Leo mengangkat tangannya dan menyentuh warna merah yang mengalir di dekat kakinya.
Ini adalah darah yang masih segar, di satu sisi terasa hangat, di satu sisi lagi terasa sangat dingin.
Samar-samar ia ingat, hari itu ... ia memegang buket bunga mawar merah untuk seorang aktris yang menari di atas panggung, ia ingat itu.
Warna mawar itu sama dengan cairan yang mengalir di bawah sini, wanita yang bersinar di panggung itu juga memiliki sinar yang sama.
Leo menggerakkan matanya ke atas, menatap mata wanita yang ada di depannya, pikirannya menjadi kacau, bayangan wanita yang ada di atas panggung menari-nari tumpang tindih dengan apa yang ia lihat di depannya.
"Kenapa kau …." Leo tidak melanjutkan kata-katanya saat melihat dirinya sendiri memegang pedang yang menusuk ke perut wanita itu.
Laki-laki itu terdiam, ia tidak ingat apa yang telah ia lakukan, ia juga tidak ingat … apa yang terjadi.
"Leo, kau mengingat sesuatu?"
Renee tidak menyia-nyiakan kesempatan ini, ia mengangkat tangannya dan menepuk pipi Leo dengan tangannya yang telah kotor terkena noda darah dan lumpur.
Leo pasti mengingatnya, meski sedikit.
"Lihat aku, Leo!" Renee berteriak dengan sisa-sisa kekuatannya, rambutnya sudah acak-acakan dan pakaian robek, ia sekarang terlihat sangat menyedihkan dibandingkan dengan Celia. "Aku … tidak akan meninggalkanmu lagi, aku Renee Lysandra sudah berjanji tidak akan pernah meninggalkanmu!"
Renee terengah-engah, berharap ada setitik cahaya saja di mata Leo yang bisa membuat laki-laki itu sadar dari pengaruh kekuatan Celia.
Laki-laki itu mengedipkan matanya dengan perlahan, kepalanya terasa sakit dan telinganya berdengung.
Rasanya ada banyak hal yang berputar di dalam kepalanya, ia tidak bisa mencernanya dengan jelas, kepalanya terasa ditusuk ribuan jarum.
"Aku … telah melakukan apa?"
Leo tidak ingat, pikirannya kacau.
Bukannya ia ingin memberikan bunga pada seorang Lady?
Kenapa ia bisa ada di sini?
Tunggu, kenapa Lady yang ada di depannya ini sangat kacau?
Di mana Dylan?
"Kau ingat aku?" Renee tiba-tiba terbatuk, memuntahkan darah di mulutnya, ia harus segera menarik pedang dari perutnya dan menyembuhkan dirinya sendiri. "Leo, kau ingat aku?"
Leo menatap Renee, matanya berkedip lagi.
Apa yang ada di pikirannya sampai ia melakukan hal ini?
Ingatan yang ada di dalam kepala Leo berputar ke saat pertama kali Renee datang ke kota Dorthive, lalu beralih saat mereka menaiki kereta kuda dan perkataan Renee terakhir kali sebelum ia pergi.
Oh, sepertinya ia ingat sedikit.
Kenapa Lady Renee bisa ada datang padanya? Kenapa ia baru ingat kalau wanita ini adalah wanita yang sama dengan wanita di panggung teater itu?
"Renee ….." Leo bergumam dengan suara rendah, tatapan matanya masih tidak fokus. "Renee …."
"Iya, iya, ini aku! Renee!" Renee merasakan debaran di jantungnya meningkat, ia merasakan ada setitik harapan di hatinya. "Leo, aku tahu kau bisa mengingatku lagi!"
Leo menatap Renee, pandangannya masih tidak fokus, tapi Renee sangat yakin kalau sedikit demi sedikit, Leo mengingatnya.
Renee menarik pedang yang terhunus di perutnya dengan bibir terkatup rapat, Leo tidak bergerak, ia menatap pedang yang berlumuran darah itu dengan tatapan kosong,
Laki-laki itu mungkin tengah memproses, sebenarnya apa yang telah ia lakukan.
"Ah!" Renee meringis, ia langsung menutup perutnya, rasa sakit yang ia rasakan tidak main-main, pedang yang berlumuran darah itu langsung terlempar ke atas tanah,
Leo tidak bereaksi, ia masih diam selama beberapa saat, ketika cahaya jingga bergerak berkumpul di sekitar perut Renee, ia mengulurkan tangannya dan menyentuh tangan wanita itu.
Renee terkejut, ia menatap Leo dengan perasaan yang tidak bisa dijelaskan, antara senang dan haru.
Kesadaran Leo memang bisa ia tarik kembali.
"Argh! Apa-apaan ini!" Celia yang berada di luar cahaya jingga murka, ia tidak bisa melihat apa yang Renee dan Leo lakukan di dalam sana, terlalu silau.
Seharusnya Leo sudah mengakhiri hidup Renee, tapi melihat cahaya jingga yang tidak memudar di depannya ini menandakan kalau Renee masih hidup.
"Tidak mungkin, aku tidak mungkin gagal mempengaruhi Leo," gumam Celia dengan jari-jemari yang tidak berhenti bergerak dengan gelisah, ia sudah melakukannya di masa lalu, puluhan kali dan ia bisa memastikan kalau apa yang ia lakukan tidak pernah gagal.
Bahkan jika lawannya adalah leluhur Renee, orang-orang berjiwa suci di masa lalu itu, ia tidak terkalahkan.
"Sesuatu yang salah pasti terjadi." Celia bergumam-gumam, ia memerintahkan para monster untuk mendekati cahaya jingga beramai-ramai dan ular yang sedari tadi menopangnya bergerak mengibaskan ekornya dengan keras.
"Aku pasti melewatkan sesuatu, Renee … tidak mungkin sekuat ini, tidak mungkin melampaui leluhurnya dan juga diriku …."
Kening Celia berkerut dalam dan raut wajahnya sangat buruk, ia adalah orang hebat, ia orang yang mengendalikan kota ini.
Ini harus diakhiri sebelum semuanya menjadi kacau!
"Renee! Aku akan menghancurkanmu Renee!" Celia bereriak hingga suaranya parau, mata wanita itu memerah.
Monster-monster yang mendekati cahaya jingga meraung marah, tidak sedikit dari mereka yang terbakar dan hancur ketika menyentuh cahaya jingga, ekor ular yang mengibas menghasilkan getaran yang keras.
"Leo … Renee …."
Dylan menatap semua itu dari kejauhan, ia tidak bisa bergerak dari tempatnya, tak jauh darinya Arthur terbaring dengan posisi yang aneh, ia tidak tahu apakah laki-laki berambut pirang itu masih bernyawa atau tidak.
Tulang rusuknya patah, ia ditendang kuat sekali oleh Leo dan rasanya ingin menangis. Meski ia tahu kalau itu bukan keinginan Leo menendangnya hingga ia terbanting ke tanah, tapi ia merasa sangat sedih.
Sahabatnya, nasib buruk apa yang menaunginya sampai ia harus mendapatkan hidup yang begitu sulit seperti ini?
Apakah mereka akam berakhir di ruang bawah tanah begitu saja?
BANG!
Teriakan marah Celia terus menggaung diikuti dengan ekor ular yang terus mengibas ke arah cahaya jingga, Dylan tidak yakin apakah matanya sekarang bisa melihat dengan jelas.
Tapi cahaya jingga itu, sedikit demi sedikit mulai memudar. Cairan merah mengalir di tanah dan menyebarkan aroma karat yang kuat, membuat perasaan Dylan semakin campur aduk.
Sialan, apa mereka benar-benar harus berakhir?
Leo bahkan … bahkan belum memberikan bunga mawar merah pada sang Lady.
Dylan terkekeh, lalu memejamkan matanya sekali lagi. Setidaknya ia telah menjadi sosok yang loyal pada Leo, setidaknya ….
Yah, setidaknya ia mati sebagai orang terhormat.
Suara dentuman terus terdengar dan Mansion keluaega Emmanuel mulai runtuh, bebatuan berjatuhan dari atas bersama butiran debu yang beterbangan.
Runtuh, hancur sudah.
Kekuasaan keluarga Emmanuel di kota Dorthive telah hancur seperti Mansion yang tidak lama lagi akan rata dengan tanah.