Raka perlahan membuka matanya. Cahaya matahari sore menembus tirai jendela unit kesehatan, menyinari ruangan yang dipenuhi aroma obat-obatan herbal dan antiseptik. Di sekelilingnya, deretan tempat tidur penuh oleh murid-murid dari kelas B, semuanya terluka dan tengah menerima perawatan intensif. Raka mencoba bangkit, tapi tubuhnya terasa berat dan nyeri di sekujur badan.
Kepala unit kesehatan, seorang pria tua dengan kacamata bulat dan jubah putih, memperhatikannya dari dekat.
Kepala unit kesehatan: "Ah, kau sudah bangun rupanya," (katanya lembut sambil tersenyum kecil) "Jangan terlalu banyak bergerak dulu."
Raka:(mengernyit bingung) "Apa yang sebenarnya terjadi?"
Kepala unit kesehatan : (menderu pelan) "Lucas sudah tahu metode latihannya akan membuat kalian terluka. Dia bekerja sama dengan kami agar kalian segera dirawat setelah selesai latihan. Ini bukan pertama kali dia melakukannya."
Raka menghela napas, mengingat kembali suasana saat latihan. Semua murid begitu bersemangat, ingin membalas kekalahan mereka. Bahkan Thalassius sampai menantang Lucas untuk tanding ulang.
???: "Oi, kau akhirnya bangun juga, Raka?"
Suara yang akrab membuatnya menoleh. Di ranjang sebelah, Thalassius duduk bersandar sambil membiarkan perban di lengannya dipasang petugas. Luka-lukanya jauh lebih parah dibandingkan milik Raka.
Thalassius: "Kau benar-benar payah, Raka! Hanya bisa bertahan satu ronde? Aku kecewa."
Raka: (menggeram) "Mau bagaimana lagi! Tubuhku tidak sekuat tubuhmu."
Thalassius: (memperhatikan Raka dengan pandangan menyelidik) "Oh, jadi begitu ya," gumamnya, seolah menyimpan pikiran tertentu.
Raka menggertakkan giginya, jelas kesal. Raka: "Terserah kau!"
Tak lama kemudian, suara langkah cepat terdengar dari arah pintu. Lily dan Selene datang menghampiri, wajah mereka dipenuhi kekhawatiran.
Lily: "Raka! Kau baik-baik saja?"
Selene: "Tolong jangan memaksakan dirimu lagi!"
Raka tersenyum kecil melihat perhatian mereka, tapi begitu melihat luka di tubuh mereka, kekhawatirannya justru bertambah.
Raka: "Kalian... Lihat diri kalian! Jangan terlalu memaksakan diri juga, oke?"
Lily dan Selene (serempak): "Oke!"
Thalassius:(mendengus) "Kenapa tak ada yang menanyakan keadaanku?"
Selene:(mendelik tajam) "DIAM, PAUS BODOH! Ini semua salahmu! Kau yang memprovokasi semua orang!" Selene meninju lengan Thalassius yang baru dibalut perban.
Thalassius: "ADUH! Sakit, tahu!"
Petugas kesehatan menegur mereka sambil menghela napas.
Petugas: "Tolong, nona, jangan tambah masalah di sini."
Selene hanya mendengus kesal, berpaling sambil melipat tangan di dadanya. Melihat itu, Raka dan Lily hanya bisa tertawa kecil.
Kepala unit kesehatan akhirnya mengumumkan bahwa para murid sudah boleh kembali ke asrama. Lily dan Selene berpamitan dengan Raka di lorong, lalu berpisah di ujung karena arah asrama putra dan putri berbeda.
Dalam perjalanan kembali ke asrama, Thalassius menepuk pundak Raka.
Thalassius: "Baiklah, sampai sini saja. Kamarku beda arah."
Raka: (mengangguk) "Ya, sampai ketemu besok."
Saat Raka berjalan sendirian, pikirannya tenggelam dalam renungan tentang mekanisme {Aura}. Alya pernah berkata bahwa aura bangkit dari latihan di ambang hidup dan mati. Tapi Raka tahu cara kerja mekanisme dalam game: aura hanya aktif setelah makhluk menerima dan memberikan total 1.000 damage.
'Rata-rata health unit cuma 100... Artinya seseorang harus menerima kerusakan setara sepuluh kali kematian.' Raka merenung dalam-dalam. 'Tapi di dunia ini, bukankah orang sering terluka? Seharusnya aura bisa bangkit lebih sering.' Ia menggelengkan kepala, bingung. 'Apa modifikasi dunia ini ikut mengubah mekanisme dasarnya?'
Tanpa sadar, ia sudah sampai di depan asramanya. Raka membuka pintu dan disambut temannya, Kai, yang tengah duduk di ranjang. Kai adalah murid dari kelas D dengan rambut acak-acakan dan pakaian sederhana. Sama seperti Raka, dia berasal dari rakyat jelata dan tidak memiliki nama keluarga.
Kai: "Kau? Pulang dengan luka-luka sebanyak itu? Jangan bilang kau sudah cari masalah dengan senior di hari pertama?"
Raka mendecakan bibirnya, sedikit kesal tapi malas menjelaskan panjang lebar.
Raka: "Bukan, Kai. Ini hasil dari latihan Aura Mastery."
Kai: (mengangkat alis) "Aura Mastery? Kau serius? Lucas yang ngajar?"
Raka: (mengangguk) "Ya, dan dia benar-benar membuat kami babak belur."
Kai: "Wow... Aku hampir nggak percaya. Lucas, instruktur favoritku, ternyata sekeras itu?"
Raka: (tersenyum sinis) "Buktinya ada di tubuhku."
Kai: (menyipitkan mata) "Hah! Lagian dengan talent payahmu itu, kau cuma bakal jadi samsak hidup."
Raka: (tertawa) "Talent-mu lebih parah, Kai. Aku justru khawatir kau bakal tumbang duluan."
Kai mengepalkan tangan sambil tersenyum penuh tekad.
Kai : "Tenang saja! Aku akan membalik serangan Lucas dua kali lipat!"
Raka (terkekeh) "Kau pasti langsung pingsan setelah satu pukulan."
Kai: "Kau lihat saja! Akan ada rumor bahwa seseorang dari kelas D telah meumbangkan sang Sword Saint!"
Raka : (tertawa) " mungkin rumor yang benar adalah, Seorang dari kelas D lumpuh karena pembelajaran dari sang Sword Saint, hahaha"
Mereka tertawa bersama, saling mengejek tanpa sungkan. Malam mulai larut, dan suara lonceng menandakan jam malam.
Kai merebahkan diri di ranjangnya.
Kai : "Oke, saatnya tidur. Kau butuh istirahat, Raka."
Raka: "Ya... Selamat malam, Kai."
Dengan pikiran sedikit lebih ringan, Raka merebahkan diri di tempat tidurnya. Ia menutup mata, membiarkan tubuhnya beristirahat setelah hari yang begitu melelahkan.