Sesampai Stefan di kediaman keluarga Carissa, awalnya sang ayah tiri menyambutnya dengan sinis. Namun setelah tahu bahwa Stefan adalah pemilik perusahaan tambang Minevan Corps, raut wajah sinis itu berubah seketika, lalu mempersilahkannya untuk masuk.
"Mohon maaf, Tuan Maroni, ada perlu apa kedatangan Tuan kemari?"
Setiap kata yang terucap, aroma khas alkohol selalu tercium oleh Stefan. Menandakan bahwa perkataan Claire memang benar adanya.
"Saya ingin bertemu dengan nyonya Stella, ada urusan bisnis dengan saya. Bisakah saya menemuinya sekarang?"
Stella adalah ibu kandung Carissa. Namun sayangnya sore ini ia sedang tidak ada dirumah karena menjalankan bisnis kulinernya yang terletak di dekat sekolah Clayton Junior Highschool.
"Kalau boleh saya tahu, bisnis apa yang sedang Tuan Maroni jalankan dengan istri saya? Biar nanti saya sampaikan langsung padanya," ujar Taylor, suami Stella.
"Begini saja, minta tolong sampaikan padanya untuk menghubungi saya segera. Katakan saja ini soal bantuan dana secara tunai untuk bisnis kulinernya. Karena ketika saya lihat bisnisnya cukup lancar selama ini, saya seringkali makan siang disana," ungkap Stefan sembari memberikan kartu nama padanya.
"Baik, Tuan Maroni. Nanti saya sampaikan padanya," senyum cerah Taylor pun menyertainya mengingat hal yang dibicarakan Stefan ialah soal bantuan dana.
"Baik, terima kasih, Bapak Taylor," ucap Stefan ramah. Stefan pun akhirnya berpamitan padanya.
***
Jam telah menunjukkan hampir pukul 7 malam. Carissa masih saja duduk tersungkur di pojok dinding kamar. Sisa air mata di kelopak matanya berlinang tanpa henti. Ia masih gemetar ketakutan memeluk kedua kakinya.
"Nona Maya? Makan malam sudah siap," sahut salah satu pembantu disana pada Maya yang sedang bersantai di kamarnya membaca majalah fashion.
"Ok, aku akan segera kesana," ujarnya tanpa melihat sosok pembantunya itu.
"Saya akan panggilkan Nona Carissa untuk makan malam juga,"
"Tidak usah!" bentak Maya yang sempat membuat pembantunya kaget.
"Biarkan saja dia kelaparan di dalam sana! Bila perlu mati sekalian!"
Pembantunya itu hanya bisa mengelus dadanya. Begitu tega menyiksa Carissa sampai seperti itu. Namun pembantu itu tidak kehabisan akal, saat Maya menikmati sajian makan malamnya, ia segera menghubungi Stefan untuk menjelaskan kejadian itu.
Amarah Stefan tak bisa ia kendalikan lagi ketika ia mendengar perbuatan Maya pada Carissa dari penjelasan pembantunya itu. Ia segera mengemudikan mobilnya dengan kecepatan penuh hingga sampai di rumahnya.
Begitu sampai di depan rumah, Stefan menendang pintu rumahnya dengan keras.
"Maya!" teriak Stefan membuat semua orang disana terkejut mendengarnya.
Sementara itu Maya tampak ketakutan, tapi mau tidak mau ia harus menemui Stefan yang masih berdiri geram di ruang tamu.
"Stefan?" ucapnya gemetar.
"Mana Carissa?" kedua tangan Stefan mengepal.
"Ehm, mungkin dia masih tidur di kamarnya," jawab Maya layaknya manusia tak berdosa.
Tanpa balas kata apapun, Stefan melewatinya dan langsung menuju ke kamar Carissa. Anehnya, pintu kamar itu sudah tidak terkunci lagi. Stefan melihat Carissa yang terlihat lemas dengan kedua matanya yang sembab saat menghampirinya.
"Sayang, kau kenapa? Mengapa kau menangis? Cerita pada Ayah," ujar Stefan cemas saat menggendong tubuh kecil Carissa.
Carissa hanya bisa menangis ketakutan, seolah tak berani menjawabnya.
"Tunggu disini ya, biar bibi Carla menemanimu disini sambil makan malam, ya?"
"Ayah jangan pergi lagi, aku takut," ucapnya lirih.
"Ayah tidak pergi lagi, Ayah hanya ganti baju sebentar, ya? Ayah janji akan menemanimu sebentar lagi,"
Carissa mengangguk lemah.
Stefan keluar dari kamar Carissa dan memanggil pembantunya yang bernama Carla itu untuk menemani dan menyuapi Carissa disana.
"Kita perlu bicara." ucap Stefan dingin sambil menyeret paksa Maya menuju taman belakang rumah.
Maya sempat protes karena kesakitan akibat cengkeraman kuat Stefan pada pergelangan tangannya.
"Lepaskan, Stefan, tanganku sakit,"
"Diam!"
"Kau ini kenapa?! Pulang-pulang seperti orang kesurupan saja!"
"Kau apakan Carissa? Hah?! Jawab jujur atau..."
"Atau apa?!" balas Maya dengan tegas.
Lalu, Stefan tak segan-segan menampar pipinya dengan keras untuk pertama kalinya hingga Maya terjatuh. Sebelumnya Stefan tidak seberani ini dengan Maya, ia selalu memilih mengalah padanya. Namun tidak untuk malam ini.
Perlahan Stefan mendekati Maya dengan amarahnya yang masih meluap-luap. Seolah ingin menghajarnya sekali lagi.
"Ayah! Hentikan!" pekik Carissa yang membuat langkah Stefan mengurungkan niat jahatnya.
Carissa berlari menghampiri Maya yang terlihat kesakitan memegang pipinya.
"Ini salahku, Ayah, aku mohon jangan siksa Ibu lagi," ucap Carissa sambil menangis tersedu-sedu.
Stefan merasa heran dengan Carissa. Mengapa Carissa masih bisa membela Maya? Setelah apa yang Maya lakukan padanya. Akhirnya Stefan merasa iba pada sikap Carissa yang begitu mulia. Dan juga merasa bersalah padanya, karena terpaksa melakukan kekerasan yang seharusnya tidak perlu ia lakukan di hadapan Carissa.
"Ibu tidak apa-apa?" tanya Carissa mengusap rambut Maya. Namun Maya menepis tangannya dengan kasar.
"Menjauhlah dariku," ucap Maya mencibir, lalu beranjak pergi menuju kamarnya.
Seiring Maya melangkah, tiba-tiba saja Stefan mengatakan sesuatu yang lebih menyakitkan dari sekedar tamparannya itu pada Maya.
"Kita sampai disini saja, Maya,"
Langkah Maya pun terhenti setelah mendengar kalimat yang terlontar dari Stefan.
"Apa kau bilang?!"
"Kita sudahi saja hubungan ini," tegas Stefan.
"Aku sudah lelah dengan sikapmu selama ini," lanjutnya.
Maya berusaha menahan air mata dan rasa sakit hatinya karena ungkapan tegas dari Stefan itu yang seolah tak bisa lagi diganggu gugat.
Keesokan harinya urusan itu berujung serius, sampai kedua orang tua Stefan dan juga kedua orang tua Maya datang ke rumah mereka.
"Ada apa sebenarnya, Stefan? Hingga kau berani mengucapkan itu pada Maya?" tanya sang Ayah kandung Stefan saat seluruh keluarga berkumpul di ruang tamu, termasuk Carissa dan Carla si pembantu rumah.
"Apa karena anak kecil ini?" Ibunda Maya menuding ke arah Carissa yang sedang bersama Carla.
"Karena sebelum anak ini tinggal disini, hubungan kalian baik-baik saja, bukan? Tidak ada masalah sepertinya," lanjut Ibunda Maya mencibir.
Stefan menghela nafasnya dalam-dalam, sampai akhirnya mejawab semua pertanyaan itu.
"Sebetulnya selama ini kami sudah bermasalah, bahkan sebelum Carissa hadir disini. Namun aku berusaha keras untuk menyembunyikan semua aib kami, karena aku tahu hal itu tidak pantas untuk diketahui oleh keluarga terhormat kita,"
"Tapi kau menampar anakku, Stefan! Kami bisa melaporkanmu ke polisi karena melakukan kekerasan padanya!" Ibunda Maya tampaknya tak kuasa lagi menahan emosinya pada Stefan.
"Silahkan saja laporkan hal itu, bu. Maka aku akan membalikkan semua fakta itu atas apa yang Maya lakukan pada Carissa."
Semua orang terkejut setelah mendengar penjelasan Stefan.
"Memangnya apa yang Maya lakukan pada anak itu, Stefan?" tanya Ayahanda Stefan.
"Ayah bisa tanya sendiri pada Carla, pembantu kami disini. Dia lah yang menjadi saksi dari semua itu,"
Pandangan Maya langsung tertuju pada Carla yang sedang berdiri di sisi Carissa. Begitu pula seluruh keluarga mereka. Sementara Carissa menggenggam erat tangan Carla yang terasa dingin dan berkeringat.
"Carla? Apa yang dilakukan Maya pada anak ini?" tanya Ayahanda Stefan.
Carla semakin gugup, karena tatapan mata Maya semakin tajam padanya. Namun pada akhirnya ia menjawab.
"Itu benar, pak. Saya melihatnya dengan mata kepala saya sendiri, bahwa Nona Maya membentak dan menyeret Nona Carissa ke dalam kamarnya, lalu mengunci pintu kamarnya dari luar, sampai Carissa kelaparan di dalam sana,"
"Bohong! Jangan percaya dia! Kamar itu tidak aku kunci sama sekali!" protes Maya yang semakin memperkeruh suasana.
"Aku hanya menyuruh Carissa masuk ke dalam kamar, itu saja!"
Memang saat Stefan membuka pintu kamar Carissa di malam itu, pintu kamarnya tidak terkunci sama sekali. Pertanyaan besar bagi Stefan, siapa yang membuka kunci kamar Carissa di malam itu?
Mengingat penjelasan Carla lewat teleponnya kemarin pada saat Stefan berada di perjalanan, bahwa Maya mengunci pintu kamar Carissa dari luar.