webnovel

Meeting the Emperor

Perjalanan mereka berlangsung selama beberapa hari, dalam jangka waktu itu Eideth mengejar kabar dengan Vinesa. Bibinya itu telah menikah dua bulan setelah Ia pergi. Suami Vinesa bukanlah orang yang baru Ia temui, Vinesa mengaku mereka sudah berhubungan selama beberapa tahun. Eideth tidak menyangka Vinesa dapat menyembunyikan hubungannya begitu rapat hingga tak satupun dari anggota keluarga mereka ada yang tahu.

 

Eideth juga menjelaskan sedikit tentang Talent miliknya. Ia berkata [Stasis] adalah sebuah Talent bukanlah mantra sihir, Ia menggunakan [Stasis] itu untuk mengendalikan Talentnya agar Ia sedikit lebih kuat. "Apa, bagaimana bisa" Vinesa kaget, Eideth berkata Ia tidak bisa menceritakan kisah Talent keduanya itu. Bibinya bertanya mengapa Ia tidak memakai [Stasis] sepanjang waktu. Eideth berkata itu adalah ide yang buruk.

 

"[Stasis] adalah Talent tipe Skill yang memiliki persyaratan yang rumit, kelemahan terbesar [Stasis] adalah waktu istirahatnya, [Stasis] memerlukan waktu istirahat sebanyak waktu pemakaiannya, jika Aku memakai [Stasis] selama satu jam, Aku takkan bisa memakai [Stasis] lagi selama satu jam ke depan" jelasnya. Vinesa mengerti mengapa Eideth menolak memakai [Stasis] dengan cara itu, jika Eideth menonaktifkan [Stasis] setelah pemakaian yang panjang, Ia takkan bisa memakainya lagi untuk waktu yang lama.

 

Eideth mengaku Ia biasa memakai [Stasis] hanya untuk beberapa detik, kejadian di panti asuhan adalah salah satu pengecualian. Vinesa kemudian bertanya apa itu "kekuatan bersyarat" yang sering Eideth sebutkan itu. "Seperti yang Kita tahu dari sistem sihir kita saat ini, Kita membutuhkan Mana dan juga metode sihir untuk mengaktifkan sihir, baik itu lewat mantra sihir maupun teknik sihir, kekuatan bersyarat adalah menambahkan beberapa persyaratan lagi pada pelaksanaan sihir itu untuk membuatnya lebih kuat" jelasnya.

 

Vinesa bertanya apa saja persyaratan itu, Eideth menjawab Ia tidak tahu pasti. Selama perjalanannya Ia berhasil menemukan beberapa syarat yang Ia biasa pakai. Pertama adalah sumpah sihir jelasnya, "ini adalah salah satu syarat yang paling fleksibel namun ambigu". Dengan bersumpah akan sesuatu, kualitas dan kuantitas sihir yang dihasilkan meningkat drastis, namun persyaratan yang diajukan sumpah itu akan mengikat penggunanya dengan kuat. Eideth berkata untuk tidak memakai sumpah sihir dengan sembarangan, Ia mengingatkan hukuman melanggar ataupun tidak memenuhi sumpah itu akan mengakibatkan sihir pemiliknya.

 

Syarat kedua adalah pemberian biaya sihir, Eideth menjelaskan sihir Artleya tidak begitu kuat karena mereka hanya mengorbankan Mana untuk mengaktifkan sihir. Dengan menciptakan mantra sihir memakai persyaratan benda ataupun biaya yang harus dipenuhi, sihir itu akan jadi lebih kuat. Syarat ketiga adalah ritual, syarat ini paling ramah dengan penggunaan Mananya namun memakan waktu yang lama untuk melaksanakan ritual itu. Sihir pelindung Larcova adalah salah satu contoh sihir tingkat tinggi yang menggunakan ritual.

 

"Itulah persyaratan yang baru Aku temui Bi, Aku yakin masih banyak lagi jenis sihir diluar sana yang dapat Aku pelajari untuk mengembangkan sistem sihir Artleya" ujarnya. Vinesa kagum dengan hasil penelitian Eideth selama ini. Penelitiannya tidak hanya mengembangkan Mantra sihir, namun juga Teknik sihir dengan aturan yang sama. Vinesa sadar Eideth tidak bermalas-malasan dalam berlatih selama petualangannya itu.

 

Ketika mereka berhenti di perjalanan agar Claudias beristirahat, Eideth berlatih Teknik sihir dengan Vinesa. Ia berhasil membuat bibinya terkesan dengan hasil latihannya, meskipun kekuatan [Explode] miliknya tak sekuat dulu, efisiensi pemakaiannya berhasil membuat Eideth bertahan lebih lama. Vinesa juga berkata Eideth hampir berhasil mencoba Teknik sihir baru, "apa Kamu yakin ingin mencoba menekuni [Wave]" tanya Vinesa. Eideth mengangguk.

 

Eideth berkata [Wave] adalah teknik yang cocok untuk kondisi fisiknya sekarang. Jika [Explode] adalah Teknik sihir yang mengutamakan ketepatan dan pelaksanaan yang cepat, [Wave] adalah ketabahan dan konsentrasi akan proses. Teknik sihir [Wave] adalah Teknik yang berfokus pada Aliran Mana, teknik ini membangun kekuatan dengan perlahan bagaikan ombak di lautan. Eideth memutuskan untuk belajar [Wave] karena beberapa masalah lainnya.

 

"Kamu masih belum bisa melihat Mana" seru Vinesa. Eideth mengaku Ia masih belum bisa melihat Mana dengan benar, Ia sudah mencoba mengembangkan sebuah mantra untuk membantunya melihat Mana tapi itu tidak cukup efisien. Karena jiwa Eideth bukan berasal dari Artleya, Ia punya pandangan berbeda tentang sihir dan Mana akibat pemikiran dunia asalnya. Di dunia lama Eideth, tidak ada yang namanya sihir, disana Mana hanya hal fiksi. Eideth menjelaskan bahwa mempelajari sihir itu seperti mempelajari aturan hidup baru dan Mana itu seperti merasakan angin namun tidak dapat melihatnya.

Bahkan sebelum Eideth memiliki Talent, ketika Ia belajar Teknik sihir Ia tak dapat merasakan Mana sama sekali dan hanya dapat tahu ketika Teknik sihirnya bekerja. Orang lain tidak menemukan pendapat Eideth itu tidak wajar karena kelangkaan Mana di Artleya. Mereka terkadang harus menguji sihir mereka untuk tahu apakah ada Mana disekitar. Karena itulah Artlean mengembangkan kemampuan untuk melihat sihir, dan bagi mereka yang masih tidak bisa, mereka menggunakan Manascope.

 

Sebuah kota dapat tidak memiliki Mana sama sekali membuat penduduk kota itu tak mengetahui sihir, dan Kota yang mendapat Mana berlimpah mengembangkan sihir mereka. Itulah kondisi Artleya setelah invasi Dewa dunia lain, mereka merusak tatanan dunia Artleya semenjak mereka tiba. Eideth mengingat sebuah buku catatan sejarah mengatakan Artleya tidak seperti ini dahulu kala, semua tempat memiliki Mana sama rata. Eideth tak merasa itu adalah masalah tapi Ia mengakui Ia masih memiliki praanggapan dunia lamanya. Di Artleya, Mana adalah sumber daya untuk sihir, hal itu dapat mempengaruhi budaya, sejarah, bahkan ekonomi dan ideologi suatu bangsa.

 

Di hari kelima, mereka berhasil sampai di Lucardo, Ibukota Kekaisaran Lucardo. Eideth meminta mereka untuk berhenti sejenak didepan gerbang Ibukota Kekaisaran karena Ia memiliki suatu urusan. Vinesa langsung mengerti maksud permintaan Eideth dan mendukungnya membujuk Reinhardt. Pangeran dan Claudias bingung mengapa Eideth meminta permintaan seperti itu tapi mereka tetap mengabulkannya.

 

Claudias menurunkan Eideth tepat didepan gerbang masuk Ibukota. Itu adalah pemandangan yang begitu mencolok karena Pangeran Reinhardt dan Naga pelindung Kekaisaran membuat heboh pejalan lain disekitar. "Kamu bersenang-senanglah Eideth, Bibi akan mengantarkan prajurit untuk menjemputmu nanti, sampai jumpa" ujar Vinesa. Rekan-rekannya pun akhirnya pergi. Eideth menyadari tatapan mata dari orang-orang disekitar, perhatian mereka semua tertuju padanya tapi Ia tidak terlalu peduli. Ia hanya ingin melaksanakan pesan yang dititipkan ayahnya.

 

Eideth mengantri untuk masuk sama seperti pengunjung lain tapi mereka menjaga jarak darinya. Mulai dari antrian depan hingga belakang, mereka asik memperhatikan Eideth dengan penasaran mencoba mencari tahu identitasnya meski tak ada yang berani mendekatinya. Eideth menunjukkan lambang keluarga Raziel dan prajurit penjaga itu langsung melayaninya dengan cepat. Eideth berterima kasih atas pelayanan yang ramah dan cepat itu.

 

Jantung Eideth berdetak sedikit lebih cepat, tubuhnya sedikit bergetar entah karena penumpukan ekspektasi atau rasa penasaran yang meluap-luap. Eideth tidak pernah sekalipun menginjakkan kaki di Ibukota karena beberapa alasan, Ia merasa seperti melanggar aturan membuatnya semakin bersemangat. Setiap langkah yang Ia tapaki menambahkan gantungan klimaks yang tinggi itu.

 

Begitu Eideth masuk ke Ibukota, Ia melihat pemandangan kota yang begitu megah. Arsitektur bangunan yang berbeda dari rumahnya dengan beragam jenis model. Ia benar-benar ditampakkan pada pusat Kekaisaran yang terkenal tempat semua orang ingin kunjungi itu. Eideth mulai berjalan memasuki gedung perkotaan dan Ia mengingat pesan Ayahnya. "Sesampai Ibukota genggam tinjumu dengan erat" pesan Agareth, ayahnya.

 

Langkah demi langkah, Ia mulai memahami pesan ayahnya itu. Entah kenapa, darahnya sedikit memanas semakin masuk ke dalam Ibukota Kekaisaran. Eideth mengingat kembali beberapa ingatan di masa lalunya mengenai keturunan Raziel. Pada hari itu Ibunya menceritakan kisah keturunan suku Barbarian dalam darah mereka. "Karena darah Barbarian ayahmu" ujar Lucia, Ibunya, "Kalian akan membentuk perasaan yang berlawanan ketika Kalian dewasa nanti" ungkapnya.

 

Sudah menjadi bagian dari darah mereka bahwa Barbarian punya ketertarikan yang kuat akan konflik. Kepala suku mereka terdahulu memutuskan untuk melemahkan kecenderungan ini dengan berlatih dan bertarung, membentuk tradisi keluarga mereka. Ditambah beberapa generasi pernikahan dengan orang di luar suku mereka, suku Barbarian itu akhirnya menjalin hubungan dengan darah bangsawan. Itulah alasan mengapa salah satu cabang keluarga Raziel dari suku Barbarian utara menjadi keluarga bangsawan.

 

Saat kecil Eideth tidak mengerti apa yang dimaksud ibunya namun setelah menginjakkan kaki di Ibukota Ia akhirnya mengerti. Eideth melihat banyak sekali nilai-nilai yang Ia benci di Ibukota. Baik kebencian itu karena ideologinya maupun hanya ketidaksukaan pribadi. Kesenjangan sosial antara rakyat biasa dan bangsawan, monopoli Mana oleh bangsawan dan orang kaya untuk berlatih sihir, aturan yang tidak mereka miliki di Raziel ada disini. Eideth melihat pedagang budak, pemerasan rakyat, tunawisma yang tidur di jalanan, dan gang gelap tempat kejahatan berkumpul.

 

Eideth menyadari pandangannya akan Lucardo terlalu besar dan sempurna dibanding kenyataan yang terpapar di hadapannya. Walau Ia memiliki sedikit prasangka buruk, kenyataan ternyata lebih buruk lagi. Eideth merasa sedikit ironis karena salah satu kota termegah di benua Arkin, yang menjadi Ibukota kekaisaran tidak jauh berbeda dengan kota modern di dunia lamanya. Eideth membencinya tapi Ia segera menerima fakta itu dengan baik, entah kenapa mengumpulkan kekesalan dalam tinjunya itu membuatnya lebih terkendali.

 

Setelah Eideth dapat berpikir jernih, Ia mulai menimbang kelebihan dan kekurangan dari Ibukota Lucardo. Ia menerima fakta bahwa dunia itu tidak adil dengan sama rata untuk semuanya, kesenjangan itu adalah hal yang wajar. Eideth juga melihat populasi penduduk di Lucardo begitu besar, kepadatan penduduk disini berkali-kali lipat lebih besar dibandingkan daerah lainnya. Prioritasi alokasi Mana untuk keperluan yang lebih penting dan orang-orang yang mau membayar itu cukup wajar. Eideth perlahan-lahan mulai memahami dua sisi dari koin tersebut. 

 

Karena hatinya sedikit tidak tentram, Eideth membeli beberapa cemilan dari penjual jalanan. Ia juga membelikan makanan untuk orang tunawisma dan memberikan sisa uangnya pada mereka. Hatinya masih tidak puas tapi apa boleh buat, Ia telah dijemput oleh prajurit yang ditugaskan bibinya. Mereka menjemputnya dengan sebuah kereta kuda dan selama perjalanan itu Eideth mengevaluasi nilai-nilai hidupnya. Eideth sadar Ia masih naif dalam beberapa aspek, meskipun Ia terbiasa dengan pertarungan dan hidup yang keras itu tidaklah cukup. Eideth yakin kedepannya Ia akan melihat lebih banyak kejadian yang akan melemahkan prinsipnya, untuk itu Eideth menguatkan tekadnya lebih kuat lagi.

 

Eideth membuat rencana untuk apa yang akan Ia lakukan sesaat masuk ke Akademi. Ia mencatat idenya itu ke ponselnya selagi menunggu perjalanan. Meskipun itu hanyalah catatan kecil, Eideth yakin Ia harus melakukannya. Itu adalah kebiasaan baik yang Ia dapat dari memainkan TTRPG, Eideth ingat Ia sering mengejutkan pemain lain dengan catatannya.

 

Sesampai di Istana Kekaisaran, Vinesa memerintahkan Eideth untuk mengganti pakaiannya. Eideth bertanya mengapa, "apa maksudmu, Kamu akan bertemu sang Kaisar" balas Vinesa. Eideth segera mendapati dirinya berlutut dihadapan Kaisar. Eideth sedang menerima penghargaan dari Kaisar secara langsung. "Aku secara pribadi berterima kasih atas kontribusimu melawan menara Sixen, angkat kepalamu Eideth Raziel", "Saya merasa terhormat yang Mulia" jawab Eideth.

 

Eideth mengangkat kepalanya, melihat berbagai figur penting Kekaisaran. Dalam hatinya, Ia panik karena hanya sedikit wajah yang Ia kenal. Disana terdapat yang Mulia Kaisar dan Permaisuri duduk di tahta mereka, disampingnya terdapat tempat duduk Reinhardt dan sebuah kursi kosong. Menilai dari pakaian mereka, Eideth menyimpulkan kelompok yang mana perdana Menteri dan Jenderal. Eideth pasrah menerima nasibnya jika Ia salah mengidentifikasi seseorang, wajah familiar disana hanyalah Reinhardt dan Vinesa.

 

"Sebelum penyerahan penghargaan, akan kuizinkan Kamu bicara, kudengar Kamu punya usulan yang ingin disampaikan", "benar yang Mulia". Eideth mengingat kembali kata-kata yang sudah dirangkainya. "Saya ingin meminta agar hukuman eksekusi pengkhianat dan mantan Apostle dibatalkan yang Mulia" pintanya. Eideth dengan jelas merujuk pada Kalos dan yang lain. Ia bisa merasakan tatapan ketidaksetujuan dari sudut matanya.

"Kenapa Kamu meminta hal ini" tanya sang Kaisar. "Setelah interogasi, Kami menemukan fakta bahwa mantan Apostle itu telah dikendalikan yang Mulia, kekuatan dari Dewa dunia lain mempengaruhi pikiran mereka dan menanamkan kepribadian baru, Saya bersaksi, dari laporan yang Mulia Pangeran, Saya juga mengalami hal yang sama" ungkap Eideth. "Bukankah itu berarti Kamu bisa menjadi seorang Apostle sama seperti mereka" ujar seorang pria yang tidak Eideth kenali, Ia bahkan tak mencoba menebak identitasnya.

 

Reinhardt menyela perkataanya, "itu benar, namun sekarang Eideth tidak membawa ancaman itu lagi", "bagaimana bisa" tanya Kaisar. "Ketika Eideth bangun Kami sudah memperkirakan adanya kekuatan dunia lain di dalam tubuhnya, dibandingkan dengan tahanan yang lain, hanya Ia yang memiliki kekuatan dunia lain itu, Kami tidak melaksanakan interogasi padanya takut kekuatan itu terpicu, melalui operasi Kami di Timastal, Eideth berhasil membuat perjanjian diplomasi damai pada Apostle yang dicurigai bersembunyi disana, Ia membiarkan Apostle itu pergi dengan damai sebagai ganti Ia mengambil kembali kekuatan dunia lain itu dari tubuh Eideth" jelas Reinhardt.

 

"Bagaimana bisa Kamu melepaskan seorang Apostle seperti itu" keluh Pria tadi. "Jenderal, Aku mengerti kekesalanmu tapi Kita tidak punya pilihan selain menghindari konflik dengan Apostle itu sementara, kabar sudah beredar Kekaisaran Kita sudah terkena dua serangan dari Apostle dengan pasukan dunia lain mereka" ungkap Reinhardt, Eideth akhirnya mengenali wajah sang Jenderal.

 

"Kabar serangan pada Larcova sudah menyebar ke seluruh benua, untungnya pusat perdagangan Kekaisaran Kita tidak mendapat kerugian sama sekali berkat usaha Eideth, jika terjadi penyerangan beruntun di Timastal, hal itu akan mendorong musuh untuk menyerang Kekaisaran Kita mengira pertahanan Kita melemah" tambah Reinhardt membela Eideth. "Itu benar Jenderal," suara seorang wanita terdengar masuk ke dalam ruang singgasana, itu adalah Millenia Isolde, Marquis dari Larcova. Eideth tidak menyangka Marquis akan datang ke Istana. "Nona Isolde", "halo Tuan Eideth, terima kasih atas bantuan Anda, Kota Larcova sudah kembali berjalan seperti biasa, mantra sihir terakhir Anda itu benar-benar luar biasa" puji Millenia.

 

"Eideth, Aku mendengar Kamu merapal sebuah mantra asing yang tidak pernah dilihat sebelumnya, mantra apa itu" tanya Kaisar. Eideth tidak tahu apa Ia akan mengungkapkan keberadaan mantra [Wish] begitu saja, itu adalah puncak tertinggi mantra sihir, Ia tidak yakin Artleya sudah siap untuk sihir seperti itu. "Maafkan Saya yang Mulia, Saya tidak bisa memberitahu Nama Asli dari mantra itu" balasnya. "Bisa Kamu beritahu kenapa" tanya Kaisar, "itu adalah titipan dari Dewi Zatharna" Eideth berdalih.

 

Semua orang terkejut Eideth menyebut nama dari Dewi, mereka kemudian menoleh pada Vinesa. Mereka bahkan tidak tahu Raziel ikut menyembah Dewa, Vinesa berkata Ia tidak tahu apa-apa. "Bisa Kamu jelaskan Eideth" pinta Reinhardt. Eideth menjelaskan sihirnya itu adalah sebuah kekuatan bersyarat (dalihnya), mantra itu adalah mantra yang memiliki begitu banyak persyaratan untuk merapalnya, "dan persyaratan terakhir itu adalah izin dari Dewi" ungkapnya. Eideth tidaklah berbohong soal Wish memerlukan izin Dewi, GM Eideth adalah Zatharna dan Ia selalu meminta izin dengannya untuk segala hal.

 

"Bagaimana Kami dapat mempercayai perkataanmu itu" tanya Jenderal dengan waspada. "Perkataan Eideth benar yang Mulia," potong Millenia, "Saya datang disini untuk bersaksi setelah dimintai tolong oleh teman Saya, Kepala suku dari Klan Merman yang menjaga danau Larcova, mereka juga penganut ajaran Dewi Takdir Zatharna, mereka telah meramalkan kejadian hari ini" ungkap Millenia. Eideth tidak menyangka Zatharna akan mendukungnya dari belakang dengan cara ini, Ia memuji Zatharna menggunakan peran dan pengaruhnya seperti GM yang baik. 'Lore-building yang bagus Zatharna' puji Eideth dalam hati meski Zatharna tidak bisa mendengar.

 

"Jadi begitu, Aku mengerti, Aku tidak akan menanyakan lebih lanjut," sang Kaisar bangun dari tahtanya, Ia secara pribadi menghadiahkan Eideth sebuah medali penghargaan. Ketika itu pula Eideth berbisik pada sang Kaisar, "yang Mulia, Saya dapat membangkitkan yang Mulia tuan Putri, untuk itu Saya perlu bicara empat mata dengan Anda". Kaisar mengetahui betapa beratnya topik ini memutuskan untuk menunggu. Ia duduk kembali ke tahtanya dan melihat tatapan Reinhardt, Ia juga sudah tahu.

 

Eideth keluar dari ruang singgasana dengan gembira, acara pemberian penghargaan tertutup itu berjalan dengan lancar. Eideth tidak mau kabar tentangnya menyebar, itu hanya akan menambah masalahnya di Akademi. Eideth segera dibawa ke ruang rahasia dimana hanya beberapa orang terpilih di kumpulkan. Disana Eideth menjumpai Reinhardt, yang Mulia Kaisar, dan Permaisuri. Sepertinya Reinhardt sudah menjelaskan beberapa hal lebih dulu pada keluarganya.

 

"Apakah benar Kamu seorang Necromancer" tanya Kaisar. Eideth menunjukkan tanda kutukannya dari Mystra, Dewa alam perbatasan. Sebagai orang yang melanggar tabu kematian dan kehidupan, Ia takkan bisa memasuki alam kematian Artleya. "Sebelum itu, Saya ingin bertanya yang Mulia, apakah yang Mulia benar-benar yakin ingin melakukan ini" tanya Eideth. "Apa maksudmu, cepat katakan" Ia bertanya balik, "Saya akan mengantarkan yang Mulia, yang Mulia Permaisuri, dan Pangeran ke Planarsphere, disana Anda akan bertemu dengan putri Gyslaine, Saya ingin Anda membujuknya untuk kembali" ungkapnya. Eideth menjelaskan Ia perlu melakukan beberapa prosedur untuk membangkitkan tuan Putri.

 

Eideth sebenarnya tidak perlu memberitahu hal ini, Ia dapat membangkitkan Gyslaine dengan paksa. Namun mengingat konsekuensi dari mantra ini cukup besar, pada fisik maupun mental target. Eideth tidak mau terkena imbasnya dan disalahkan. Ia ingin yang Mulia Kaisar menjadi orang yang bertanggung jawab sepenuhnya atas semua ini.

 

Yang Mulia Kaisar mengerti, Ia dan keluarganya akan melakukan perbincangan dengan Gyslaine. Mereka mengerti jika Gyslaine memutuskan untuk tidak dibangkitkan kembali. Tapi mereka ingin berusaha mengembalikan anggota keluarga mereka. Eideth mempersiapkan kebutuhan ritual mengikuti petunjuk yang diisyaratkan padanya oleh Zatharna. Yang Mulia Kaisar, Permaisuri, dan Pangeran Reinhardt duduk dengan nyaman di atas sofa mereka menunggu kesadaran mereka dipindahkan melalui sihir itu.

 

Reinhardt terbangun di ruang hampa yang kosong, Ia segera menyadari kedua orang tuanya di sisinya. "Ayah, Ibu, Kalian baik-baik saja" tanya Reinhardt mengulurkan tangannya membantu mereka berdiri. "Dimana kita" tanya Kaisar melihat ke sekeliling mereka. "Kalian berada di perbatasan antar alam" jawab Eideth. "Kalian berada di alam yang berada dibawah pengawasan Dewa Mystra, salah satu dari lima Dewa besar Artleya di Era ini" ungkapnya. "Tunggu… Era ini" tanya Reinhardt tapi Eideth tidak menghiraukannya.

 

"Alam ini menghubungkan Artleya dengan alam lain, tumpang tindih dengan ruang dan waktu, tolong berhati-hati, Saya juga tidak terlalu mengenal area ini, Saya tidak tahu apa yang akan terjadi jika yang Mulia terpisah dan tersesat, tolong ikuti Saya" ujarnya. Mereka dipertunjukkan kepada alam yang sulit di komprehensi oleh akal manusia. Tidak ada yang namanya arah dan orientasi disini, sebuah tempat dengan hukum yang sangat berbeda dari dunia asal mereka. Tak lama mereka menjumpai sebuah dataran tanah ditutupi oleh sebuah kubah terang, daratan luas itu terdapat banyak sekali sampai ke ujung mata memandang.

 

"Ini adalah—", "Planarsphere" potong Reinhardt. Eideth sama sekali tidak tahu apa yang Reinhardt maksud disitu, tapi Ia akan terus melanjutkannya. "Ehem, itu benar yang Mulia, ini adalah alam peristirahatan untuk jiwa yang telah mati" jelasnya. Semakin mereka mendekati Planarsphere itu, mereka dapat melihat sebuah taman dari Istana yang familiar. "Planarsphere adalah manifestasi alam dari ingatan pemiliknya, sepertinya Putri Gyslaine mengambil inspirasi dari tempat yang Ia senangi, sebuah Mindscape, bisa dikatakan begitu" ujar Eideth.

 

Kaisar dan keluarganya menembus dinding penghalang transparan yang memberi atmosfer pada tempat itu. "Eideth, ayo cepat ikut…" Reinhardt menghadap kebelakang dan melihat dinding itu menolak Eideth masuk. "Kalian lanjut saja tanpaku, ini adalah alasan mengapa sihir tabu itu dilarang, hukumannya adalah Kamu tidak bisa mendapat hakmu di alam kematian" ungkapnya. Eideth berpesan untuk membawa Gyslaine padanya jika mereka masih kesulitan meyakinkannya untuk hidup kembali, Ia ingin berbicara lansung padanya jika bisa.

 

Eideth memutuskan untuk menunggu membiarkan keluarga Kekaisaran mengurus masalah pribadi mereka. Eideth malah berharap agar mereka dapat melakukannya sedikit lebih cepat. Eideth melihat layar status didepannya. [Berkah Varrak telah dihilangkan, tolong segera lakukan pembersihan ulang]. Eideth tidak tahu apa yang akan terjadi jika Ia menunda hal ini terlalu lama. Meski Ia siap dengan konsekuensi apapun yang dapat muncul, Ia ingin menguranginya sebanyak yang Ia mampu.