webnovel

Let Go (Omegaverse)

Bercerita tentang bagaimana para tokoh Let Go meraih kebahagiaan mereka. Baik itu lewat pencarian yang panjang, menemukan dengan mudahnya, mempertahankan yang sudah ada, maupun dengan melepaskan yang selama ini berada di genggamannya. . . Berlatar belakang "Omegaverse", dimana selain laki-laki dan perempuan ada gender kedua yaitu Alpha, Beta dan Omega. Karena berlatar omegaverse, jadi dalam cerita ini, baik laki-laki maupun perempuan, dua-duanya bisa hamil. So, bagi yang merasa tidak nyaman dengan tema 'homoseksual' dan juga 'male preganancy', diharapkan untuk tidak membaca cerita ini. # LGBTQ+ # Male Pregnancy # Omegaverse # 17+

Leuchtend · LGBT+
Không đủ số lượng người đọc
48 Chs

Pheromone's Effects

Hari ini libur, harusnya Nala bisa duduk bersantai. Namun, pada kenyataannya Nala harus membuatkan makan siang untuk Aelius yang sedang ngidam. Rencananya hanya ingin menu seperti biasanya, sandwich, chicken salad atau pasta. Tapi, ketika dia baru akan membuka kulkas, Aelius tiba-tiba sudah berada di dapurnya sambil terisak.

"Nala, aku mau makan gepuk." Kalimat itu meluncur bebas dari mulut Aelius tanpa merasa bersalah sama sekali. Dia pikir dia sedang berada di Indonesia?!

Dan di sinilah Nala, di dalam Asian Market dengan selembar kertas berisi catatan bahan yang harus dibelinya. Tangannya memegang kertas catatan, yang satunya lagi sibuk memilih bahan yang akan di belinya. Trolley berada di tangan yang aman. Ya, tugas menjaga trolley jatuh pada Eckart yang kini dengan sabar dan setia berdiri di samping Nala.

Bukan Nala yang mengajaknya belanja, tapi Eckart yang menawarkan dirinya sendiri untuk menemani Nala.

Setelah puas dengan belanja, keduanya langsung pulang ke apartemen Nala. Kesempatan ini tidak di sia-siakan oleh Eckart untuk berkunjung ke apartemen yang katanya kecil dan berantakan.

Eckart tidak bodoh, apartemen Nala berada di kasawan elite. Tidak mungkin apartemennya kecil dan juga tidak nyaman. Itu hanya alasan klasik yang sengaja di buat-buat oleh Nala untuk mencegah Eckart masuk ke area pribadinya.

"Aku tidak menyangka apartemen sebesar ini terasa kecil untukmu." Ucap Eckart yang sedang mengekor di belakang Nala.

"Kamu menyinggungku."

"Oh, sorry, aku tidak bermaksud menyinggungmu."

Nala menghela nafas, "Maaf, itu hanya alasanku untuk menolakmu berkunjung. Aku sebenarnya belum siap."

"Jadi sekarang sudah siap, hm?" Goda Eckart.

"Entahlah." Ucap Nala pelan.

Eckart bisa melihat semburat merah yang kini sedang merambat ke telinga dan juga leher Nala. Membuat Eckart semakin tergelitik untuk menggodanya.

"Kamu bisa meletakkan belanjaannya di meja pantry." Ujar Nala sambil berjalan menuju kulkas dan kemudian membukanya, mengecek ada minum apa di dalam. "Kamu mau minum apa?"

"Air dingin saja." Jawab Eckart sambil meletakkan kantong belanjaan di atas meja pantry seperti yang dikatakan Nala.

Nala berjalan dengan membawa dua gelas yang berisikan air dingin. "Duduklah." Ucapnya sambil mengulurkan gelas yang berisi air tadi kepada Eckart.

"Terimakasih." Eckart menerima gelas itu dan langsung menenggak habis isinya.

"Mau tambah lagi?" Tanya Nala yang melihat Eckart langsung meminum habis air dingin yang dia berikan.

"Tidak, ini sudah cukup."

"Aku punya orange juise dan apple juice kalau kamu mau."

"Tidak usah repot-repot Nala."

"Baiklah, katakan padaku jika nanti kamu berubah pikiran. Aku mau membereskan belanjaanku dulu dan memasak setelahnya."

"Baiklah. Kamu bisa mengerjakan pekerjaanmu. Anggap saja aku sebagai lebah tak kasat mata."

"Pfftt.." Nala tertawa kecil, "Bagaimana aku bsia menganggap tuan alpha sekeren dirimu sebagai lebah tak kasat mata. Lucu sekali."

"Coba katakan lagi, kamu bilang aku apa?"

Nala menghentikan tawanya dan kemudian merasa gugup. "T-tidak ada. Aku tidak mengatakan apa-apa."

"Hmm… Apa aku sekeren itu hingga kamu jadi amnesia seperti ini?"

Mendengar ucapan Eckart, wajah Nala berubah merah sepenuhnya. Dia sadar harusnya dia tidak mengucapkan kalimat yang bisa berbalik menyerangnya, tapi mulut sialan ini berucap semaunya.

Melihat reaksi Nala yang menurutnya sangat manis membuat hati Eckart semakn tergelitik untuk tidak menggoda Nala. Namun, niat itu urung dilakukannya. Dia tidak mau membuat Nala merasa tidak nyaman berada di dekatnya.

"Sudah, lupakan saja. Kamu harus membereskan belanjaanmu dan memasak bukan?"

"Ah, i-iya." Nala bangkit dari duduknya dan mulai mebereskan belanjaannya.

Dengan telaten Nala memilah barang-barang yang dia keluarkan dari dalam kantong belanjaan. Bahan makanan yang sekiranya tidak di pakai dia masukkan kedalam kulkas atau kitchen counter, sedangkan barang yang akan dipakai, di letakkan diatas

Setelah selesai dengan membereskan belanjaan, Nala mulai memasak. Dia mengenakan apron berwarna merah maroon yang sanagt cocok dengannya. Eckart yang tadinya fokus pada ponselnya kini beralih pada sosok Nala yang sedang memasak di depannya.

Entah kenapa, bagi Eckart saat ini Nala terlihat sangat seksi, slim-fit tees hitam yang berlengan panjang itu di gulung hingga ke siku, apron maroon melekat pas di tubuhnya, di tambah celana selutut yang dia kenakan mencetak jelas bongkahan bulat yang menjadi favorit alpha single seperti dirinya.

Tanpa disadari, Eckart kini berdiri dari tempatnya dan berjalan menuju Nala yang masih fokus dengan masakannya. Eckart memeluk tubuh ramping itu dan mengendus tengkuk Nala. Nala yang mendapatkan perlakukan tiba-tiba dari Eckartpun terkejut dan langsung menyiku perut Eckart tanpa dia sadari.

"Eckart! What the hell are you doing?" Ucapnya dengan nada tinggi.

Eckart perutnya terkena siku Nala itupun sama kagetnya langung melepaskan pelukannya dan mundur beberapa langkah. "Sorry, that wasn't my intention."

"If it wasn't, then what was that?"

"Sorry Nala."

"Aku tidak suka tengkukku disentuh orang lain."

'Orang lain katanya, huh?' Batin Eckart. "Sorry Nala. I won't do it again, promise."

"Hey, kalian berdua kenapa? Dan Nala, turunkan spatulamu, kamu mau memukulnya?" Tanya Aelius yang tiba-tiba saja datang.

Nala menghela nafas panjang, "Bisakah kamu membawanya ke tempat lain? Aku sedang ingin memasak sendiri." Pinta Nala pada Aelius.

Setelah diusir oleh Nala, Eckart sekarang sedang duduk di ruang keluarga bersama dengan Aelius dan Elatha.

"Aku minta maaf Eckart. Aku yakin Nala tidak bermaksud mengusirmu."

"It's okay, well, kesalahanku. Aku tidak seharusnya seperti itu."

"What did you do?" Tanya Aelius penasaran. Raut wajah Eckart tiba-tiba merasa tidak nyaman atas pertanyaan Aelius, "Sorry, no need to tell me."

Eckart menghela nafas dan bersandar pada sofa empuk yang sedang didudukinya. "Apa dia selalu sewaspada itu?"

"He's an omega." Jawab Elatha sambil menatap layar televisi "Jadi aku rasa itu wajar."

Entah kenapa mendengar jawaban Elatha, Eckart merasa semakin bersalah. Dia sadar apa yang dia lakukan tadi bisa disebut sebagai sexual harassment. Eckart menghela nafas sekali lagi. Entah kenapa dadanya terasa begitu berat saat ini.

"Atha sih, ngomong asal ceplos."

"Ya, kan emang bener. Aku ngomong apa adanya."

"Tapi gak usah jelas gitu juga kali. Kan jadi bete Eckartnya."

"Kok jadi belain Eckart sih?"

"Males ah." Aelius melempar Elatha dengan bantal kecil yang tadi dipeluknya dan kemudian pergi meninggalkan Elatha berdua dengan Eckart.

Eckart yang tidak mengerti apa yang mereka bicarakan hanya diam. Walaupun tidak mengerti Eckart tahu keduanya baru saja cek-cok dan pasti itu mengenai dirinya karena dia mendengar beberapa kali namanya disebut.

"Sorry." Entah kenapa Eckart tiba-tiba meminta maaf.

"Untuk apa?" Tanya Elatha tidak mengerti kenapa Eckart meminta maaf.

"Sepertinya dia marah padamu."

Elatha tertawa kecil, "Tidak, tidak, dia memang selalu seperti itu. Kamu tahu kan, mood orang hamil seperti apa."

"Ah, ya, ya, ya. Aku mengerti." Jawab Eckart sambil memperhatikan wajah Elatha yang kini sedang tersenyum. "Kamu sedang jatuh cinta." Komentarnya.

"Entahlah, aku juga tidak megerti."

"Maksudmu?"

"Aku rasa aku memang jatuh cinta, padahal awalnya aku selalu merasa hal itu mustahil bagiku. Aku juga berpikir jatuh cinta itu tidak nyata, yang ada hanyalah ketertarikan yang disebabkan oleh pheromone alpha dan omega yang memang saling berkaitan. Tapi sejak tahu Aelius hamil, aku rasa hatiku perlahan menyukainya, tidak, lebih tepatnya mencintainya dan ini bukanlah reaksi dari keterkaitan antar pheromone satu dan lainnya."

Eckart kemudian berpikir. Apakah dia sama seperti yang dikatakan Elatha. Apa dia jatuh cinta pada Nala? Ataukah ini hanya sekedar ketertarikannya pada seorang omega? Eckart tidak mengerti perasaannya sendiri. Apakah ini efek dari terlalu lama menutup diri?

"Maaf, bukan maksudku mengguruimu." Ujar Elatha. Dia merasa tidak seharusnya mengatakan hal itu pada sosok sehebat Eckart. Ditambah lagi menurutnya Eckart jauh lebih berpengalaman dari dirinya yang hanyalah seorang anak muda yang baru saja merasakan cinta.

"Tidak, aku sama sekali tidak merasa digurui. Hanya saja perkataanmu membuatku bertanya akan perasaanku pada Nala."

"Jika kamu hanya ingin bermain dengannya lebih baik tidak usah mendekatinya."

"Bukan, bukan maksudku seperti itu. Dulu aku pernah dekat dengan omega dan dia adalah fated pairku. Aku menaruh perasaan padanya. Namun, ternyata perjalan kami tidak mulus dan kami berpisah. Sejak saat itu aku menutup hatiku. Aku takut menjalin hubungan lagi. Menurutku, jika fated pair saja bisa berpisah, apalagi yang bukan."

"Dan sekarang…"

"Betul sekali, aku sedang berusaha membuka hatiku kembali. Aku merasa aku tertarik pada Nala. Namun, aku masih ragu, apakah ini hanya yang seperti tadi kamu bilang ketertarikan antar pheromone saja atau aku memang jatuh hati padanya."