Cindy sedang memasukkan baju dalam koper saat ketiga anaknya bersamaan masuk ke dalam kamar nya, tiga lelaki dewasa itu membaringkan tubuhnya di atas ranjang Cindy dan sang suami dan mulai mengajak ibu nya berbincang.
"Ibu ngapain sih pergi-pergi gitu lagi, kan ibu udah tua." Celetuk Irhas pada sang Ibunda. Bukan sekali dua kali anak-anaknya memprotes saat Cindy akan bertandang ke luar kota, mereka tahu kalau ibu nya datang untuk mengajar ataupun mengisi seminar di luar kota namun mulut cerewet mereka tidak akan bisa berhenti meminta sang Ibu untuk tetap menetap di rumah dan tak kemana-mana selain mengajar saat siang hari di kampus yang tidak jauh dari rumah.
"Ya kan sekalian jalan-jalan juga sama Abi kamu." Sahut Cindy enteng.
"Abi ditemanin !!!!" sunggut Irham sebal, "kami lah Bu diajak liburan." Kata Irham pada wanita nomor satu dalam hidupnya itu. "Selalu sama Abi, kemana-mana sama Abi. Kami nggak pernah diajak."
Cindy tergelak geli dengan rajukan anak nya, "Kalian kan sudah besar-besar, uang pun ada, kenapa nggak liburan sendiri sama teman-teman, ajak pacar, ajak sepupu kamu. Kan udah pada gede, nggak harus kemana-mana sama Ibu lagi kan."
"Mau nya sama Ibu." Irsyad ikut mengeluarkan argument nya walau dengan nada datar dan tak ikhlas nya.
"Terus aja tuh monopoli bini gua lu pada." Celetuk Ikram tiba-tiba masuk ke kamar sambil membawa secangkir teh ditangan nya, "Di suruh kawin biar ada bini sendiri, pada malas lu pada." Sewot pria setangah abad itu.
"Yeeee.... Abi sewot aja." Cibir Irhas, "Boleh ya Bu nanti pas adek libur kuliah, kita liburan ke luar negeri. Lama banget kita nggak liburan bareng."
"Nggak boleh." Tolak Ikram tegas, "Kalian udah pada besar, nggak boleh lagi jalan sama wanita tua seperti Ibu, kalian harus nya jalan sama cewek-cewek cantik."
Di rumah, ketiga anak lelaki Ikram dan Cindy itu selalu memonopoli sang Ibu dan selalu berusaha menjauhkan Abi nya saat mereka sedang bermanjaan dengan Ibu nya. Mereka sayang Abi nya namun sekaligus dijadikan musuh berbuyutan dalam merebut perhatian Cindy.
"Yeee. . . wanita tua itu emak nya kita-kita ya !" balas Irhas tak kalah sewot.
"Abi ngeselin !" decak Irham, "Boleh ya Bu kita liburan sekali-kali, nanti kalau Irham udah nikah kan udah beda Bu."
"Halah lo, kayak bakal nikah tahun ini aja." Ikram meledek anak sulung nya yang selalu berandai-andai menikah sebelum umur 30th.
Mereka selalu berdebat layak nya berteman, menggunakan kata lo-gue dengan santai nya.
"Ibuuuu, tengok tuh abi." Adu lelaki berambut gondrong itu.
"Oh iya ya, kamu mau nikah sama siapa memang nya Mas ? Pacar aja nggak punya" Cindy ikut meledek Irham membuat lelaki itu mengerucutkan bibirnya sebal.
"Gitu ah, mau ngambek aja lah Mas." ujar Irham memangku tangan nya di dada. Irhas tergelak keras lalu menimpuk saudara nya itu dengan bantal. Perangai kakak lelaki nya itu menggemaskan.
"Btw, sama kak Citra gimana Mas ?" tanya Irhas kemudian.
"Apa nya gimana, ya nggak gimana-gimana juga." Sahut Irham santai.
"Kamu nggak jadi pepet dokter cantik itu, Mas ?" tanya Ikram serius pada sang anak.
Irham menggelengkan kepala nya pelan, "Bukan nggak Bi, tapi gimana ya, orang aku nomor ponselnya aja nggak punya, terus nggak tau mau dipepet gimana."
"Lah lah lah, kamu kok jadi gitu toh mas ? udah luntur skill gombalin cewek nya atau gimana ?" tanya Cindy heran. Pasalnya Ia sangat berharap kalau sang anak berhubungan serius dengan dokter cantik itu.
"Nggak tau bu, Mas udah lelah kalau menjalani proses pendekatan lagi. Mas capek ditolak terus."
"Ya kan kalian juga udah saling kenal kan, kenapa nggak di lanjutin Mas ?" tanya Abi nya lagi. "Kalau kamu gini, mending Abi jodohin aja kamu nya. udah ada yang cantik gitu, malah dianggurin."
"Iya, kami sebenarnya mau jodohin kamu loh Mas, Cuma karena kamu kemarin itu bersama Citra ke acara nya Arkan, Ibu nggak jadi cariin jodoh buat kamu." Jelas Cindy panjang lebar.
"Mas mau sama Citra Bu, tapi mas takut di tolak lagi."
"Dia suka mas sama kamu, percaya sama Ibu."
"Abi juga ngerasa dia suka kamu Mas." tambah Ikram mengyakinkan putra sulung nya. "Jangan malas-malas kamu pepet si cantik itu, diembat orang baru tahu kamu." Nasehat Ikram sambil menepuk pelan bahu lebar nya.
"Iya Bi."
[***]
Semenjak Irham resign dari pekerjaan sebagai karyawan perusahaan, Ia akhirnya benar-benar memfokuskan diri untuk mengurus bisnis yang Abi nya rintis, HaKay Auto Service.
Irham berterimakasih kepada orangtua nya yang telah mewariskan serta mempercayakan nya untuk mengurus salah satu sumber kehidupan mereka selama ini. Keluarga nya bukan apa-apa kalau tidak sukses nya bengkel sang Abi punya dan kini Irham yang harus mati-matian mempertahankan bengkel itu agar tetap eksis dan dipercaya oleh konsumen.
Irham pagi-pagi sekali, pertama kali yang akan Ia lakukan adalah solat subuh, lalu mandi, menyapu kamar nya, menggosok kaos yang akan Ia pakai hari ini dan setelah sarapan pagi bersama keluarga nya. Ia merasa dua ribu kali lebih bahagia selama menjadi boss bisnis bengkel tersebut, Ia bisa bebas mau mandi jam berapa, bebas mau rebahan setelah solat subuh, tidak terus tertimpa tekanan kerja dan semua nya tampak lebih mudah walau Ia harus pulang ke rumah hingga tengah malam. Namun, Ia mengakui bahwa dirinya lebih bahagia dan tertata.
One more thing, Ia sadar bahwa menjadi karyawan atau pun bos dari bisnis bengkel ini tidak membuatnya berubah jadi siapa-siapa. Ia tidak langsung mendapatkan perempuan impian nya, Ia juga tidak tampak seperti orang kaya, Ia juga tidak tampak lebih dari segi ini dan itu. Semua sama kecuali hidupnya lebih santai.
Ikhlas, ya Irham harus ikhlas kandas nya hubungan nya yang lalu bukan karena Ia menjadi karyawan tapi memang ternyata mereka tidak berjodoh. Jadilah diri sendiri sehingga semua lebih mudah, tidak lagi mempersulit diri dengan sok-sok dengan prinsip mencari cewek yang mau di ajak hidup susah. Ternyata, sulit mewujudkan nya.
Irham memasukkan kunci ruangan serta ponselnya ke pocket bagian dalam dari jacket kulitnya. Malam ini Ia harus pulang ke rumah walau jam sudah menunjukkan pukul 11 malam. Esok Atta akan menikah dan Ia berencana datang agak lebih awal supaya bisa membantu ini itu di rumah sahabatnya itu nanti.
Perjalanan pulang ke rumah Irham hanya di temani dingin nya angin dan suara geruduk di atas langit sana, suasana kota Jakarta malam ini dingin karena baru habis hujan.
Irham memacu motor bit nya dengan kecepatan sedang, walau pun Ia sudah sangat mengantuk namun Ia tidak ingin gegabah dengan mengebut hingga nanti malah membuatnya kecelakaan.
Perasaan Irham tiba saja tidak enak saat Ia sudah berada di seperempat jalan menuju rumah nya, ada 3 motor yang terus mengikuti dari belakang dan mereka berjalan hampir bersisian dengan dirinya. Irham jadi sangsi kalau dirinya akan di rampok. Irham memacu Bit bututnya lebih kencang namun apalah daya, Bit nya tidak akan bekerja semaksimal waktu dulu lagi, walau sudah memacu laju nya motor tersebut, tapi masih juga bergerak agak lamban.
"HEH BERENTI LO." Teriak seseorang dari belakang nya, dari spion motornya Irham bisa melihat lelaki berbaju kaos hitam itu mengeluarkan celurit dan mendekati nya.
Irham terus memacu motor semampu nya hingga sebuah tendangan di membuat motornya oleng dan menyebabkan nya berceceran di jalanan yang sepi itu.
Bughh. . .
Irham mencoba bangkit dan memekik meminta pertolongan namun sakit di kaki dan tubuhnya yang terjatuh dari motor menahan nya. Salah satu komplotan begal itu mengambil alih sepeda motornya dan membawa nya kabur, sisa nya malah mengeroyokinya hingga bonyok dan lemas tak bertenaga.
Irham tidak bisa melawan karena tubuhnya sudah lemas hingga ada sinar lampu mobil menyorot mereka membuat mereka pergi.
"Astaghfirullah !" pekik orang yang turun dari mobil tersebut menolong Irham.
"T-tolong. . . ." lirih Irham yang sudah bercucur darah dan bonyok tiada ketara.
"Bawa rumah sakit cepat !"
[***]
"Ya Allah Mas." pekik Anna histeris melihat ponakan nya yang berbaring lemas di rumah sakit, kaki nya diperban karena lecet dan juga ada sendi yang terkilir. Wajahnya penuh dengan luka basah yang masih tampak sedikit darah nya.
Irham memutuskan tidak memberi tahu Ibu dan Abi yang saat ini masih berada di luar kota, jadi nya saat pagi hari Ia sudah sadar dan cukup bertenaga untuk berbicara, Irham langsung menghubungi Mami Anna, istri dari Abang Ibu nya, untuk menjaga nya. Irham juga mengabarkan kondisinya pada para sepupu nya yang lain.
Wajah tampan nya sudah lenyap, kini hanya tersisa Irham dengan wajah luka dan penuh dengan lembam.
"Kok bisi kayak gini, Mas." Anna menitikkan airmata nya tergugu tak tega melihat sang ponakan yang sedang menahan sakit.
Irham mencoba tersenyum tapi malah meringis sakit karena sobekan di bibir dan luka di pipinya, "Mas kena begal, Mi."
"Makanya kamu naik mobil saja kalau malam-malam, aduh Mami kan. . ." Wanita paruh baya yang masih cantik di umur nya tak muda lagi itu tak bisa berkata-kata lagi, tangisan nya pecah melihat ponakan yang Ia jaga dari kecil malah begini jadinya.
Zendra memindahkan Mami nya ke sofa dan memeluk nya sambil mengusap-usapkan bahu nya, Mami Anna memang agak lebay kalau melihat mereka semua terluka. Bukan sekali dua kali, baik anak atau ponakan nya yang terluka wanita itu menangis histeris karena tidak tega.
Sang kembaran nya, Lendra duduk di kursi dan menghela nafas nya gusar, "Gila juga ya Mas begal nya."
"Di kroyok gue anying, udah gitu motor kesayangan gue di bawa kabur." Ujar Irham sebal dengan nada suara yang masih lemas.
"Ada yang patah, Mas?" tanya Zendra sambil memperhatikan kaki Irham yang dibalut perban warna merah jambu.
"Nggak ada, Cuma kayak memar dan terkilir gitu, orang gue jatuh dari motor." Jelas Irham menambah rasa panik Anna mendengar penjelasan ponakan gondrong nya itu.
"Ya Allah Ham. . ." kata Anna sedih dan tidak tegaan.
Zendra memeluk Mami nya sambil sekali-kali mengecup kepalanya, "Mas nggak apa-apa Mi, jangan lebay gitu."
Lendra dan Irham terkekeh pelan saat Zendra berkata seperti itu pada Mami nya yang sudah basah oleh air mata itu. "Zendra antar mami pulang aja ya, dari pada nangis terus disini."
"Nggak, mami nggak mau pulang." Kekeh wanita itu.
"Nggak apa-apa Mi, Irham ada Lendra yang jagain. Nanti siangan pacar nya Irham juga datang." Ujar Irham membual supaya Mami Anna pulang dan tidak terus menerus histeris, belum lagi nanti dokter akan melaporkan hasil ini dan itu tentang nya.
"Nanti Cik Anda juga sampai, lagi buatin bekal itu." tambah Lendra lagi.
"Yaudah, Mami pulang kalau gitu." Wanita itu bangkit dan mengecup kepala Irham yang tidak terluka sayang. "Nanti sore mami balik lagi."
Lendra dan Zendra serempak memutar matanya jengah, mami nya sangat keras kepala. nanti sore datang pasti kembali mendrama, histeris dan menangis lagi. Irham mengangguk mengiyakan perkataan wanita dua anak itu atau semua nya tidak akan berkahir sesuai perkiraan.
Keluarga nya silih berganti datang menjenguk nya hingga siang hari, Cik Anda istri dari adik Abi nya datang membawa nya bekal untuk dimakan. Ia sangat tahu kerakter anak dan ponakan nya, saat sakit dan terbaring lemah di rumah sakit, mereka akan mati-matian menolak untuk mengonsumsi makanan yang diberikan oleh rumah sakit, harus dan wajib makanan yang dimasak di rumah.
Irsyad dan Syifa akhirnya menjaga Irham di rumah sakit, hanya mereka berdua yang tidak terlalu sibuk. Irsyad sudah ijin dari tugas nya sebagai chef di hotel dan tidak datang ke café nya hari ini, sedangkan Syifa yang hanya seorang pemilik toko bunga punya banyak waktu untuk menjaga Irham seharian di rumah sakit.
"Ngah, sambungin ke Atta dong." Pinta Irham. Ia lupa mengabari sahabat nya yang hari ini akan sah menjadi seorang suami itu kalau dirinya sedang ditimpa musibah.
"Hmm..." jawab Irsyad hanya berupa gumamam pendek, Ia dengan sigap mengambil ponsel Irham, memasangkan headset ditelinga Irham dan menghubungi Atta melalui video call.
"Halo Ta !" sapa Irham dengan suara lemas nya saat di sebrang sana tampak wajah Atta yang kini sedang memakai baju khas penganten.
"Anjing lo Ham, nggak datang gue nikah." Maki Atta lewat sebrang sana.
Irham menyorot kan infus di sisi nya lalu berpindah ke perban yang ada di wajahnya, "Tengok nih gue gimana."
"Laaahh..." pekik Atta terkejut, "Ham lu kenapa ?"
"Gue kena musibah, Ta. Makanya nggak bisa datang lo nikahan."
"Astaghfirullah bro, syafakallah ya Ham. Maaf tadi gua marah-marah."
"Hehehe, santai Ta. Udah sah belum Ta ?"
"Udah dooongg," sahut Atta jumawa. "Ini lagi sesi ganti baju bentar lagi mau resepsi."
"Selamat ya Ta, maap nggak bisa datang."
"Iya iya, nggak apa-apa. Lo yang penting sembuh dulu, nanti bisa pergi pas gue resepsi di Bali."
"Iya aamiin, makasih ya Ta. Btw, Adek lo mana ?"
"Ada, bentar." Atta tampak berjalan beberapa langkah lalu layar ponsel Irham berubah tampilan dari wajah Atta menjadi wajah cantik Citra.
"Halo cantik." Sapa Irham pada Citra.
"Kak Irhaaamm..." mata gadis itu sukses membola saat melihat ada perban dan memar di wajah tampan lelaki itu.
"Iya cantik,"
"Kakak kenapa ?" tanya khawatir.
"Ditabrak semut semalam, jadi gini nih." Sahutnya becanda.
"Ih Kak Irham, aku serius tau." Kata Citra memajukan bibirnya kesal.
"Kecelakaan aku Cit." sahut Irham sambil mencoba tersenyum.
"Astaghrifullah, nanti Citra ke situ ya Kak. Citra mau jenguk kakak."
"Boleh banget, kalau cewek cantik yang jengukin, langsung sembuh."
"Halaaah bacot." Pipi Citra memanas dari seberang sana, walau hanya via video call, gombalan Irham sukses membuatnya merona.
"Mau dibawain apa ?" tanya Citra pada Irham.
Irham berpikir sejenak lalu menjawab, "Tolong bawa cinta nya ya Dok, saya butuh cinta dari dokter." Goda Irham lagi-lagi membuat Citra tersenyum malu.
Lelaki itu paling bisa menggoda nya.
"Kak Irham mah. . . ."
"Serius nih,"
"Hih apaan !" katanya Citra pura-pura sebal padaha senang bukan kepalang.
"Aku tunggu kehadiran mu ya Cantik. Sampai jumpa nanti."
"Ok, see you."
Setelah sekian purnama Dirinya tidak lagi berkontak dengan Irham, siang ini lelaki itu kembali menampakkan hidung nya kembali. Namun, bukan rindu yang terobati, rasa khawatir yang membuncah dan menyiksa dirinya saat melihat lelaki yang Ia sukai itu sedang berada di rumah sakit dengan wajah penuh perban.
-----=--------