webnovel

Langit dan Bumi: First love never die

Volume satu sudah TAMAT sampai bab 24 saja GRATIS!!! Langit adalah pemuda impian setiap gadis remaja masa kini. Tampan, orangtuanya yang berada, senyumannya yang mempesona, dan tingkahnya yang bisa dibilang baik, siapa tak tahu Langit ? sementara Bumi dengan kehidupan ekonomi keluarga yang sulit, kedua orangtuanya pun memutuskan menjadi tenaga kerja di luar negeri dan meninggalkan Bumi bersama kedua adiknya yang lain dengan situasi yang sulit..

Ayun_8947 · Thanh xuân
Không đủ số lượng người đọc
276 Chs

Jealous..

Suasana kelas yang ramai. kisruh suara dari sana sini. Bumi bergabung diantara mereka. Ia ikut duduk bersama rekan rekan yang baru ia kenal.

Hari ini, ia mengenakan kemeja putih, rok hitam panjang.

Rambutnya di kepang seperti tokoh Elza di film Frozen. Ada pita kuning menempel di ujung rambut hitam yang berkilau itu

Dandanan sederhana seperti itu pasti tidak menarik- bagi kebanyakan orang, tapi bumi adalah pengecualian!

Dia terlihat sangat cantik dengan pakaian simpel itu.

Keberadaannya tampak menonjol, seperti bunga mawar merah diantara kebun mawar putih.

Teman temannya tampak begitu tertarik, mungkin selain cantik, bumi juga ramah dan hangat.

Sejak tadi, Bumi mencari sosok yang mulai akrab dengannya. Dia tak mendapati Rolita, teman barunya itu. Sekali lagi, ia mengedarkan pandangan. Tak ada Rolita di sini, dia melirik jam tangan, tak percaya kalau Rolita belum datang.

Wajah bumi berubah kecewa. Hingga teman yang duduk di sebelahnya tampak cemas.

"Ada apa Bumi?" Gadis itu menggeleng.

Dia hanya kecewa tidak ada Rolita di ruangan ini.

Beberapa temannya masih terlibat obrolan, sementara Bumi sudah mulai fokus pada pengumuman yang tampak di depan sana. Dia menulis point penting di filenya.

"hey kau! Maju!" Suara tegas dan berat dari arah depan sana menyita perhatian, "apa kau tuli?" Ketusnya masih dengan nada bicara cukup tinggi dan terdengar menjengkelkan.

Hampir semua penghuni kelas menatap ke arah Bumi, sementara yang ditatap masih fokus pada catatannya.

"Hey!" Hardik suara itu sekali lagi.

Bumi menautkan alisnya, dia merasa suara ini kian dekat, dia mengangkat kepala perlahan, menoleh ke samping kiri.

Dia baru sadar kalau dia sudah jadi pusat perhatian saat ini.

Apa aku berbuat salah? Tanya bumi kebingungan sendiri

Bumi mengacungkan tangan dan memperjelas situasi asing ini, "maaf kak, ada apa?" belum selesai Bumi berbicara, senior itu- dia tampak lebih dewasa dan berwibawa, melototkan matanya dan meminta Bumi maju, memerintah dengan sebelah tangan yang melambai kaku pada nya.

Bumi tak bisa menolak, ia meletakkan ballpoint hitam miliknya diatas meja dan ia segera berdiri melangkah hendak menuju depan kelas,

Baru beberapa langkah Bumi berjalan ia terjungkal jatuh, sepertinya ada kaki yang sengaja menghalangi langkahnya tadi, tapi dia gak bisa berprasangka melihat tak ada apapun yang menghalangi jalannya.

"Au!" rinti Bumi yang tersandung dan mendarat di lantai, lutut kirinya sedikit lecet, ia segera berdiri dan mengabaikan luka di lututnya.

Senior didepan sana menoleh, dia membalikkan badannya, "kau tak apa-apa?" tanya nya dengan nada yang pelan, menaruh simpati pada Bumi yang meringis kesakitan.

Bumi gelagapan melihat sorot mata sang senior, ia membersihkan debu yang menempel di rok hitamnya, juga di siku bajunya yang kotor, "tidak kak, aku tidak apa apa, terima kasih," jawab Bumi dengan sedikit senyuman, dia menyembunyikan malu dan rasa nyeri di tubuhnya.

Senior itu menghela nafas pelan, melihat Bumi terjatuh membuatnya cemas, tapi dia berusaha menahan diri.

Dia membalikkan badannya, membelakangi Bumi. Menyembunyikan senyuman di bibir nya.

Bumi sedikit merasa janggal, ia terus mengikuti langkah kakak senior sambil berpikir keras,

Dia bukan sedang memikirkan senior dengan tubuh atletis, berpunggung bidang ini.

Tapi dia sedang berpikir tentang insiden saat ia tersandung tadi. tak mungkin jika ia menyandung kursi atau meja, apa ada orang yang iseng padanya, tapi siapa? Aku kan tak punya musuh, apalagi ini hari pertama ku! Ucap Bumi penuh tanya gusar dalam hati.

"Kau ikuti aku!" Pinta senior.

Bumi berjalan dengan sedikit lebih lamban dari sebelum nya, itu karena ia menahan rasa perih dari lututnya yang terbentur,

Senior itu berkali-kali memperhatikan Bumi, namun Bumi terus mengatakan tak apa-apa, senior itupun percaya dan mempercepat langkah kakinya.

Mereka meninggalkan kelas.

"Dasar wanita sialan, apakah ia menggunakan susuk?" ucap seseorang yang duduk bersandar di kursi baris ke 3 dari belakang, ia sengaja menjengkal langkah Bumi, misinya tidak lain dan tidak bukan, membuat Bumi malu dan kesakitan!

Tapi nasib baik selalu saja menimpa gadis sialan itu! pasti ada saja yang membela gadis menyebalkan itu!

"Sialan!" gerutu si kacamata tebal, ia merasa gagal membalas dendam pada Bumi, ia menggepalkan tangan dan menyusun siasat licik lainnya. terlukis dari senyumnya menyeringai, juga dengan hidungnya yang mengembang kempis.

Si kacamata tebal mendekat dan meninggalkan kursi, ia meraih tas milik Bumi yang ditinggal. Dia menatap sekeliling, berharap tak ada yang menyadari tingkah anehnya.

Dia memasukkan beberapa kecoa hidup dan berharap Bumi akan ketakutan, menjerit-jerit seperti di film yang sering ia tonton.

Dia semakin dekat dengan tempat duduk Bumi. selangkah lagi ia bisa membuka tas milik Bumi, saat tanggannya bersiap dengan sekantong kecil kecoa, ia membuka dengan perlahan dan Bharu hati, matanya terus waspada, memantau sekitar.

Satu, dua tiga,

Tangan kokoh meraih pergelangan tangan milik si kacamata tebal, tangan itu terasa kuat dan gagah sekali, badannya yang gagah dan cukup besar menghalangi hampir sepenuhnya tubuh gadis berkacamata tebal itu, ia menjangkau tangannya dari arah belakang,

Si kacamata tebal terkejut, nafasnya terhenyak, terhenti untuk beberapa detik. kacamata nya melorot, ia berusaha menaikkan kacamata nya dengan menggerakan hidung nya berkali-kali, tapi itu terasa sulit.

"Hentikan Maria!!! Dasar Licik" ucap pria itu dari balik badan gadis berkacamata tebal yang bernama Maria atau kerap diejek si culun.

Ia terkejut mendengar sosok pria dengan pembawakan gagah itu tahu namanya, ia semakin grogi dan sedikit takut, ia berniat menoleh tapi tentu ia malu dengan sebelah tangannya yang memegang plastik kecoa.

Ia tak berani memandang siapa sosok yang menghentikannya, ia memilih menunduk dan berpikir ingin membuat alasan apa,

Pria itu tak bodoh, dia memperhatikan gerak gerik Maria, sejak awal.

"Aku tahu kau yang menjungkal Bumi, dan sekarang kau ingin.. Keterlaluan!" pria itu tampak marah meski suaranya tak terdengar keras, cengkraman tangannya di pegalangan Maria semakin kuat.

"Sakit, lepas!!" ucap Maria singkat dengan usaha menarik tangan kirinya yang tertahan, tapi tenaga pria itu sungguh kuat, sehingga Maria tak mampu lepas dari cengkraman.

"Sekali lagi kau seperti ini Awas!!" ancam pria itu pada Maria, ia akhirnya memilih melepaskan tangan Maria dan membalikkan badannya.

Ia berjalan cepat, meninggalkan kelas dengan langkah lebarnya, sementara Maria menyadari pergelangannya memerah dan membentuk jari,

Ia menoleh cepat namun sosok pria itu sudah berada cukup jauh, Maria sedikit terganggu moodnya, dia mengurungkan niatnya merogoh tas Bumi, ia memilih membuang kecoanya dan kembali ke tepat duduknya seperti semula.

Punggung besar gagah, perawakan tubuh tegap dan atletis, serta suara itu tak asing, Maria sedikit berfikir keras dengan menyembunyikan kepala diantara dua lengannya yang terlipat di meja.

"Apakah dia si tampan, si tampan yang yang waktu itu?" Maria seakan tak percaya kalau ia mungkin bisa melihat kembali sosok tampan itu, sosok pria yang ia kagumi, namun Maria merasa sulit jika ia harus bersaing dengan Bumi.

"Walau bagaimana pun dia harus dikerjai sampai kapok!" Maria yang penuh amarah dan ambisi, ia menggepalkan kedua tangannya dengan penuh amarah.

Awas kau Bumi!!

Mariah membanci gadis yang selalu jadi pusat perhatian.

Bumi tak pernah berniat menjadi gadis yang menjadi pusat perhatian.

Dan langit..

Tak pernah menduga kalau dia masih terus saja memperhatikan bumi. Padahal dia sudah berjanji pada dirinya sendiri.

"Sial gadis itu! Dia melukai bumi dan--" langit berdecak kesal. "Senior itu juga sialan! Kemana dia membawa bumi!" Wajah langit merah padam. Menahan kesal.. kesal, atau..