webnovel

Lady in Red (21+)

"Cinta itu buta dan tuli. Memang. Karena, jika cinta tidak buta dan tuli, maka itu bukan cinta, tapi LOGIKA." Vince Hong sudah merasakan berbagai jenis cinta, sekaligus berbagai jenis ranjang dan desahan, namun akhirnya dia tersudut pada sebuah cinta buta dan tuli yang menjungkir balikkan kewarasan dia, meski itu artinya... TABU, karena seseorang yang dia cintai, adalah sesorang yang tidak seharusnya dia kejar. ============================================ Novel ini sarat akan ADEGAN DEWASA. Tolong bijaksana dan bijaksini dalam memilih bacaan. Novel ini hanya utk para pendosa, bukan utk orang2 suci tanpa dosa, apalagi utk anak2. Krn novel ini justru menceritakan bagaimana cara membuat anak... /PLAK!/

Gauche_Diablo · Thành thị
Không đủ số lượng người đọc
1000 Chs

We Like 2 Party!

We Like 2 Party

- Big Bang -

Di mana, di mana pestanya?

Dan kau tak berhenti, dan kami tak ingin berhenti

Karena kami muda, kami menyesalinya besok saja

Ini agak berbahaya

===========

Begitu Kevin tiba, Vince langsung menyuruh sahabatnya mandi karena akan diajak ke sebuah pesta.

"Sialan kau, Hong kecil! Aku masih kena jetlag, kau main perintah ke pesta saja!" umpat Kevin.

Vince terbahak, tak perduli. Ia tau, Kevin pasti akan menuruti pada akhirnya.

Benar saja, dalam 30 menit berikutnya, Kevin sudah mengenakan pakaian kasual trendi.

Vince hanya naikkan ibu jarinya untuk mengapresiasi pakaian pilihan sang sahabat, sang partner in crime.

Ini adalah pesta tak resmi dari launching sebuah toko permata. Meski disebut pesta tak resmi, justru banyak kaum jetset dan artis muda yang datang.

Pesta seperti ini biasanya lebih bebas dan tidak kaku. Vince lebih menyukai pesta jenis ini daripada launching resmi.

"Ayo, bocah. Kita hapus jetlag-mu!" Vince tarik lengan Kevin untuk masuk ke area inti pesta.

"Bocah, katamu? Sialan kau rubah kecil Hong!" Kevin terkekeh.

Mereka pun masuk ke sebuah ruangan besar yang cukup luas namun hingar-bingar musik memadati udara, lumayan memekakkan telinga.

Setting ruangan memang tidak dirancang ala diskotik, tapi suasana tetap bagai sedang di diskotik, meski tanpa permainan lampu kelap-kelip khas-nya.

Kedua pria muda berdarah Asia dan tampan itu sudah menarik perhatian banyak wanita di pesta.

Awalnya, Kevin dan Vince akan duduk santai dulu untuk menghabiskan satu shoot minuman, lalu sesudahnya, keduanya akan berpencar mencari mangsa masing-masing.

Kevin sudah bergerak lebih dahulu. Belum sepuluh menit dari dia meninggalkan bangkunya bersama Vince, saat kini Kevin sudah duduk intim dengan seorang gadis blonde tak jauh dari Vince.

Vince mendengus, "Cih! Jetlag katamu? Makan itu jetlag!" Vince menenggak shoot kedua minumannya dan membanting gelas kecil itu ke meja sebelum ikut melangkah keluar dari bangku dan mulai berburu.

Kedua pria muda ini sudah saling tau sama tau. Bahwa pesta adalah kesempatan mereka untuk menjadi pemburu. Tak ada yang lain.

Mata Vince menyorot ke segala sudut ruangan bagai sebuah sinar scanner. Ia memindai beberapa wanita sembari ia berjalan pelan-pelan.

Vince sungguh terlihat bagaikan elang yang terbang sambil matanya tajam mencari mangsa di segala penjuru. Mata Vince memang sudah terlatih.

Lihat saja, belum sampai langkah kesepuluh, dia sudah mengunci target yang ada di sudut tenggara sana.

Gadis itu sedang duduk bersama dengan seorang temannya, entah berbincang apa.

Gaun malamnya berwarna merah, bisa dikatakan atraktif dan tepat membungkus tubuh seksi mungilnya.

Wajah gadis itu sangat manis. Sepertinya baru menginjak usia awal 20. Dan sepertinya bukan dari Asia.

Gaun merahnya memiliki belahan dada yang sangat rendah sehingga semua orang bisa mengukur seberapa besar payudaranya karena gaun itu berbentuk sleeveless dengan tali tunggal yang mungil menampilkan banyak bagian bahunya yang putih mulus bagai giok.

Belahan gaunnya tinggi hingga mencapai puncak paha, sehingga ketika dia melangkah, paha mulus rampingnya pasti akan terekspos apa adanya, dan samar-samar bokongnya yang sedikit terlihat akan membuat para pria seperti Vince akan menahan napas.

Mata Vince mengunci pada gadis itu seraya terus berjalan ke arahnya. Senyum simpatik paling menawan sudah dirilis oleh sang Don Juan Vince, siap untuk menjerat sang mangsa.

Gadis itu ternyata sadar bahwa dia sedang diperhatikan. Apalagi oleh sosok yang pastinya semua akan mengakui itu di atas rata-rata.

Si gadis tertunduk malu meski sesekali mencuri pandang ke Vince dan satu tangannya jadi sibuk menyisipkan tepi rambut coklat indahnya ke belakang telinga.

Apa dia grogi?

Sang teman pun beberapa kali melirik ke Vince yang kian mendekat, dan tersenyum paham. Kedua gadis itu saling berbisik.

Ketika Vince sudah sampai di hadapan keduanya, si teman gadis manis itu pun pamit akan pergi sebentar, dan langsung saja melenggang meninggalkan gadis manis.

Rupanya dia paham bahwa ia tak boleh mengganggu.

"Hai." Vince menyapa ramah dengan cara elegan.

"Hai," balas gadis itu dengan senyum malu-malu.

Apakah gadis ini masih lugu? Masih perawan? Vince tertawa dalam hati. Mana ada gadis lugu dan perawan memasuki pesta demikian? Kalaupun benar dia masih perawan, maka itu salahnya sendiri bersedia masuk ke sarang para predator.

"Boleh duduk?" Vince menunjuk ke sofa di samping si gadis.

"Oh, tentu saja boleh. Silahkan." Gadis itu pun menurunkan kakinya yang sebelumnya ia tekuk dua-duanya ke atas sofa dengan gerakan feminim.

"Sudah lama di sini?" tanya Vince sambil menyamankan duduknya dengan satu tangan ada di sandaran kepala sofa.

Gadis itu berpikir sejenak. "Sepertinya sekitar setengah jam. Dan kau?"

Vince angkat bahunya sekali sambil menjawab, "Baru sekitar... Yah, mungkin belum setengah jam. Aku lumayan bosan dengan pesta ini. Tapi... Untunglah aku melihatmu."

"Oh, begitu? Hihi..." Gadis itu terkikik dan tampak manis sekali. Vince makin berkobar.

"Tadinya aku sudah akan pulang, tapi kulihat kau ada di sini dan sangat menarik perhatianku. Yah, sebenarnya aku juga malas datang ke pesta seperti ini. Temanku yang memaksa. Tapi kau jangan bilang dia, yah!" Vince mulai tebarkan jeratnya.

"Haha, aku juga dipaksa temanku. Ternyata nasib kita sama." Gadis itu membolakan matanya yang indah berkilau.

"Nah, baguslah bila dua orang dengan nasib sama bertemu dan berbincang. Haha..." Vince pun melambaikan tangan ke seorang pelayan yang lewat. "Ingin minum apa?" Ia menanya pada si gadis.

"Orange juice saja, please." Gadis itu menjawab santai.

Vince mengangguk, lalu berkata ke pelayan. "Orange juice dua, please. Thanks."

Kemudian Tuan Muda Hong pun memutar tubuhnya ke arah gadis itu, dan bertanya, "Hei, aku belum tau namamu. Aku Vince." Ia ulurkan tangan ke sang gadis.

"Mae." Gadis itu pun menyebutkan namanya sambil menjabat tangan Vince. "Apa kau orang Asia?"

Vince naikkan alisnya. "Apakah terlalu kentara?"

Mae tertawa kecil. "Bisa dikatakan begitu, haha. Matamu tidak bisa membohongi."

"Aku setengah Asia." Vince tersenyum.

Mae angkat alisnya tinggi-tinggi mendengar ternyata Vince blasteran. "Siapa yang Asia? Ayah atau ibumu?"

"Ayahku." Vince menerima dua gelas orange juice dari pelayan yang datang dan ia berikan satu gelas ke Mae.

"Thanks," ucap Mae pada Vince yang telah mengulurkan gelas untuknya. "Oh, ternyata ayahmu." Ia pun menyesap sedikit demi sedikit jus jeruk di gelasnya.

Dengan logika Mae, ia bisa menebak bahwa ayah Vince pasti bukan orang sembarangan karena bisa menikahi orang luar. Ia jadi makin bersemangat pada Vince.

Tampaknya mereka ini adalah sesama predator?

Tak heran, Mae merespon baik perbincangan bersama Vince.

Bahkan ketika Vince mengatakan untuk mengajak Mae keluar dari pesta karena dianggap pestanya membosankan, Mae mengangguk setuju saja.

Mae menyediakan apartemen dia untuk tempat berbincang dengan Vince. Sebenarnya itu memang akal-akalan Vince saja yang mendorong agar Mae mau menawarkan apartemen dia.

Vince tak mau repot di ujung jika dia membiarkan gadis mangsanya mengetahui di mana letak dia tinggal. Lebih baik bertingkah misterius saja daripada ada drama tak diinginkan nantinya.

Keduanya tiba di apartemen Mae menggunakan mobil Vince. Mobil mahal keluaran terbatas. Mata jeli Mae tau berapa kisaran harga mobil itu.

Tiba di apartemen Mae yang tidak terlalu mewah, Vince memang sudah bisa menebaknya. Tapi dia dengan segera membiasakan diri dengan apartemen tersebut.

"Apakah kau punya anggur merah?" tanya Vince.

"Sepertinya masih ada satu botol hadiah ulang tahunku bulan lalu. Sebentar aku periksa dulu." Mae menghilang di balik tembok.

Vince duduk di sofa sambil mengamati sekitar. Apartemen ini bersih meski tidak mewah. Pernak-pernik juga tidak berlebihan seperti biasanya apartemen wanita.

Ia manggut-manggut sambil matanya terus berkeliling memindai barang-barang di situ. Sepertinya Mae jenis gadis yang tidak terlalu terbuka, karena ia tidak menemukan satupun foto keluarga atau foto bersama teman-teman layaknya kebanyakan hunian gadis muda biasanya.

"Voila! Red wine sudah datang!" Mae acungkan sebotol anggur dan tangan lainnya menjepit dua gelas berleher tinggi yang biasanya memang untuk meminum wine. "Aku menemukannya di tumpukan kado lama. Haha!"

"Syukurlah kalau ketemu." Vince tersenyum hangat, menguarkan aroma tampannya.

Vince berdiri menyongsong Mae yang membawa wine. Kemudian ia membiarkan Mae membuka botol dan menuangkan wine ke masing-masing gelas. Lalu Vince menerima gelas untuknya.

"Cheers!" Keduanya bersulang.

Vince menyesap anggur di gelasnya dan tiba-tiba terbatuk. Itu menyebabkan cairan merah itu jatuh pada jas putihnya.