"Zel, bentar dulu ya, jangan buru-buru!"ucap Widya kepada Rizel. Sudah seminggu mereka menjadi mahasiswi baru, jadi hubungan mereka juga semakin dekat. Hari ini Widya mengajak Rizel untuk makan di tempat yang tidak biasa mereka datangi. Rizel tidak mempermasalahkan hal itu meskipun ia lebih suka ke tempat yang sering ia kunjungi.
Mereka sudah memesan makanan mereka, dan kini semua makanan itu sudah tersaji di atas meja. Rizel melihat Widya dengan sedikit bingung, karena sedari tadi ia sibuk dengan ponselnya saja, ia tampak sedang membalas pesan seseorang yang Rizel tidak ketahui dan tentu saja Rizel tidak ingin mengetahuinya.
"Kamu lagi nungguin seseorang?"tanya Rizel kemudian, Widya pun mengangguk sembari tersenyum malu.
"Senyumnya mencurigakan nih,"goda Rizel saat melihat ekspresi Widya saat ini.
"Zel, kali ini kamu harus bantuin aku. Soalnya aku baru dekat sama dia, kita belum ada hubungan apa-apa."ucap Widya kepada Rizel, Rizel menyerngit tidak mengerti dengan apa yang di maksud Widya itu.
"Emangnya aku bisa bantu apa?"tanya Rizel sembari memasukkan sesuap makanan ke dalam mulutnya.
"Hari ini ia akan datang dan gabung sama kita untuk makan juga, nah dia datang sama temannya. Jadi habis ini kita jalan bareng ya."ucap Widya menjelaskan.
"Maksudnya?"tanya Rizel memastikan, ia belum terlalu mengerti dengan apa yang Widya katakan itu atau lebih tepatnya ia menolak untuk mengerti.
"Nanti kamu sama temannya, aku sama dia."ucap Widya menjelaskan, Rizel terdiam untuk beberapa saat namun bukan karena ia tidak tahu mau menanggapi seperti apa. Tapi karena Rizel terkejut karena ini dilakukan tanpa persetujuannya terlebih dahulu.
"Kenapa kamu enggak pergi berdua saja, kenapa temannya juga ikut. Aku enggak apa-apa kok kalau pulang sendirian."Rizel sedikit menolak, itu akan terasa sangat tidak nyaman untuknya. Apalagi ia harus bertemu dengan seorang laki-laki yang tidak ia kenal dan juga tidak pernah bertemu sebelumnya.
"Aku juga enggak tahu, dia ngajakin temannya."jawab Widya santai .
"Siapa? Apa aku mengenal mereka?"tanya Rizel kemudian. Rasanya Rizel ingin kabur dari sini saat ini juga.
"Dia kakak tingkat, mulai sekarang kamu akan kenal sama mereka."ucap Widya santai.
"Mending kamu pergi berdua aja deh, suruh temannya pulang atau apa gitu."ucap Rizel masih menolak.
"Please, Zel, mereka udah diperjalanan, nggak mungkin kan temannya diusir gitu aja."ucap Widya yang ada benarnya juga.
"Zel, bantuin aku kali ini aja sih."Widya sedikit memohon.
"Ya udah, kali ini aja tapi."Rizel akhirnya menuruti keinginan Widya itu.
"Lain kali jangan gini lagi, kamu harus bilang aku dulu."ucap Rizel mengingatkan Widya, jelas ini tidak nyaman untuknya. Rizel tidak peduli jika ia dianggap kaku.
"Iya, maaf."jawab Widya dengan tersenyum.
"Makasih ya, Zel."ucapnya lagi. Rizel hanya tersenyum canggung, saat ini banyak hal yang menjadi pikiran Rizel mengenai pertemuan yang akan terjadi beberapa saat itu. Rizel memikirkan bagaimana ia menghadapi temannya Widya itu, atau apa yang harus ia bicarakan. Jantung Rizel juga tidak bisa diajak kompromi, Rizel deg-degan, bukan karena ia jatuh cinta tapi lebih kepada gelisah tentang ketidaknyamanan yang akan ia rasakan nantinya.
Rizel melanjutkan makanannya dengan pemikiran-pemikiran itu, ia tidak bisa makan dengan tenang, ia tidak lagi bisa fokus pada makanannya. Sepertinya Rizel bahkan tidak mengetahui apa rasa makanan yang saat ini ia makan itu. Sedangkan Widya tampak sibuk dengan ponselnya, mengabaikan makanan yang ada didepannya itu.
Tak berapa lama kemudian datang dua orang laki-laki yang ditunggu Widya. Widya melambaikan tangannya kepada ke dua orang tersebut, tapi Rizel memilih untuk tidak menoleh kepada mereka sama sekali.
"Udah lama ya nunggunya, sorry banget telat."ucap seseorang yang Rizel yakini adalah orang yang saat ini tengah dekat dengan Widya itu.
"Oh iya, ini Rizel, teman aku."Widya mengenalkan Rizel kepada mereka, mereka pun bersalaman secara bergantian kepada Rizel. Setelah itu mereka pun duduk dan memesan makanan, mereka pun mengobrol, sedangkan Rizel hanya menanggapi seadanya.
Beruntung makanan Rizel sudah ia habiskan, jika tidak, mungkin Rizel tidak akan bisa menghabiskan makanannya itu. Sedangkan Widya kini baru bisa fokus pada makanannya yang mungkin sudah dingin itu, Widya memang sengaja untuk menunggu mereka agar bisa makan bersama.
Setelah mereka semua selesai makan, kini mereka pun menuju ke tempat selanjutnya. Rizel hanya mengikuti mereka saja, dan saat ini Rizel harus naik motor bersama orang yang tidak ia kenal ini. Jika Rizel lihat teman-teman lainnya, mereka dengan mudahnya mengobrol dan menjadi akrab dengan yang lain, Rizel tidak tahu kenapa dirinya tidak bisa seperti itu, Rizel tahu ia sedikit kaku.
"Apa kamu sudah tahu kita akan ke mana?"tanya laki-laki yang saat ini sedang bersama dengan Rizel,
"Enggak, memangnya ke mana?"tanya Rizel kemudian.
"Kita mau nemanin mereka pacaran."ucap laki-laki itu lagi, Rizel pun hanya mengangguk,
"Kalau boleh tahu, kenapa kita harus nemenin mereka. Maksud aku ... Mereka bisa pergi berdua, kenapa kita harus ngikutin mereka?"tanya Rizel dengan hati-hati, ia hanya penasaran kenapa laki-laki ini malah ikut dengan temannya yang akan berkencan.
"Apa kamu mau kita pisah saja dengan mereka, menuju ke tempat lain?"tanya laki-laki itu kepada Rizel.
"Bukan gitu."jelas Rizel menolak.
"Aku menyukai Widya, karena itu aku pilih untuk ikut dengan mereka."jawab laki-laki itu, jawabannya yang jujur membuat Rizel terkejut mendengarnya.
"Bukankah jika kamu menyukai Widya, itu akan menyakitkan jika melihat mereka berdua?"tanya Rizel setelah beberapa saat terdiam. Rizel hanya penasaran dengan hal seperti ini.
"Tentu saja itu menyakitkan, tapi Widya tahu aku menyukainya."lagi-lagi jawaban laki-laki itu membuat Rizel tak habis pikir dengan apa yang terjadi.
"Widya juga enggak nolak aku untuk mendekatinya meskipun aku bukan prioritasnya."jawab laki-laki itu lagi.
"Ah ... gitu."Rizel tidak bisa lagi berkata apapun. Rizel juga tidak yakin kenapa Widya membiarkan laki-laki ini pergi dengan mereka di saat ia mengetahui perasaannya.
Tak berapa lama kemudian, benar saja. Rizel dan laki-laki ini mengikuti apa yang Widya dan orang yang tengah dekat dengannya itu lakukan. Rizel bahkan sedikit kesal, karena Widya mengabaikannya, padahal ia yang mengajak Rizel. Widya bahkan tidak keberatan untuk bermesraan di saat ia bisa melihat ada orang lain selain mereka berdua di sini.
Hal yang seperti ini masih baru untuk Rizel, jadi ia masih canggung melihat itu. Rizel mengikuti mereka dengan sedikit bosan, bahkan laki-laki yang saat ini bersama Rizel juga hanya fokus memperhatikan Widya, ia sama sekali tidak mengajak Rizel untuk mengobrol. Sepertinya kehadiran Rizel di sini tak kasat mata bagi mereka bertiga.
Sepertinya ini pertama kalinya bagi Rizel melihat sosok Widya yang berbeda dari yang selama beberapa hari terakhir ia kenal. Rizel tidak tahu kalau Widya seberani itu, padahal katanya mereka baru dekat tapi Rizel melihat interaksi mereka seolah mereka tengah berpacaran. Rizel geleng-geleng kepala dengan hubungan rumit yang terjadi di antara mereka itu.