webnovel

20. Kerinduan dan Kepergian

karena bunda yang sudah susah payah membuat aku bisa terdaftar disana aku sudah pastikan untuk tidak akan mengecewakan bunda.

" Hal, buruk sekalipun pasti ada kebaikan "

didalamnya

...

pagi hari pun tiba, waktu dimana kini Liansi telah siap dengan koper besar nya, menenteng segala peralatan yang akan ia bawa, jangan lupa dengan buku yang semalam ia beli, sudah aman didalam tas gendongnya itu, Lian kini terlihat sudah sepenuhnya siap untuk berpergian.

Kini waktunya lah ia pergi meninggalkan tempat dimana ia dibesarkan dan berlindung dari panas matahari, panti asuhan ini selalu membekas dihatinya, walaupun ada kemungkinan dia kembali kesini nanti jika tidak lulus test ordo tapi setidaknya dia merasa meninggalkan tempat ini.

oh iya semua orang yang ada di panti juga berkumpul mengantarkan kepergian ku, mereka bangun pagi pagi hanya untuk diriku.

Sepertinya paman Jansen sudah berada didepan, soalnya aku mendengar suara gerobak kuda, " Bunda, paman Jansen sudah ada didepan, aku pamit pergi dulu ya bunda "

ucap aku pada bunda, karena sudah ditunggui oleh kereta kuda milik paman Jansen didepan.

Bunda mendekati diriku, meletakkan kedua tangannya di pundak ku kemudian berkata

" yasudah buruan pergi sana, jangan bikin paman Jansen menunggu kamu, dan juga kamu harus hati-hati selama diperjalanan, jangan terlalu merepotkan paman Jansen ingat "

bunda mengatakan itu dengan sorot matanya yang tersirat tegas, tentu akan aku lakukan tidak merepotkan paman Jansen, karena beliau sudah baik mau memberikan tumpangan kereta kudanya padaku.

Oh iya Mira tidak bisa mengantarkan kepergian aku, karena dia sibuk tapi tenang dia ada memberikan salam perpisahan beserta hadiah kecil padaku, tadi dini hari dirinya kemari, lalu Michael dimana?.

Aku nggak tau dia kemana, mungkin dia udah balik ketempat orang tuanya, kan dia kesini cuma buat ngasih aku ucapan dan kado, karena semuanya sudah dia mungkin langsung pergi.

Padahal aku pengen aja bisa bersama mereka berdua di waktu terakhir kepergian ku,

" Kaka, beneran mau pergi yah? "

"Kaka, jangan pergi nanti siapa yang mau bacain cerita ke kita"

"iya Kaka jangan pergi, kakak disini aja sekolahnya"

gaduh, suara anak-anak ada yang tersenduk, wajahnya sedih, dan segala ekspresi kesedihan lainnya, anak-anak itu juga berkata demikian karena memang mereka tidak Ingin berpisah dengan Kaka terbaik mereka itu.

"Heh jangan begitu kan masih ada bunda sama bibi Jean yang bakalan menemani kalian, Kaka juga nggak lama kok sekolahnya, Kaka juga janji pasti bakalan balik kesini lagi kalau Kaka sudah libur semester yah"

walaupun Lian tak terlalu yakin memangnya dia bisa keterima masuk Academy Draconis, tapi dia tetap berjanji bakalan selalu pulang kesini.

Aku yang mengatakan kalimat tadi, membuat mereka tenang, tidak gaduh lagi, hingga bibi Jean mendekati aku memegang pundak salah satu anak yang tepat berada di hadapanku.

"sudah yah anak-anak jangan bersedih, tuh Kaka Lian juga udah janji bakalan pulang, kalau sudah libur semester" ucap bibi Jean menenangkan anak anak yang sebentar lagi akan menangis.

Bibi Jean yang berkata demikian supaya bisa membuat suasana semakin membaik, dan terbukti para anak anak yang tadi juga tidak bersedih lagi.

"Lian kamu lebih baik buru-buru, kasian itu paman Jansen menunggu kamu dari tadi, ayo kita antar kak Lian sampai depan "

ucap bibi Jean mengingatkan aku, oh iya aduh paman Jansen pasti udah kelamaan menunggu aku.

aku lalu ditemani oleh anak-anak beserta bibi Jean, pak Aget dan bunda keluar dari rumah mengantarkan aku sampai didepan pintu, dimana sudah ada paman jansen dan kereta kudanya.

Aku berpisah pergi duluan menuju kereta kuda paman Jansen, menghampiri paman jansen yang sudah duduk didepan "maaf membuat paman Jansen menunggu lama, Lian tadi terlalu lama pamitan pada semuanya"

aku menunduk memberikan maaf pada paman Jansen yang mau berlama-lama menunggu diriku.

Paman Jansen memperhatikan diriku yang tertunduk "ahahah, sudah tidak apa-apa aku mengerti, Kaka sepertimu pasti bakalan dirindukan oleh anak-anak itu jadi berpamitan lah sepuas mu"

Paman Jansen berkata demikian karena ia mengerti keadaan Liansi, sangat sulit bagi kita untuk sekedar berpisah dengan orang-orang yang kita sayangi walaupun hanya sementara waktu saja, karena itulah paman Jansen tidak terlalu memikirkan permasalahan tersebut, biarlah Lian untuk berpamitan sepuasnya.

"Sudah mending kamu segera naik kebelakang sana, kamu nggak mau ketinggalan kereta kan?"

aku mengangkat kepalaku kembali menatap paman Jansen, benar kalau nggak segera berangkat nanti aku kelewatan kereta.

"hehe terimakasih paman"

aku kemudian berlari kebelakang, dimana gerobaknya berada, lalu naik kedalamnya, mendudukkan diri dengan nyaman didalam sana, aku memberikan tanda sudah siap pada paman Jansen, yang langsung dirinya menjalankan kuda miliknya.

Aku melihat keluar menatap kebelakang memperhatikan semua orang yang di panti melambaikan tangan mereka padaku dan berteriak selamat tinggal, aku pun juga kembali melambaikan tangan kepada orang-orang di panti, hingga kereta kuda ini kian menjauh sampai sudah tak terlihat lagi dari panti, dan akhirnya aku sudah pergi dalam perjalanan menuju Academy draconis tempat dimana aku harus menuntut ilmu disana.

Disepanjang perjalanan aku selalu memperhatikan keluar menatap berbagai macam hal, dari yang paman Jansen katakan bahwa perjalanan menuju kereta sihir atau Tm's 'train magical's' sekitar kurang lebih setengah jam, jadi kata paman Jansen bilang jika aku mau, istirahat saja dulu biar bisa hemat tenaga, tapi sayang aku belum lelah karena aku terlalu bersemangat, memikirkan segala macam hal yang akan aku lakukan nanti bila diterima, membuat aku senyum senyum sendiri.

"cukup, cukup kalau mau diterima masuk, kamu harus belajar Lian, selama ini kamu bahkan tidak ada latihan"

ucap Lian pada dirinya sendiri, memang betul jika dirinya mau diterima dia harus bisa menggunakan sihir yang setidaknya lebih kuat dari sebelumnya yang ia bisa.

Dia merogoh tas gendongnya mengeluarkan buku sihir yang ia beli, kemarin malam membuka lalu membaca segala hal yang ada dalam buku itu, iya dirinya akan belajar sebentar sebelum dirinya melakukan test ordo, semangat Lian.

"Hanya . dan ia tidak berarti apa-apa, tapi"

dirinya penting bagi semua hal