webnovel

Kisah Putri SANG KIAI

Season 1. Muhammad Barrak, pergi dari rumah karena merasa malu, sebagai putra Kiai dia tidak berguna dan hanya membuat kedua orang tuanya malu. Dia pergi dari rumah dengan dua tujuan, satu memperbaiki diri, dua supaya perjodohannya gagal. Apakah rencananya berhasil? Season 2. Chafiya Afrin Zahraya, adalah putri dari Barrak dengan istrinya tercinta, nama yang memiliki arti orang yang diperhatikan serta ramah, berani dan memiliki karakter yang kokoh. Gadis bercadar ini adalah motivator para pencari Tuhan juga penulis novel Religi. Suatu ketika dia terpesona oleh pemuda bernama Adib, yang tidak lain adalah santri dari Abah yang sudah menjadi Ustadz. Selain itu, editor Faris Hamzah juga sangat ambisius untuk mendapatnya. Namun, pemuda yang memikatnya adalah santri dari sang Abah. Gadis bercadar ini harus meredam perasaannya dalam-dalam, karena sang Abah memilih putra sahabatnya, pemuda yang tidak lain adalah dokter muda, anak dari seorang dokter ternama di Jakarta. Putra dokter itu bernama Muhammad Alif Raffa, pemuda tampan namun juga terkenal sering keluar masuk penjara akibat narkotika, walaupun dia seorang dokter. 'Aku meredam perasaanku, karena Abah. Semoga Allah memberikan jalan terbaik ketika aku memantapkan hati dan bersedia menikah dengan Mas Alif, karena aku ingat kisah cinta Abah dan Umi.' Bagaimana kisah putri Kiai ini? Apakah dia bisa jatuh cinta kepada Alif, yang memiliki kebiasaan buruk? Semoga menikmati cerita ini. Hanya di Kisah Putri Sang Kiai.

Ririnby · Lịch sử
Không đủ số lượng người đọc
228 Chs

Mudah Akrab.

Perjalan masih sangat panjang hampir tujuh jam, Sofil baru faham jika dia menaiki Bus jurusan Banten.

"Ya Allah bisa-bisa tujuh jam," setelah solat Asar Bus kembali melaju.

Sofil masih bertahan ditempat duduknya tadi, Gadis di depannya juga masih sangat asik membaca buku tebal itu, Sofil sama sekali tidak melihat gadis itu mainan ponsel.

"Huah ...." menguap dan molet Sofil menikmati pemandangan.

Bis berhenti, dua gadis cantik masuk kedalam Bis, Bis berjalan lagi.

"Alhamdulillah Mbak Abel ...." ujar gadis dengan pakaian seksi itu cipika-cipiki dengan gadis bercadar.

'Aneh tapi nyata bagaimana gadis brukut berkenalan dan berteman dengan gadis seksi, baru ini lo mataku lihat yang begini. SubhanaAllah ....' batin Sofil.

Dua gadis dengan rambut dikucir kuda duduk mengampit gadis bercadar.

'Waduh ... Bisa meletus nih bannya, jika mereka terus berbicara, ah ... Mau dengerin musik malah lobet, ah baca sajalah,' batinnya.

Dalam hitungan menit Sofil fokus membaca, 'Mereka sama sekali tidak berisik,' Sofil pura-pura berdiri lalu melemaskan anggota badan yang kaku.

'Ternyata membaca ... Lo, kok sama?" Sofil memastikan sampul buku, dan halaman yang mereka baca. "Sama," gumamnya lalu kembali duduk.

"Aduh kok tegang?" gerutunya, "Apa dia ... Ah, namanyakan Abel,"

"Ada apa Mas?" tanya Abel menyahut karna mendengar Sofil menyebut namanya.

"Apa?" Sofil jaim.

"O ... Aku kira manggil," ujar santai Abel.

"Pede," ujar Sofil, Sofil kembali membaxa buku. 'Apa mungkin dia temannya Nasya? Ah nguping ah ...." Sofil menyandarkan kepalanya dikursi depannya.

"Mbak Abel nomer Mbak Nasya tidak aktif? Sibuk banget ya?" tanya gadis disebelah kanan Abel. Sofil terbelalak saat nama pujaan hati disebut.

"Eh, maksud kalian Nasya motifator kan?" sahut Sofil yang dikuasai banyak pertanyaan.

Abel merunduk, saat Sofil berdiri kedua gadis itu menatap tajam seakan menghakimi.

"Nama Nasya banyak kali Bang, aku juga Nasya kenalan yuk ... Lihat tuh, semua muak jika lihat wajah ini," keluh gadis berkulit bersih namun penuh jerawat.

"Fan tidak boleh seperti itu," tegur Abel.

"Betul Mbak, ya maaf ... Bukan berniat menjelekkan dalam islam tidak boleh menjelekkan ciptaan Tuhan, betul kan?" ujar Sofil namun sambil membaca buku.

"Betul, betul, betul, suatu saat nanti akan ada pria yang bisa menerimamu apa adanya,"

"Ya semoga lah Mbak Abel, nyatanya para pria bilang aku suka cewek yang humoris dan pengertian, nyatanya tidak mau pilih Pok Ati malah pilih Yuni Sara,"

"Ha ha ha, ya jelas Pok Ati sudah usia,"

"Bener juga sih, dari tadi Abang rempong tidak punya teman ya?" ujar Gadis satunya.

Sofil diam dan pura-pura tidur, 'Beh nelongsa kalau di tanya seperti itu,' batin Sofil.

"Mbak Abel, ini waktunya kami turun," ujar kedua gadis.

"Iya, semoga kita bisa bertemu dipertemuan indah nantinya," ujar Abel, dua gadis mengamini, gadis itu berjalan dan turun saat bis berhenti, Sofil mengamati kawasan itu, bis maju.

"Mbak boleh tanya?" tanya Sofil tidak jawab. "Mbak Abel," Sofil kembali memanggil.

"Iya ...."

"Boleh aku mengintrogasi," tanya Sofil yang tetap di tempat duduknya.

"Berani berapa?"

"Ah ... Masa bayar," ujar Sofil.

"Ha? Masa bayar? Masa-masak untuk makan," jawab Abel bercanda.

"Hadeh ... Nggak jelas tapi penasaran," gumamnya lirih.

"Sudah azan," ucap Abel bis berhenti di depan Masjid, dia turun Sofil pun turun Masjid itu sangat indah apalagi pas waktu senja telah beranjak.

"Penumpang bis tinggal sepuluh, jika aku sampai Banten. aku harus kemana,".gumamnya lalu duduk dan melipat celananya, setelah itu wudlu dan solat dia juga sudah menyempurnakan dengan berdzikir.

'Ya Allah sehatkan selalu kedua orang tuaku, Aamiiin, Allahummagfirli waliwalidayya walilmu'minina yauma yaumul hisaab, ya Allah ampuni dosaku, kedua orang tuaku dan orang-orang mukmin sampai di hari hisab Aamiin,' hanya itu doanya.

Pemuda itu kembali naik Bis, namun mendekat ke supir awalnya ada rasa sungkan. 'Ayolah Sofil tanya ... Malu bertanya nyasar kemudian,' batinya Bus melaju.

"Mau rokok Mas? Tapi maaf saya tidak ngrokok, paru-paru," ucap Pak supir.

"Paru-parunya sakit Pak?" tanya Sofil.

"Ya ada Mas, sudah diberi Allah ya harus di jaga kesehatannya," ungkapnya,Sofil tertawa kecil.

'Tambah terisris dadaku, malunya aku ... Masa kalah sama supir, dulu saja aku bilangnya mubadir ya Allah ....' batin Sofil dengan tatapan kosong.

"Pak, ada tulisan dilarang bicara dengan supir, berarti aku tidak boleh bicara sama Bapak?" tanya Sofil.

"Boleh biar tidak ngantuk," jawab Pak supir ringan.

"Saya Barrak Pak, boleh kenalan kan?" tanya Sofil mengganti nama panggilannya.

"Ha ha ha, lucu saya Joko nggak pakek Wi," candanya, keduanya tertawa kecil.

"Bapak asli orang Banten? Adakah tempat ziarah makam wali di Banten? Atau Pondok Pesantren yang boleh bekerja diwaktu tidak ada pengaosan?" tanya Sofil.

"Ada ... Banyak, malah tetanggaan," jelas Pak supir.

"Alhamdulillah ... Saya boleh ikut nanti ya Pak,"

"Tentu saja," jawab Pak Supir.

"Jujur jarang lo ada supir seperti Bapak, yang setiap waktu solat berhenti untuk solat," puji Sofil, "Bagaimana Bapak bisa istiqomah?" tanya Sofil, Pak Joko tertawa kecil.

"pertanyaannya aneh ini," ujarnya, "Tapi ya ... Boleh lah, gini ya Mas, ini menurutku, Allah memberi waktu dua puluh empat jam sehari, sedang melaksanakan solat butuh waktu tujuh menit sampai selesai berdzikir, atau sepuluh menitlah, sepuluh menit kali lima waktu, hanya lima puluh menit tidak ada satu jam, jika di kumpulkan sedang Allah sudah memberi kesehatan dan apapun, solat adalah bentuk rasa syukur kita, kita bisanya apa mah? Membalas kebaikan Allah tidak akan bisa sempurna, namun diusahakan agar tetap istiqomah, bersyukur sudah diberi, rejeki, anak, dan istri, banyak sekali kenikmatan yang harus disyukuri, tapi insan sering lupa. Awalnya saat aku beristiqimah menjalankan solat lima maktu, kan harus berhenti memdadak ada penumpang yang komplain lalu sepi, namun dua minggu ramai terus, Alhamdulillah ... Seperti tadi, kalau malam memang sepi, ya paling sering Mbak Abel karna orang tuanya menitipkan," jelas Pak Jaka, Sofil mengangguk-angguk.

'Ya Allah seorang supirpun bisa berpikir luas, sedang aku yang sudah diberi pondasi sejak kecil tidak dapat beristiqimah, sangat mengerikan diriku ini, Ya Allah ... Mudahkan jalan ku, Ya Allah ....' batin Sofil lalu menatap supir itu.

"Bapak Anaknya berapa?" tanya Sofil, Pak Joko tertawa.

"Banyak dua puluh,"

"MasyaAllah," Sofil terkejut.

"Diilangi nolnya, jadi dua, anaknya dua sudah menikah semua, ya jadi tinggal sama istri dan cucu di pondok, jadi ya ... Ramainya kalau di pondok," jelas Pak Joko.

"Beh ... Aku jantungen, aku kira anak dua puluh dari empat istri, he hhe he,"

"Istri satu saja, takutnya kalau banyak tidak adil, malah bahaya bisa seyek (Miring) jalannya saat dihisab," jelasnya membuat Sofil tertawa kecil, keduanya lanjut berbincang.

Bersambung.