webnovel

9. Kehangatan dan Sederhana

Mira terkekeh pelan mendengar nasihat dari Lian yang tidak berubah, selalu meminta dirinya untuk berhenti bergosip.

lalu mereka Lian dan Mira kembali lagi sibuk berkutat dengan pekerjaannya masing-masing, dengan diselingi cerita dari masing masing mereka, bibi Jean pun juga tidak luput dari bahan cerita mereka.

" Something magical can be happened "

for you

...

Pekerjaan memasak mereka bertiga sebentar lagi selesai, sayuran yang Lian dan Mira potong juga sudah masuk kedalam panci rebusan, yang sudah di cuci sebelumnya pasti.

Sekarang mereka hanya perlu menunggu daging sapinya menjadi lebih lembut saja, anak-anak lainnya pun kini juga sudah pada turun mereka semua berada di ruang makan, yang mana disana ada meja panjang khusus yang digunakan untuk sarapan bersama, sembari mereka menunggu sarapan tiba, mereka terkadang sambil bercanda dan main dengan anak lainnya.

inilah momen yang Lian tak bisa lupakan, bercanda gurau bersama anak-anak lainnya sembari menunggu sarapan jadi.

Jika ada yang bertanya anak-anak panti siapa yang jagain, lalu bunda kemana kok tidak ikut bantu memasak di dapur, apa bunda yang menjaga anak anak panti.

Jadi gini bunda sebenarnya lagi ditempat paman Jansen meminta izin agar aku bisa menumpang di kereta kuda miliknya, yang akan pergi ke kota besok, jadilah bunda sedang berada disana mengurusi masalah itu, dan untuk anak-anak panti mereka lagi di jagain sama pak Aget beliau adalah seorang pengajar sihir di panti ini, tunggu sihir?.

yaps sihir, di negeri ini semua orang bisa melakukan sihir, ada berbagai macam jenis sihir di dunia ini dan semuanya memiliki keunikan tersendiri, sekolah yang akan aku masuki nanti juga merupakan sekolah sihir ternama dan tertua di kota sana nama sekolah itu adalah Academy draconis, kenapa namanya akademi naga well, katanya pembuat sekolah itu ialah pahlawan yang mengalahkan naga yang telah membantai satu desa, lalu-lalu dari sekolah itu pula banyak tokoh-tokoh sihir hebat lahir, seperti Raja saat ini, beliau merupakan lulusan dari sekolah itu, pak Aget juga merupakan lulusan dari akademi itu, pak Aget pula lah yang merekomendasikan aku bersekolah disana pada bunda, hingga akhirnya bunda menyetujui hal itu.

tak terasa masakan yang mereka buat, sudah selesai dagingnya sudah lembut, sekarang mereka tinggal membawanya ke ruang makan.

" semuanya, sarapan sudah siap "

teriak bibi Jean kepada anak-anak yang masih bermain di lantai, mereka yang mendengar teriakkan bibi Jean mengenai sarapan nya sudah siap langsung berlarian duduk ke meja makan.

Lian ingin membawa panci karenya ke depan tapi, kelihatan dirinya tidak kuat mengangkat pancinya, bibi Jean dan Mira terkekeh dengan diri Lian tidak kuat mengangkat panci berisi penuh kare, bibi Jean tanpa bicara langsung mengambil alih tangan Lian dari pegangan panci, kemudian ia membacakan Mantra yang membuat panci itu melayang, lalu dibawanya meja makan, Lian hanya menunduk malu, Mira juga mengolok-olok dirinya.

" awokwkwk, katanya laki ngangkat gitu doang kok gak bisa hadeh, angkat piring aja yuk "

begitulah kalimat yang Mira lontarkan pada Lian, sambil menggerakkan tangan menyusun piring dan sendok yang akan di bawa ke ruang makan.

Masa masih dibantu bibi Jean dulu baru bergerak itu panci kan kasian bibi sudah lelah, terkadang Mira bingung dengan diri Lian ini lemah banget jadi manusia, takut nanti kalau dia di kota bakal jadi bahan Bullyan teman sekolah nya.

Lian hanya berdehem pelan, menangapi perkataan Mira, toh bukan dirinya tidak mau membantu kan aku aja nggak bisa angkatnya masa mau dipaksa, Mira juga nggak bantu ngangkat itu panci ngapa dia jadi ngatain aku, udahlah yah, sambil ia ikut mengangkut piring dan sendok ke meja makan.

kursi di meja makan, sekarang sudah dipenuhi dengan anak-anak panti mereka duduk manis menunggu piring mereka terletak di depan mereka, di kursi itu juga sudah ada pak Aget dan bunda yang kelihatannya sudah kembali dari rumah paman Jansen.

" anak-anak hari ini sarapannya, kare sapi "

ucap bibi Jean yang sudah meletakkan panci tadi ke meja pada anak-anak, Lian dan Mira juga datang dengan tangan mereka yang penuh dengan segala alat makan, bibi Jean dengan sihirnya menuangkan nasi dan juga kare di atas piring lalu menyajikan kehadapan anak-anak.

setelah semua dapat bagian Mira dan Lian langsung ikut duduk dengan piring berisi makanan dihadapannya, bibi Jansen juga ikut duduk makan bersama, disaat acara membagikan semuanya sudah selesai bunda berdiri dan mengajak kita semua berdoa terlebih dahulu sebelum makan.

" anak-anak sebelum makan alangkah baiknya kita berdoa terlebih dahulu, berdoa dimulai "

ucap bunda yang dirinya diiringi dengan beberapa kalimat puji-pujian doa kepada Tuhan, kami semua juga ikut berdoa bersama dalam hati.

Doa, sudah selesai sekarang waktunya makan, langsung anak-anak menyerbu nasi kare mereka, ruang makan menjadi ricuh dipenuhi dengan suara dentingan piring anak-anak dan juga suara tawa mereka yang sedang bergurau.

Anak-anak juga memuji rasa dari masakan bibi Jean dan Lian itu,

" hmmm, enak Kaka Lian pandai masak "

" iya dagingnya juga lembut "

" bibi Jean!!!, masakan nya enak!!! "

begitulah kira-kira yang diutarakan anak-anak terhadap sarapannya itu, Mira cuma menangis di pojokan mengetahui namanya tidak masuk dalam pujian anak-anak, padahal dirinya juga ikut bantu memasak, nggak adil.

" hehe, makanya jadi cewe itu pinter masak "

timpal Lian yang melihat Mira tengah bersedih, karena dirinya tidak dipuji, Lian juga sekarang malah ikut-ikutan membuat dirinya semakin sedih karena perkataan dirinya, emang kenapa cewe nggak bisa masak?.

Yah nggak tau Lian kan cuma membalas perkataan Mira yang tadi, cowok kok.

suasana dimeja makan yang hangat, mereka sesekali tertawa mendengar cerita pak Aget, ada yang minta tambah dan dengan senang hati bibi Jean menuangkan lagi karenya, ahhh bahagianya.

Tak terasa semua makanan di piring telah kosong, masuk kedalam perut semua, anak-anak juga telah pergi, mereka berlarian bersiap ingin pergi ke sekolah dasar, yang akan ditemani oleh pak Aget.

" This days, feel like a another day "

so warmfull