webnovel

Kisah Kami

Kisah 3 anak bersaudara tanpa ikatan darah tapi saling menyayangi satu sama lain.

Rui_Costa · Hiện thực
Không đủ số lượng người đọc
16 Chs

Hari Baru

Anna yang baru keluar dari rumah itu berjalan menuju mobil yang terparkir di tepi jalan. Meski sudah malam, masih ada beberapa kendaraan yang masih melintas di jalan itu.

Di temani lampu jalan yang menerangi langkah kaki gadis dengan gaun kecilnya seakan ikut menerangi senyum yang terpampang di wajahnya.

Anna yang sampai ke mobilnya itu pun di sambut ramah oleh pak supir yang ada di dalam mobil dan mereka pun pergi pulang menuju rumah Anna.

"Bagaimana non? apa berjalan lancar?" tanya sang supir pada majikannya yang duduk di sebelahnya itu.

"waah.. aku hampir lupa, karna masakan yang dia buat tadi aku jadi lebih konsentrasi pada makanan ku" kata Anna terkejut.

"Hah? bagaimana bisa? apa mereka punya koki yang hebat?" tanya supir itu mengerutkan keningnya.

"Tidak tidak, yang membuatnya itu dia. Ternyata selain pintar, dia juga pandai memasak" kata Anna sambil tersenyum, supir itu pun hanya melirik melihat majikannya yang sedang senang itu.

"Ngomong-ngomong non, kalau boleh tau, siapa sih orang itu? sebelumnya kita sampai tiga bulan berkeliling kota ini hanya untuk mencari dia. Lalu entah kenapa, non Anna yang biasanya tidak tertarik pada orang lain tiba-tiba ingin mencari orang itu" tanya supir itu serius. Anna yang awalnya terlihat senang pun langsung merubah wajahnya menjadi ikut serius.

"Bapak ingat kasus terakhir kita Lima tahun yang lalu?" tanya Anna nadanya berubah serius.

Supir yang ada di sebelahnya itu pun mengerutkan kening seperti berfikir apa yang di katakan majikannya.

"Kalau lima tahun lalu sih sepertinya... oh apa mungkin yang di Marina Bay?" tanya supir itu lagi terkejut.

"Benar, itu dia. Dia.. adalah sosok yang selama ini bekerja di belakang kepolisian. Detektif terhebat di Zaman ini" katanya melihat lurus ke depan dengan serius. Sang supir yang di sebelahnya pun terdiam sampai menelan ludah mendengarnya.

"Apa jangan-jangan dia itu anak kecil yang kita tolong waktu itu dari puncak hotel sebelum Professor Neuro meledakkan seluruh tempat itu?" tanya supir itu lagi mengerutkan keningnya sambil sesekali melirik ke arah majikannya.

"Iya benar, itu dia" kata Anna memejamkan matanya dengan wajah mengarah keluar jendela.

"Tapi.. bagaimana non yakin kalau itu orang yang sama?" tanya supir itu sambil melirik ke arah majikannya, Anna pun sempat melirik ke arah supirnya lalu kembali melihat ke jalan.

"Karna.." Kalimatnya terhenti begitu saja.

Pak Supri yang sedang mengendarai mobil tampak merasa bersalah saat melihat betapa cemas wajah majikannya menatap telapak tangannya yang gemetar terbuka.

Anna pun kembali menggenggam tangannya dan melihat menoleh ke arah supirnya dengan sorot mata tajam.

"Tidak akan ku biarkan kasus besar seperti dulu terulang kembali"

Pria aruh baya dengan kumis tipis di wajahnya itu tampak tertegun melihat majikannya. Dia pun tersenyum lalu tertawa kecil sambil kembali memperhatikan jalan yang ada di hadapannya.

"Yah, setidaknya saya akan selalu ada di samping anda" kata pak Supri menyeringai senang, begitu pun dengan Anna.

************

"Baiklah adik kecil, kami berangkat dulu yah" ucap Ady sambil berjongkok dan mengelus kepala adik kecilnya setelah selesai sarapan.

Ady dan Rendra yang sudah rapih mengenakan pakaian seragam putih abu-abunya itu pun berjalan menyusuri trotoar. Tapi baru beberapa langkah mereka berjalan, ada sebuah mobil yang berhenti di sebelah mereka dan kaca mobil itu pun terbuka.

"Hei kalian bardua" panggil Anna sambil melambaikan tangannya dari jendela mobil bangku belakang.

Ady dan Rendra yang heran melihat Anna pun saling menatap satu sama lain dan menghampiri Anna.

"Ayo naik saja, kita kan searah" ajak Anna. Meski awalnya ragu, akhirnya mereka pun ikut masuk ke dalam mobil. Karna Anna duduk di belakang, dia meminta Rendra untuk duduk di depan.

"Oh iya, aku sebenarnya semalam ingin bertanya ini pada kalian. Tapi karna semalam kita makan terlalu lama, jadi sudah terlalu larut untuk berbicara" kata Anna membuka pembicaraan.

"Mau tanya apa?" kata Ady heran melihat Anna yang ada di sebelahnya.

"Ini agak aneh, kau tau? perempuan itu ada jarak setelah melahirkan. Aku hanya pernah mendengar jarak terdekat kakak beradik itu satu tahun. Tapi kenapa umur kalian berdua.." kata Anna heran.

"Kami bukan saudara kandung" jawab Rendra singkat sambil melihat Anna dari pantulan kaca yang ada di depan. Dia semakin heran setelah mendengar itu dan melihat Ady.

"Benar kata Rendra, kami bukan saudara kandung. Awalnya ayah kami menemukan aku dan Rendra. Lalu setelah aku dan Rendra berumur 6 tahun, ayah membawa Gama yang berumur 2 tahun ke rumah" jelas Ady.

"Mungkin terdengar aneh tapi.. meskipun ayah kami mengasuh kami, dia sampai sekarang belum menikah hehhe.." lanjut Ady sambil tertawa dan Anna pun mengangguk mengerti.

"Lalu, dimana ayah kalian?" tanya Anna lagi.

"Dia membuka sebuah kafe di kota sebelah" jawab Rendra singkat sambil berbalik menghadap Anna dan kakaknya.

"woaah... kafe yah. Terdengar seperti kalau ayah kalian ini masih muda" tebak Anna.

"hahaha.. memang, dia itu berumur... kalau tidak salah 26 tahun, yakan Dy?" tanya Rendra melihat Ady, dan Ady pun menggangguk mengiyakan. Kali ini bukan hanya Anna yang tampak bingung, tapi pak Supri yang sedang mengendarai mobil ini juga tampak heran mendengarnya.

"Mustahil, kalau memang di hitung ayah kalian menemukan kalian saat masih bayi, itu artinya saat itu dia berumur 8 tahun?" tanya Anna tidak percaya.

"yaa.. kalau di pikir-pikir memang begitulah kenyataannya. Kalau di ceritakan akan sangat panjang" jelas Ady bersandar di bangku mobil.

"Tapi, itu artinya dia menghilangkan masa kecilnya begitu saja?" tanya Anna lagi masih dengan mata berkaca-kaca menatap Ady yang mencoba untuk tidak melakukan kontak langsung dengan Anna.

Ady tidak menjawabnya dan terus menatap keluar jendela.

Anna yang masih terkejut dengan informasi baru yang dia dapatkan itu pun kembali bersandar di bangku mobilnya dan terus melihat ke bawah.

"Jadi begitu.. akhirnya aku mengerti kenapa mereka berpisah sejak mereka menginjak sekolah SMP. Mereka sengaja membiarkan ayah mereka hidup sendiri karna merasa sudah mengambil.. apa-apaan keluarga ini" pikirnya sambil terus menggigit kukunya sendiri.

"umm.. teman - teman? sepertinya kita sudah sampai" celetuk Rendra yang menyadari kalau mereka sudah sampai di depan sekolah.

Mereka bertiga pun turun dari mobil, Rendra dan Anna yang masih mengobrol sambil masuk melewati ke dalam sekolah itu pun meninggalkan Ady di belakang.

Saat Ady melewati bagian depan mobil, jendela kaca mobil itu pun terbuka dan terlihat sosok pria paruh baya disana memanggil Ady dan Ady pun berhenti di sebelahnya.

"Terima kasih tuan, karna tuan sekarang nona Anna punya seorang teman" kata Pria kurus yang sudah tumbuh kumis sedikit dengan beberapa uban yang sudah terlihat itu tersenyum ramah.

Melihat wajah yang menyejukan itu Ady pun tau kalau Anna tidak punya maksud buruk pada dia atau pun keluarganya.

"Yaa.. tentu saja pak.." jawab Ady membalas senyuman bapak, lalu dia pun pamit dan mengejar dua orang yang meninggalkannya.

"Haha.. anak yang menarik" kata bapak itu tertawa kecil dan menutup jendela mobilnya lalu pergi.

************

Setelah di lantai dua, Anna pun berpisah dengan Ady dan Rendra karna kelas mereka berada satu lantai lebih tinggi. Mereka berdua pun sampai di kelas 3-B, dan tenyata sudah cukup banyak orang yang datang. Tapi entah kenapa di tengah kelas itu semua murid berkumpul mengerubungi sesuatu. Ady dan Rendra yang penasaran pun langsung menghampiri keributan itu.

"wow wow wow teman teman, tenanglah, ada apa ini?" tanya Ady mendekat. Semua murid yang ada di situ pun menoleh ke arah Ady dan Rendra yang baru saja sampai.

"Oh kalian sudah datang yah" sambut Nanda yang sekarang sudah menjabat sebagai ketua kelas.

Ady pun mengangguk dan melihat Resti si bendahara sedang menangis disana.

"Ini ada apa?" tanya Ady heran.

"Uang bulanan.. *hiks yang di berikan oleh.. *hiks oleh pihak sekolah untuk masing-masing kelas kemarin hilang tadi pagi" jelas Resti menangis. Ady dan Rendra yang mendengarnya pun mengerutkan keningnya.

"Ko bisa? berapa jumlahnya?" tanya Ady lagi.

"500 ribu" jawab Rizal yang duduk di atas meja belakang Resti.

"banyak juga yah, dengan reputasi kelas yang buruk seperti ini, pasti hal ini akan menjadi sesuatu yang lebih buruk untuk kelas ini" pikir Ady serius.

"hei, apa kira-kira kau bisa menemukannya?" bisik Rendra.

"Entahlah, sepertinya akan sulit karna aku hampir kehilangan jejak" bisik Ady yang melihat Rendra. Rendra pun mendekat lagi dan kembali berbisik.

"Apa kita minta bantuan ke Gama saja?" bisik Rendra. Semua murid di kelas itu mendengar suara Rendra dan langsung melihat mereka.

"Gama.. Gama yang kalian maksud itu detektif yang tiba-tiba hilang 4 tahun yang lalu?" tanya Nanda terkejut. Teman-teman nya yang lain pun melihat Ady dengan penuh harapan.

Tiba-tiba muncul seorang guru laki-laki di depan pintu kelas.

"KALIAN JANGAN BERISIK, uang yang hilang ulah sendiri itu pasti yang mengambil salah satu dari kalian juga. Dasar binatang yang tidak bisa di beri tahu" ucapnya tersenyum sinis.

Tapi senyum itu hilang seketika dan para murid yang hampir syok itu pun berubah menjadi kaget karna tadi ada sebuah pensil yang melesat cepat melewati guru itu hingga ada luka kecil di pipinya.

Mendadak udara di sana menjadi begitu berat. Mereka semua pun menoleh ke arah orang dengan tangan yang lurus ke arah guru itu dengan wajah datar tapi tatapannya sangat tajam.

"Berisik, kami sedang sibuk mencari orang menyebalkan. Kalau bapak tidak keberatan tolong pergi dari sini dan terus lah mengajar" jawab Ady dengan wajah menunduk menahan marah.

Guru itu pun sedikit gemetar lalu menunjuk ke arah kelas.

"ka-kalian lihat? karna ulah kalian, anak murid yang baik dan berprestasi ini harus masuk ke kelas ini karna ulah buruk yang kalian buat" katanya dengan suara agak gemetar.

Kali ini Ady mengangkat wajahnya sedikit dan melihat guru itu, tapi dengan tatapan yang kosong seolah saat itu bukan dirinya sendiri yang berbicara.

Guru itu pun ketakutan dan langsung berlari pergi meninggalkan kelas 3-B. Bukan hanya guru itu, semua murid di dalam kelas itu pun terpaku dan sedikit takut melihat Ady. Bahkan murid yang duduk di meja pun sempat turun dan ingin mencoba menghentikan Ady. Semua murid laki-laki terdiam seakan secara insting berbicara kalau Ady yang sekarang sangat berbahaya.

Rendra yang juga terdiam melihat kakaknya itu pun perlahan mencoba menyentuhnya untuk menenangkannya. Tapi Ady malah berbalik ke arah mereka secara perlahan dan secara mengejutkan perasaan mengerikan itu pun hilang.

"Nah teman-teman, tadi sampai mana?" tanya Ady tersenyum seperti sebelumnya.

Setelah melihat Ady seperti sudah kembali, para murid laki-laki pun menurunkan penjagaannya. Ady yang merasa dirinya di lihat tidak wajar pun mengerutkan keningnya.

"Kalian kenapa? apa ada yang aneh dengan wajahku?" tanya Ady heran. semuanya saling melihat satu sama lain lalu mereka tertawa lebar dan itu membuat Ady tambah bingung.

"hahahaa.. kau itu pria yang menarik. Aku sempat melupakan kejadian ini" sahut Resti tertawa di ikuti semuanya.

"AAARGT...!! aku tidak begitu mengerti tapi.. aku senang kalian tidak sedih lagi seperti tadi. Dan juga.. aku setuju dengan permintaan kalian meminta bantuan Gama, dan perlu kalian tau, Gama itu adikku dan Rendra" kata Ady tenang. Semua murid yang tertawa itu tiba-tiba diam berubah menjadi terkejut dengan sangat hebat karna pernyataan itu.