webnovel

Rasa Malu Ika

Nathan diam saja, agar bisa membuat Ika menyadari bahwa Nadia sangat mengenak dirinya dan hal itu juga dia lakukan agar semua orang bungkam seketika dengan pertanyaan konyol tersebut. Fathir hanya menggeleng melihat tingkah seniornya, yang hampir membuatnya kesal karna mengerjai sahabatnya.

"Kenapa diam saja, jawab!" tegas Ika agar membuat Nadia gugup dan tidak bisa menjawab dengan benar.

"Bang Nathan, eh Kak Nathan tidak memiliki makanan favorit maupun minuman favorit, karna dia suka semua jenis makanan yang dibuat oleh Tante, asal makanan tersebut halal dan minumannya tidak memiliki alkohol ataupun soda. Selain itu, bang Nathan eh kak Nathan tidak suka melihat lawan jenisnya yang begitu bar-bar dan berlebihan dalam menggunakan perhiasan atau barang-barang perempuan lainnya. Dia tidak suka dengan gadis yang kecentilan dan lain sebagainya. Satu hal lagi yang tidak dia sukai, yaitu melihat tingkah adiknya yang sering membuat bang Nathan eh kak Nathan emosi," ucapnya dengan tegas dan tanpa ada gugup sama sekali.

Semua orang langsung melototkan matanya mendengar perkataan Nadia, Ika sendiri tidak habis pikir jika Nadia mengenal Nathan sejauh itu. Padahal mereka sudah dua tahun berada di kelas yang sama, tetapi mereka tidak tahu menahu soal Nathan sejauh Nadia mengenal Nathan.

"Ada pertanyaan lainnya, Feronika Syaira?" ucap Nathan gemas yang sebelumnya dia tahan untuk tidak berbicara sepatah katapun.

"Ouh iya, Ika seharusnya lebih dulu kamu menanyakan biodata Nadia juga karna kita semua belum tahu menahu bahwa aku dan Nadia satu gang, satu RT dan RW, bahkan rumah kami berdekatan atau bisa dikatakan tetangga satu langkah. Jadi lain kali, sebelumnya memberikan pertanyaan konyol itu, tanya orangnya dulu. Oke!" Nathan mulai menjelaskan identitas Nadia sebenarnya sehingga mereka semua bisa tahu kenapa Nadia bisa menjawab pertanyaan Ika dengan benar dan tidak ada kesalahan sama sekali.

Ika merasa malu sekarang, karena berniat mengerjai orang yang salah. Ika tidak bisa berkata apapun lagi, selain mengucapkan selamat kepada Nadia karna bisa menjawab semuanya atau ini adalah alasannya agar bisa mengalihkan pembicaraan yang konyol tersebut.

"Nadia Arumikha Az-Zahra bisa kembali ke barisan teman-temannya, karena kita akan mulai acara intinya di hari pertama sekarang juga," titah Nathan kepada Nadia sedangkan Nadia mengangguk faham seraya melangkah ke barisannya.

Nathan mulai membimbing para junior atau adik kelasnya tersebut untuk mengikuti mereka ke lapangan karna mereka akan mulai mengenalkan lingkungan sekolah tersebut.

Nadia berada di barisan paling depan, sedangkan sahabat barunya ada di samping kiri Nadia sendiri. Merekapun mulai diperkenalkan mengenai gedung-gedung dan kegunaannya.

Haripun sudah sore, kini waktunya untuk pulang. Nadia mencari keberadaan Fathir sedari tadi, tapi belum ketemu juga. Disaat menemukan Fathir, Fathir malah mengatakan bahwa dia akan bertemu temannya terlebih dahulu.

Nadia memutuskan akan pulang saja, tapi dia lupa membawa ponselnya sehingga tidak tahu bagaimana caranya untuk pulang. Dia belum tahu betul jalanan tersebut, karena itu jugalah membuatnya sedikit ragu untuk pulang sendiri.

Nadia hanya berdiam diri di penantian bus depan sekolah, dia melihat satu persatu orang disana mulai berpulangan karena jemputan mereka sudah datang.

Fathir masih sibuk mengobrol dengan sahabat barunya, sehingga dia lupa janjinya dulu kepada Nadia bahwa dia akan selalu membawa Nadia kemanapun baik ke sekolah maupun pulang sekolah.

Kebetulan sekali, disaat Nathan berniat ke basecamp anggota osis, dia melihat Nadia hanya diam disana sendirian.

"Dhan, kayaknya gue pulang duluan deh, soalnya kasihan lihat tetangga gue sendirian disana dan kamu masih kenal sama dia kan. Nadia? Adik kelas kita?" ucap Nathan sembari menunjuk ke arah Nadia yang duduk sendirian.

"Ouh iya, tapi kita masih ada rapat, terus gimana dong?" tanya Ramadhan kebingungan karna mereka masih ada rapat setelah ini.

"Bilang aja, ada urusan penting. Yaudah gue pulang duluan yah, tapi kayaknya gue nanti balik lagi kesini kok. Gue duluan, byee!" pamit Nathan begitu saja lalu berlari menuju kelasnya untuk mengambil kunci motor dan tasnya.

Nathan keluar dari parkiran, lalu menghentikan motornya tepat di depan Nadia. Nadia mendongakkan kepalanya, lalu bertanya melalui bahasa isyarat.

"Nungguin siapa?" tanya Nathan sengaja.

"Gak tau deh, Bang. Tadi Nadia lupa bawa ponsel dan Fathir bilang masih mau ngumpul sama temen barunya, jadi Nadia nggak tahu pulang pakai apaan," jelas Nadia begitu saja karna dia memang tidak tahu pulang naik apaan nantinya.

"Yaudah ayok Abang anterin bentar, soalnya kalau nunggu bus juga udah gak ada jam segini. Ayok buruan Nadia, Abang masih ada urusan penting," suruh Nathan padanya karna Nadia tidak perlu berfikir apapun tentangnya.

"Tapi--"

"Nadia!"

"Iya, iya Nadia naik."

Nadiapun naik ke atas motor Nathan, Nadia berusaha menjaga jarak dengan Nathan karena dia tahu jika Nathan tidak pernah menyentuh gadis manapun dan Nadia juga tahu prinsip Nathan, makanya dia ragu untuk ikut boncengan dengan Nathan.

Diperjalanan Nadia berusaha terus agar tidak bergeser mendekati pantat Nathan, jika bergeser sedikit saja mereka akan bersentuhan dan Nadia takut jika Nathan akan menjauhinya karna hal tersebut.

"Kenapa jauh banget si, Nadia!" batin Nathan karna entah kenapa dia menginginkan Nadia berpegangan padanya.

"Gimana gak jatuh hati sih, secara nih bocah bikin jantungku deg-degan mulu, plus kayaknya dia memang jaga jarak dan jaga prinsipku waktu itu, Nadia lama-lama gemesin banget dah," ucap Nathan membatin sambil melihat Nadia dari kaca spion motornya.

•••

Tidak ada pembincangan apapun, Nathan sesekali melirik ke arah Nadia sedangkan Nadia hanya pokus dengan satu hal yaitu jaga jarak. Sekian jam kemudian, merekapun sampai di depan pagar rumah Nadia yakni di samping rumah Nathan sendiri.

Nadia turun lalu mengucapkan terima kasih sedangkan Nathan hanya tersenyum saja. Nadia masuk ke dalam rumah sedangkan Nathan turun dari motornya dan pulang sebentar. Nathan masuk ke dalam rumah, disana sudah ada umi yang sedang sibuk menyusun buku di rak yang sudah ada.

"Tumben cepat, Bang? Fathirnya mana?" sapa Umi seraya menanyakan soal Fathir adiknya.

"Gak tau tuh, Mi. Tadi aja dia biarin Nadia nunggu sendirian di penatian bus, Abang itu kesal kali sama dia, bisa-bisanya dia bilang sama Nadia untuk pulang sendiri sedangkan dia masih sibuk sama teman barunya," sarkas Nathan kesal karna sikap adiknya tersebut.

"Masa sih?" ucap Umi tidak percaya.

"Iya, Umi tadi Nadia sendiri yang bilang itu sama Abang, Yaudah karna Abang masih ada urusan di sekolah, Abang pamit kembali ke sekolah. Assalamu'alaikum!"

"Waalaikumussalam," jawab Umi sambil terkekeh.

#to be continued