webnovel

Lari dari Pesta

Ariesta akan dinikahkan dengan seseorang. Namun ia terkejut saat bertemu dengan mempelainya. Akhirnya Ariesta memutuskan untuk lari dari aula pesta. Tidak ia duga jika ternyata mempelai laki-laki adalah sang raja yang baru saja ditemuinya di taman. Ariesta tidak menduga bahwa orang tuanya akan menjodohkannya dengan sang raja.

Widi_dwi · Thành thị
Không đủ số lượng người đọc
2 Chs

Aula Pesta

Sorotan lampu dengan cahaya putih bersinar menerangi dalam aula. Puluhan orang sudah datang untuk memenuhi ruangan pesta. Pesta ini dihadiri oleh banyak kalangan.

Para wanita cantik yang mengenakan gaun panjang bak putri datang untuk memeriahkan acara. Sementara para kaum lelakinya datang dengan tampilan berjas bagaikan raja dan pangeran.

Sementara itu dari jauh, Ariesta baru saja datang. Ia mengenakan gaun biru mudanya dan berjalan dengan ragu menuju ke dalam aula. Tampaknya dekorasi dan desain pesta terlalu megah bagi dirinya yang bukan siapa-siapa.

Langkah demi langkah mengantarkan Ariesta untuk masuk ke dalam aula. Kakinya berjalan menapaki anak tangga yang lebar dan besar. Kini masuklah Ariesta ke dalam ruang utama pesta.

"Wah, megah sekali!" serunya lirih.

Matanya hampir tidak berkedip saat melihat orang-orang yang datang. Mereka bagaikan tamu kehormatan dari sang penyelenggara pesta.

"Masuklah. Calonmu sudah menunggu di dalam," ujar Retha, ibu dari Ariesta.

Ujaran sang ibu tersebut membuat Ariesta menoleh. Ia tampak ragu memandang ke arah sang ibu. Bibir bawahnya sengaja ia gigit untuk menenangkan diri.

"Mempelaimu sudah menunggu kehadiranmu, Ariesta!" tegas Retha.

"Tapi Ibu, aku sama sekali tidak mengenalinya," kata Ariesta.

Retha hanya berdecak mendengar perkataan anaknya. Langsung saja ia menggeret Ariesta untuk masuk ke dalam aula pesta.

"Pastikan kalian berdua jatuh cinta," bisik Retha.

Kerling di mata Retha semakin berbinar manakala menyaksikan seorang pria bertubuh tegap sedang menuruni tangga. Tampaknya dia baru saja dari lantai atas.

"Itu dia calonmu!" pekik Retha.

Namun sama sekali Ariesta tidak mendapatkan petunjuk tentang calon mempelainya. Ia hanya diam kaku berdiri di dalam posisinya.

Menyadari kehadiran Retha, sang pria pun segera menghampirinya. Alangkah terkejutnya Ariesta setelah menyadari bahwa sang raja lah yang berdiri di depannya.

"Kau ... Pria yang kukenali di taman waktu itu kan?" sapa Ariesta.

Tanpa malu-malu sang raja pun mengangguk. Tatapan matanya tajam mengarah pada Ariesta. Kini giliran tubuh Ariesta lah yang bergetar. Ketakutan.

"Pierre ini adalah calonmu, Ariesta," tukas Retha memecah atmosfer ketegangan di antara Ariesta dan sang raja.

Ariesta membelalakkan matanya. Hampir saja ia tak terima dengan kenyataan yang baru saja ia dengar. Ia lalu memandang sang raja dan ibunya secara bergantian.

"Mustahil Ibu! Itu tidak mungkin!" kata Ariesta berontak.

"Tapi dia memang mempelaimu," ujar Retha.

"Dia raja, Ibu. Tidak mungkin aku menikahinya!" bantah Ariesta.

Kaki Ariesta pun melangkah mundur. Kedua matanya memandang sang raja dengan penuh rasa takut. Tubuhnya bergetar hebat, menunjukkan rasa takut yang luar biasa.

Lidah Ariesta kelu. Napasnya menjadi tidak beraturan. Dadanya sesak dan pikirannya sudah kacau.

"Aku tidak bisa ... Aku tak bisa menikahinya," kata Ariesta.

Ariesta berbalik dan segera pergi dari aula pesta. Ia meninggalkan ruangan yang penuh dengan ingar bingar orang. Tanpa mengenal arah dan tujuan, Ariesta tetap berlari hingga ia berhenti.

"Mustahil. Aku tidak mungkin menikahinya. Dia raja!" lirih Ariesta yang masih kaget tak percaya.

Mata Ariesta nanar. Kedua matanya berkaca-kaca. Masih kaget dirinya akan dijodohkan dengan Pierre. Sang raja yang sedang memimpin wilayah kota Daria ini.

Karena dadanya yang bergemuruh, Ariesta memutuskan untuk duduk di bangku taman. Tangannya memegangi dada yang napasnya sudah tak beraturan lagi.

Ariesta memandang ke langit malam. Air matanya menetes dan langsung diusapnya. Di tengah larutnya pikiran, Ariesta memutuskan untuk segera pulang ke rumah.

Kedatangannya seketika disambut dengan pamannya. Paman itulah yang menampung Ariesta dan ibunya untuk tinggal di sana.

Ayah Ariesta meninggal setelah mengidap penyakit keras. Kini satu-satunya keluarga yang mau menampung mereka adalah paman Alberto.

"Kenapa kau pulang? Bukannya pestanya belum dimulai?" tanya Alberto.

"Aku tidak bisa, Paman. Tidak akan mungkin bisa," jawab Ariesta.

Ariesta segera berlalu. Ia masuk ke dalam kamar dan meninggalkan seribu tanya di hati Alberto. Tak lama kemudian, datanglah Retha yang sudah naik pitam.

"Mana Ariesta? Seenaknya dia pergi di saat aku mengenalkannya pada Pierre," kata Retha geram.

"Apa maksudnya? Kau berencana menikahkan dia dengan sang raja Daria?" tanya Alberto.

"Tentu saja. Anak gadisku itu punya wajah yang cantik. Dia tidak jelek. Tak ada salahnya jika aku menawarkannya pada sang raja," kata Retha.

"Ada-ada saja kau. Memangnya Raja Pierre akan menerimanya?" tanya Alberto penuh rasa heran.

Retha menghela panjang sekali. Kedua bola matanya memutar dan berhenti saat ia berdecak. Lantas ditatapnya Alberto yang sedang meneguk segelas bir.

"Tentu saja dia akan menerimanya. Kudengar dia sedang mencari gadis yang ia temui di taman kota!" tegas Retha.

Retha pun berlalu. Ia menghampiri kamar Ariesta dan seketika berhenti tepat di depan pintu. Diketuknya pintu kamar Ariesta dengan kasar.

"Ariesta! Keluarlah! Ibu mau bicara denganmu," kata Retha.

Namun tak ada jawaban dari Ariesta. Di dalam kamarnya, Ariesta memilih untuk diam dan tak mengatakan apapun. Terang saja keputusan Ariesta membuat Retha semakin geram.

"Keluar atau kau tidak boleh makan selama seminggu! Biar saja kau kelaparan jika tak menuruti Ibu," ujar Retha.

Terdengar gerit pintu kamar yang dibuka. Ariesta sudah berganti pakaian menjadi gadis biasa. Melihat hal itu segera saja emosi Retha memuncak.

"Kau harus menikahi Pierre. Ini untuk keberlangsungan hidup kita. Ibu tidak mau kita terus-terusan hidup kekurangan seperti ini, Ariesta!" ucap Retha penuh dengan emosi yang membara.

Ariesta diam saja saat mendengar ucapan Retha. Tak juga ia ingin membalas ucapan ibunya yang terkesan berapi-api tersebut.

"Ganti lagi pakaianmu. Kita akan kembali ke pesta itu lagi," perintah Retha.

"Tapi, Ibu ... Aku tidak bisa. Tidak mungkin aku menikahi Pierre," kata Ariesta.

"Bicara apa kau ini, Ariesta! Bukankah kau yang dicari sang Raja? Kau kan yang bertemu dengannya di taman waktu itu," kata Retha.

Ariesta pun mengangguk pelan. Sedikit rasa sesal di hatinya membuatnya semakin gelisah. Ia menyesal karena telah bertemu dengan Pierre di taman.

"Bagus. Kesempatan yang tak boleh dibuang. Kita harus memanfaatkan ini dan buat Pierre jatuh cinta padamu," kata Retha.

"Itu tidak mungkin, Ibu. Aku rasa aku tak pantas untuk bersanding dengan sang raja," ujar Ariesta.

"Tapi dia benar-benar mencarimu, Ariesta. Manfaatkan saja kesempatan ini untuk keuntungan kita," kata Retha.

Retha memandangi anaknya dari atas hingga ke bawah. Ditatapnya dengan jeli wajah anak gadisnya tersebut. Sempurna tak ada celah. Bahkan sebintik noda pun tak ada di wajahnya.

"Lagipula kau ini cantik. Kau punya bakat untuk membuat Pierre terkesima. Badanmu juga bagus, sempurna!" kata Retha.

Retha menaikkan dagu anak gadisnya ke atas. Membuat Ariesta harus menatap ke arah matanya.

Hai guys selamat datang di karyaku. Ini sempat berubah judul dari Mutiara Sang Ratu menjadi Lari dari Pesta. Semoga suka

Widi_dwicreators' thoughts