiba-tiba Key berdiri di depanku, menggenggam tanganku. Seketika, semua pandangan di depan mataku berubah. Lagi-lagi, aku berada di taman bunga di resort. Ini mimpi. Namun, ini perbuatan Key. Sialan.

Dengan kemarahanku itu, aku tersentak bangun. Di depan mataku, kulihat Key menatapku terkejut.

"Apa yang kau lakukan padaku?" tuntutku.

Key segera merubah ekspresinya sedatar mungkin. "Hanya memindahkanmu ke kamarmu. Kau tertidur di perpustakaan lagi," katanya.

Aku menyipitkan mata tak percaya. "Aku lagi-lagi bermimpi aneh. Atau lebih tepatnya, kupikir aku … jiwaku … pergi ke tempat lain … meninggalkan tubuhku dan …"

"Kau masih hidup, Crystal," sela Key.

Benar juga. Tapi …

"Tidurlah lagi. Kau pasti sudah lelah," katanya.

Alih-alih menurutinya, aku malah melompat turun dari tempat tidur. Aku berlari keluar kamar dan pergi ke kamar Vea. Saat aku masuk ke kamar itu, Key sudah berdiri di sana, mendorongku keluar, tapi aku berusaha memberontak. Sialnya, Key terlalu kuat. Dan aku melakukan hal terakhir yang bisa kupikirkan, melemparkan diriku padanya, mengejutkannya, sekaligus membuatnya mundur seraya memegangiku agar aku tak jatuh sementara dia berusaha menyeimbangkan beban tubuhnya dan tubuhku.

Demon mengangkat sebelah alis ketika melihatku, sementara Vea lagi-lagi tampak terkejut.

"Apa ini juga … jiwanya?" Vea bertanya.

"Kurasa bukan," Demon yang menjawab. Aku lalu menatap Key tajam.

"Kau akan menjelaskan ini," tuntutku.

"Tak ada yang perlu dijelaskan," balas Key tanpa menatapku. Dia meraih tanganku, tapi aku menepisnya kasar. Key akhirnya menatapku kesal. "Aku tidak ingin menyakitimu, jadi jangan membuat ini sulit bagi kita berdua," katanya.

"Oh ya?" Aku mendengus meledek. "Coba saja," tantangku sembari menjauh darinya.

Namun, langkahku terpaksa berhenti ketika dia sudah berdiri di depanku, lalu mencengkeram kedua tanganku. Aku berusaha memberontak, tapi usahaku sia-sia. Aku mulai panik ketika Key memegangku semakin erat. Saat itulah, sekuat tenaga aku berusaha mendorongnya.

Apa yang terjadi kemudian benar-benar mengejutkanku. Key tiba-tiba terlempar kuat ke dinding, dan dia terbatuk, menyemburkan darah dari mulutnya.

"Key!" aku dan Demon berseru bersamaan sembari menghampirinya. Ketika aku hendak menyentuhnya, Demon menahan tanganku.

"Kau bisa membunuhnya," katanya.

Mendengar itu, tubuhku seketika terasa dingin. Apa katanya? Aku membunuh Key? Tidak mungkin. Aku tidak ….

Ya. Aku bisa saja membunuhnya. Barusan … akukah yang melakukannya? Akukah yang menyakitinya? Pijakanku terasa goyah ketika pikiranku penuh hal-hal mengerikan tentang aku yang menyakiti Key.

"Crystal, aku baik-baik saja," Key berkata seraya mengusap darah di bibirnya dengan punggung tangannya. Pria itu berusaha berdiri, lalu berjalan ke arahku.

Aku melangkah mundur, menjauh darinya. "Jangan," kataku dengan suara bergetar. "Aku bisa menyakitimu. Aku bisa membunuhmu," kataku ngeri.

"Tidak, tidak akan," Key berkata, berusaha meraihku, tapi aku terus menjauh darinya.

Aku menggeleng. Pandanganku turun, ke tanganku. Aku bisa melihat tanganku bergetar. Apa yang sebenarnya terjadi padaku? Tadi jiwaku berada di luar tubuhku, dan sekarang aku menyerang Key?

"Apa … yang terjadi padaku?" tanyaku ngeri.

"Kau baik-baik saja, Crystal," Key berkata, berusaha menenangkanku.

Aku menggeleng keras. Tidak. Aku tidak baik-baik saja. "Jangan mendekat, Key. Aku bisa menyakitimu," kataku, putus asa ketika Key masih saja terus berjalan mendekatiku.

"Tidak akan, aku berjanji," Key membalas, meyakinkanku.

Aku menatap matanya, dan dia serius. "Kau berjanji?"

Key mengangguk. "Tenanglah," katanya. "Tidak apa-apa, aku baik-baik saja, dan kau baik-baik saja. Tidak apa-apa, Crystal."

Melihat kesungguhannya, aku menyerah untuk melawan. Ketika akhirnya Key berdiri di depanku, dia menggenggam tanganku, dan tak ada yang terjadi. Seketika, kelegaan memenuhiku, membuat tubuhku seolah kehilangan kekuatan.

"Crystal!" seru Key panik ketika tubuhku roboh ke arahnya.

"Maaf …" isakku. "Maaf, Key. Aku tidak bermaksud menyakitimu. Aku tidak tahu apa yang terjadi padaku."

"Tidak, ini bukan salahmu. Ini bukan salahmu," Key menenangkanku, tangannya mengusap lembut punggungku.

Detik berikutnya, aku merasakan tubuhku terangkat, lalu aku mendapati diriku berbaring di atas tempat tidur. Sementara Key duduk di tepi tempat tidurku, tersenyum padaku.

"Berusahalah untuk tidur. Aku akan menemanimu di sini," katanya. "Besok akan kujelaskan semuanya."

Aku mengangguk. Aku merasa lebih tenang ketika tangannya menggenggam tanganku. Aku lega, karena itu juga tidak menyakitinya. Karena aku benci melihatnya terluka. Dan aku akan membenci diriku sendiri lebih dari apa pun jika sampai aku menyakitinya.

***