Ritual pagi Padi selalu berbeda jika Arman ada di apartemen, biasanya Padi akan bangun subuh untuk menunaikan kewajibannya kepada sang pencipta lalu tidur lagi sampai pintu kamarnya di ketuk oleh mba Inah tanda sarapan sudah siap. Setelah itu biasanya Padi akan bermain handphone sebentar, mencari-cari referensi tempat makan mana yang akan dia kunjungi sore nanti, Padi selalu memilih waktu sore hari untuk menjelajah karena ia benci matahari.
Sekarang demi memenuhi standar predikat menantu idaman ala ibu mertuanya Padi sudah harus berhadapan dengan wajan dan talenan padahal si anak kesayangan ibu Galuh masih asik merajut kasih bersama kasur dan guling di kamar setelah menghadap yang kuasa subuh tadi.
"Enggak apa toh mba nyenengin suami, masak pagi-pagi biar ibu Galuh juga enggak rewel takut anaknya enggak keurus kalau lagi di sini" Padi memutar mata jengah, mba Inah enggak tau aja kalau ibu Galuh yang agung hanya bisa tenang kalau anaknya di urus oleh manusia super sekelas wonder woman yang bisa memasak, menyuci, membereskan rumah plus bisa menjawab rumus aljabar dengan mata terpejam dalam satu waktu.
"Buat nasi goreng aja ya mba, Arman kan harus makan nasi kata ibu Galuh kalau enggak badannya kisut" Padi memberikan senyum kecut kepada mba Inah yang sekarang tertawa dengan puas di sampingnya dasar enggak setia kawan sebenernya mba Inah ini tim Padi apa tim Ibu mertua sih
"Saya tim mas Arman aja mba, soalnya yang gaji saya mas Arman" Padi menahan diri untuk tidak bertindak kurang ajar begitu mendengar jawaban mba Inah sewaktu ia menyuarakan pikirannya tentang berada di kubu siapa perempuan yang sudah menemaninya sejak hari pertama ia menjadi istri Arman itu berpihak.
Padi baru menyelesaikan seluruh masakannya sekitar pukul sembilan pagi, atas desakan mba Inah Padi tidak menyediakan nasi goreng sebagai menu sarapan suaminya melainkan makanan kesukaan Arman versi mba Inah
"Mas Arman kan jarang toh mba disini, mbok ya dimasakin yang enak-enak. Masakin masakan kesukaan mas Arman enggak bikin dosa loh mba"
Mba Inah enggak tau aja kalau masakan kesukaan Arman itu ya nasi goreng buatan Padi, tapi demi kesehatan telinganya akhirnya Padi menuruti Mba Inah untuk membuatkan sarapan komplit untuk Arman, ayam goreng serundeng, sambel matah lengkap dengan lalapan dan tempe tahu sebagai pelengkap. Padi bahkan menyedukan kopi untuk si bapak suami yang entah akan bangun pukul berapa.
Padi sedang menata semua hasil masakannya di meja makan ketika Arman keluar dari kamar dengan terburu-buru, ada handphone terjepit di sela bahu dan telinganya sepertinya ia mencoba menghubungi seseorang. Di sela-sela kesibukannya memperhatikan Arman yang kelihatan gelisah Padi mendengar bel apartemennya berbunyi menandakan Padi kedatangan tamu istimewa, siapa lagi kalau bukan assessor menantu idaman ibu Galuh yang agung, beliau tidak sendiri ada Renata di sampingnya menuntun nyonya besar.
"Arman, istri lagi hamil kok di tinggal-tinggal"
"Udah bu, enggak papa. Emang gilirannya Arman di tempat Padi minggu ini" Padi mungkin harus bersyukur karena mendapatkan madu yang tidak egois seperti Renata
"Enggak papa gimana, kamu ngidam sampai enggak bisa tidur semalaman, kamu itu hamil muda harus banyak istirahat. Arman, istri hamil itu di perhatiin istri semalaman enggak bisa tidur gara-gara ngidam pengen rujak kamu malah enak-enakan tidur disini gimana sih kamu"
"ya Arman disana juga enggak akan bikin tukang rujaknya nongol depan pintu bu"
Ibu Galuh hanya melengos mendengar jawaban anak tersayangnya, sebagai menantu yang baik Padi berusaha mencairkan suasana yang tegang dengan mengajak tamu-tamunya untuk sarapan bersama tapi ternayata tawarannya justru membuat tekanan darah ibu mertuanya naik
"Ini udah jam berapa kalian belum sarapan! Kamu itu bisa enggak sih jadi istri, masa jam segini baru kamu suruh suami kamu sarapan!"
"Bu tolong jangan bikin ribut, Arman juga baru bangun"
"Bela aja terus istri kamu yang enggak berguna itu, udah ibu tunggu di depan kamu ikut ibu sama Renata sarapan di luar. Jadi perempuan kok enggak bisa ngurus suami"
Padi tau Arman dilema dan tentunya sebagai istri yang baik Padi tidak akan membiarkan Arman mendapat predikat anak durhaka dari ibunya
"Siap-siap Ar itu ibu udah nunggu, kasian kalau kelamaan atau kamu mau aku bantu pilihin baju?"
***
Padi dapat merasakan kehadiran orang lain di kamarnya, sosok itu membuka pintu kamar mandi dan diam di sana selama beberapa waktu sebelum akhirnya mengisi sisi ranjangnya yang kosong, sepertinya ibu Galuh membawa Arman sarapan ke Antartika sehingga Arman baru bisa kembali ke apartemennya pukul 01.00 dini hari
Padi mencoba tidak menarik mundur kepalanya ketika merasakan kecupan Arman di keningnya yang berlanjut menjadi belaian lembut pada rambutnya yang ikal.
"Aku harus apa lagi Di.. Harus gimana..?" Padi juga berusaha menahan diri untuk tidak membuka mata ketika mendengar bisikan lirih sarat akan rasa putus asa yang laki laki itu bisikan ketelinganya, tetapi Padi tidak bisa menahan gerakan tanggannya yang spontan menahan lengan Arman yang akan memeluk tubuhnya.
"Kamu pulang Ar?" Padi mencoba senatural mungkin menyapa suaminya, Arman tidak boleh tau kalau sedari tadi Padi tidak benar-benar tertidur.
"Hmm.. aku pulang" Sekali lagi Padi menahan lengan Arman yang berniat melingkari tubuhnya, Padi beralasan kalau kantung kemihnya terasa penuh dan ia perlu buang air kecil sekarang.
Di kamar mandi Padi tidak melakukan apapun ia hanya menatap pantulan bayangannya di cermin, Padi tidak tau apa yang salah dulu sekali Padi senang bermanja pada suaminya tapi sekarang pelukan Arman justru membuat dadanya terasa sesak karena itu Padi selalu menghindar jika Arman berusaha memeluknya.
Padi menarik napas dalam berharap perasaannya cepat membaik, Arman pasti akan khawatir kalau ia berlama-lama di dalam kamar mandi. Sekali lagi Padi menarik napas dalam dan menghebuskannya perlahan, ia yakin perasaannya sudah membaik dan siap untuk menghadapi Arman lagi tetapi ternyata Arman tidak memiliki stok sabar untuk sekedar menunggu Padi kembali ke kamar mereka karena sebelum Padi membuka pintu Arman sudah lebih dulu masuk menyusulnya yang masih berdiam diri di depan wastafel kamar mandi, dari pantulan kaca di hadapannya Padi tahu Arman sedang memperhatikannya.
"Di.." Padi berusaha meyakinkan dirinya sendiri bahwa tindakan Arman yang sedang memeluknya dari belakang itu bukan kesalahan, mereka masih sah suami dan istri. Tetapi Padi tidak dapat menahan gejolak didalam perutnya saat Arman mulai menciumi tengkuknya sementara tanggannya mulai menyusup kebalik pakaian tidurnya Padi tiba-tiba merasa mual, Padi mual membayangkan Arman juga melakukan hal ini bersama Renata.
"Aku kangen Di.. kangen kamu" Padi semakin berkeringat dingin mendengar bisikan Arman di telinganya, dan semakin gelisah ketika suaminya itu mulai menggigiti cuping telinganya
"Aku kangen Di, kangen kita" sejak dulu ia diajarkan untuk menghormati suaminya, terlebih ibu mertuanya yang agung sering kali menguliahinya tentang peran-peran istri dalam rumah tangga, demi menjadi menantu idaman sekaligus istri idaman Padi mengabaikan perasaan tidak nyamannya dan membiarkan malam ini Arman melakukan apapun yang lelaki itu inginkan.