webnovel

Yang Berbeda

Drrrrrrtttttttttt! Drrrrrrtttttttttt!

Ponsel Rio bergetar sejak tadi, alarmnya sudah hampir delapan kali ditunda. Sinar matahari yang mulai terang masuk kedalam kamarnya melalui celah celah jendela. Cuaca kota Bandung tak bersahabat sejak kemarin, membuat nya harus berselimut setiap pagi datang. Sudah tiga hari Rio libur bekerja karena harus pindahan ke rumah yang baru saja ia beli.

Rumah itu kecil, hanya sebuah rumah tipe tiga enam dengan satu kamar dipusat kota Bandung. Entah kenapa yang Rio pikirkan hanya membeli rumah saat mendapat bonus dari Iksan. Projek pertamanya dengan perusahaan Kubo sukses besar besaran, bahkan sampai saat ini ia masih melakukan banyak peninjauan tingkat lanjut pada projek tersebut. Kontraknya pun diperpanjang sampai dua tahun kedepan.

Sudah tiga hari, sejak ia pindah kesini. Tak banyak barang barang yang dibelinya. Maklum, ia masih berpikir bahwa ia tinggal sendiri dan tak perlu baginya perabotan perabotan rumah tangga yang umum dibeli seperti mesin cuci dan lain lain. Ia masih bisa mengandalkan laundri dekat rumah langganan nya sejak ia pertama kali pindah ke Bandung.

Matanya perlahan lahan terbuka, rasa malas masih menyelimuti dirinya. Berkali kali ia berguling diatas kasur, membalikkan tubuhnya ke kanan dan ke kiri. 

"Arrrghhh siapa sih pagi pagi gini telpon" Gerutunya kesal saat ia mendengar ponselnya kini berdering, bukan bergetar karena alarm.

Ia mendengus kesal, dengan payah ia turun dari kasur dan berjalan menuju meja kerjanya. Saat melihat sebuah nama di ponselnya, ia membalikkan tubuh dan kembali ke kasur.

"Woyyy,ni orang tidur apa koma sih didalem" Teriak seorang laki laki diluar rumah dengan nada kesal.

"Wooyyy, bangun kaliiii! Udah siang ini" Teriak laki laki itu lagi.

Rio semakin dalam membenamkan wajahnya dibantal, ia tersenyum tipis saat memikirkan betapa kesalnya laki laki itu didepan sana menunggu nya. untuk membuka pintu.

"Ga dibuka, gue dobrak nih" Ancam laki laki itu lagi.

"Hahahahahaha" Tawa Rio pecah saat mendengar ancaman laki laki itu, dengan langkah besar ia lari keluar kamar dan membuka pintu rumahnya. 

"Maen dobrak dobrak aja, rumah baru dibayar tunai ini" Ucap Rio saat membukakan pintu.

"Biarin, biar lo punya kreditan entar. Kredit renovasi rumah!" Balas laki laki itu dengan penuh penekanan.

Tanpa disuruh masukpun laki laki itu tetap masuk kedalam rumah, diikuti Hana dan Naya yang membuntut dibelakang. Ya begitukah sikap Iksan. 

"Anggap aja lo rumah sendiri, waalaikumsalam" Sindir Rio.

Hana terkekeh geli, "Iya lupa assalamualaikum" Ucapnya.

"Saking semangatnya aku sampe lupa ngucap salam, pengen liat liat kesini langsung" Hana beralasan.

"Naya masuk kedalam dapur dan menyiapkan beberapa bahan makanan yang dibawa mereka untuk dimasak. Ia tak canggung lagi, dengan peralatan seadanya ia mulai memasak.

"Ka, gasnya abis. Beli gas dulu gi" Teriak Naya.

"Beli sendiri, kok nyuruh nyuruh" Balas Iksan iseng.

"Mba Hana, ka Iksan minta diceraikan kontan katanya" Teriak Naya lagi.

"Boleh, tanda tangan sekarang ya. Biar bisa nyari yang baru" Balas Iksan lagi.

"Iya, sana cari gas ampe dapet sana" Timpal Hana sembari menyodorkan gas kosong pada Iksan.

Iksan merengut, ia kesal karena kalah kali ini. Disimpannya lagi remot TV diatas meja. Padahal rencananya ia akan mencoba untuk menonton film yang baru ia unduh di TV Rio yang lumayan besar.

"Ri ri, tolong pasangin dong ini. Setelin film ituloh, yang berantem berantem. Udah aku unduh semalam" Pinta Iksan.

Rio tak menghiraukan permintaan Iksan, "Ogah, aku mau mandi" Ucap Rio sembari masuk kedalam kamar mandi. Sedang Hana dan Naya tertawa puas.

Mereka sudah duduk didepan TV, dengan Naya yang masih sibuk memanggang daging diatas meja makan. Sedangkan Hana, Iksan dan Rio bak kambing yang sedang disuapi rumput. Setiap kali Naya menyimpan daging matang diatas piring, seketika daging itu habis dimakan. Meski terkadang kesal, raut wajahnya terlihat berbeda. Raut wajah senang dan bahagia, bahkan kadang wajahnya tersipu malu saat memandangi Rio.

"Buat rumah baru, cheers!" Ucap Iksan mengangkat gelasnya.

Yang lainpun ikut menyambut denngan gelas yang terisi penuh minuman soda.

"Semoga makin rajin" Tambah Iksan.

"Makin ganteng" Lanjut Hana.

"Makin sukses" Ucap Naya.

"Makin semangat" Ucap Iksan lagi.

"Makin..." Hana berpikir.

"Udah udah, ini ngedoain udah kayak doa ulang tahun" Potong Rio.

"Yang penting makin makin yang baik baik lah" Ucap Rio lagi.

Mereka semua setuju, makan siang hari itupun ditemani beberapa film kesukaan Iksan dan Hana. Sampai akhirnya mereka berdua tertidur diatas sofa dengan berpelukan. Sedangkan Rio dan Naya masih duduk bersampingan menonton film dengan serius, meski sesekali Naya memeriksa ponselnya.

"Ri, draft musik nya Pak Arfin udah selesai?" Tanya Naya tiba tiba.

Rio menepuk dahinya, ia lupa mengirimkan draft itu sejak kemarin. Pria itu tersenyum lebar. 

"Udah selesai, cuma lupa belum dikirim" Ucapnya.

"Mau denger dong yang baru, penasaran aku. Soalnya musiknya enak didenger. Kalau bisa di salin ke hapeku, mau kujadikan nada dering" Jelas Naya.

"Oh boleh, Komputerku ada di kamar. Kesana aja yuk, dengerin disana" Tawar Rio.

Naya mengangguk, mereka berdua masuk kedalam kamar. Naya duduk didepan komputer milik Rio yang masih menyala, ia mencoba mengikuti arahan Rio untuk membuka file. Saat menyadari posisinya, dimana Rio menyimpan sebelah tangannya diatas meja komputer hingga posisinya seperti dipeluk oleh Rio membuat wajah nya tersipu malu. 

Jantungnya tiba tiba berdetak kencang, sesekali ia salah dalam membuka file. Namun ia segera memasang Headset setelah membuka file musik tersebut. Naya diam, mendengar kan musik itu seksama. Sedangkan Rio bisa memutar musik itu sendiri dikepalanya karena ia sudah hafal betuk dengan melodi melodi musik tersebut setiap detiknya.

"Bagus" Ucap Naomi sembari memutar posisi tubuhnya.

Ia sedikit tertegun saat tau bahwa Rio ada tepat dibelakang tubuhnya. Riopun sedikit terkejut dengan tindakan impulsif Naya. Mereka sama sama diam bergeming, saling menatap satu sama lain. Jantung Naya terus berdetak kencang tak beraturan, wajahnya merah padam.

Perlahan, terbawa suasana ia mendekatkan wajahnya pada Rio. Disana, ia menyadari satu hal. Perasaannya masih sama, sejak pertama kali ia mengenal Rio sampai detik ini. Naya semakin dalam menatap mata Rio, dan tak ada penolakan atas tindakannya.

Perlahan tapi pasti bibir lembutnya mulai menyentuh bibir Rio yang kering. Dalam hitungan detik, posisi mereka masih sama. Hal itu membuat Naya semakin berani melumat bibir Rio. Rio mulai membalasnya, ia mendorong pundak Naya agar lebih dekat padanya. Lalu mulai membalas ciuman Naya. 

Beberapa menit mereka berciuman sampai akhirnya Rio terdiam. Ia menjauhkan tubuhnya dari Naya perlahan, selangkah mundur dengan wajah terkejut. Naya menyadari hak itu, ia membalikkan tubuhnya lalu pergi keluar dari kamar Rio. 

Dengan nafas berat, Rio mengikuti Naya sampai keluar. Setelah itu mereka saling diam sampai akhirnya Iksan, Hana , dan Naya memutuskan untuk pulang. Hanya segaris senyuman yang muncul di bibir Naya, sedangkan Rio sendiri mati kutu karena merasa canggung.

"Maaf ya" Ketik Rio.

Sebuah pesan maaf terkirim pada Naya, perempuan itu hanya membacanya namun tak membalas apapun.