webnovel

Selesai

Mata Rio masih sembab saat ia masuk kedalam kamar, ditatapnya Naomi yang tertidur dengan mata yang tak kalah sembab. Percakapan beberapa jam yang lalu benar benar sudah menguras air matanya.

Ada rasa bersalah terhadap apa yang benar benar ia ucapakan melalui telpon. Ia berjalan pelan, bahkan saat mengambil pakaian yang tergantung. Memastikan setiap gerakannya tak akan membangunkan Naomi.

Drrrrrrtttttttttt ! Drrrrrrtttttttttt !

Ponselnya bergetar panjang, Rio berusaha mengabaikan itu dan naik ke ranjang. Namun ponselnya tak kunjung berhenti bergetar. Dengan mata yang berat, ia melihat sebuah nama di ponselnya. Rio masih mengabaikan panggilan itu. Ia berdiri, dan merenggangkan tubuhnya. Membuka tirai kaca kamar Naomi, dan menatap lurus kedepan memandangi jalan luar yang terlihat sepi.

Drrrrrrtttttttttt ! Drrrrrrtttttttttt !

Sekali lagi ponselnya bergetar, kali ini ia penasaran kenapa laki laki itu terus menghubungi nya bahkan saat jam tiga dini hari.

"Halo" Ucap Rio saat mengangkat telponnya.

"Ri, bisa bawa balik Naya pagi ini?" Ucap Iksan lirih diujung telpon.

Suara Iksan terdengar payau, serak dan tak bertenaga. Dibalik suaranya terdengar suara ramai orang orang mengaji, terdengar juga sayup sayup suara beberapa orang yang menangis.

"Kenapa?" Tanya Rio sedikit khawatir.

"Ibu Ri, udah ga ada" Jawab Iksan menahan tangisnya.

"Innalilahi" Jawab Rio.

"Tapi tolong bawa Naya yang tenang ya Ri, gue gamau dia sedih di pesawat. Kita nungguin dia dirumah kok" Jelas Iksan. 

"Iya, gue langsung cek pesawat sekarang juga ya!"

Rio memutus telponnya, ia segera mengemas seluruh pakaian dan alat alatnya ke tas. Gerakannya yang cepat membuat Naomi terbangun dari tidurnya. 

"Kamu mau kemana?" Tanya Naomi.

Rio tak menjawab, ia masih bergerak cepat memasukkan barang barang miliknya.

"Halo Nay, udah bangun?" Tanya Rio saat panggilannya tersambung. 

"Kebangun gara gara kamu, kenapa?" Tanya Naya diujung telpon.

"Kita harus balik ke Indonesia sekarang, ada yang penting" Jawab Rio.

"Hal penting apa?" Tanyanya lagi.

"Nanti aja aku jelasin ya, sekarang kamu berkemas. Aku udah pesen tiket pesawat, penerbangan nya dua jam setengah lagi" Bujuk Rio.

Ia mematikan ponselnya setelah Naya setuju untuk pulang, dan memastikan bahwa tak ada yang tertinggal. Ia duduk diatas kasur, disamping Naomi. Tangannya mengelus rambut Naomi lembut.

"Ibu mas Iksan meninggal, Naya dan aku harus segera pulang. Mereka nunggu Naya" Jelas Rio lembut.

Mata Naomi membesar terkejut mendengar ucapan Rio, ia mengangguk. Lalu ia beranjak dari kasur dan segera mengambil jaketnya.

"Ayo, aku anter ke bandara ya?" Tawar Naomi.

Hanya butuh waktu setengah jam untuk mereka sampai ke bandara, Rio menunggu didepan pintu masuk bandara. Ia meremas pergelangan tangannya sesekali, menandakan bahwa ia sedang cemas. Matanya terus memindai berharap agar Naya cepat datang. Naomi hanya diam, duduk memandangi laki laki itu.

"Kamu khawatir banget ya Ri?" Tanya Naoni.

"Aku pernah kehilangan juga Nao, dan rasanya sakit. Entah akan sesedih apa Naya nanti" Jawabnya.

Naomi mengangguk, dan tersenyum tipis.

"Aku harap aku bisa bantu menghilangkan sedikit kesedihannya, sama waktu dia bantu aku dulu" Ucap Rio lirih.

Tak lama, Naya turun dari taksi. Dengan tas yang ia gendong. Lucunya, Naya sama sekali tak berganti pakaian. Ia hanya memakai celana jeans serta hoodie berwarna abu abu. Rambutnya dibiarkan diikat berantakan, dari tampilannya Naomi tau bahwa Naya baru saja bangun tidur. Bahkan perempuan itu masih memakai kacamata yang tak pernah ia pakai kecuali dirumah. 

Naya berlari kearah mereka dengan wajah tanpa riasan, ia melambaikan tangannya dan tersenyum.

"Ada apa sih Ri? kok pulang tiba tiba banget?" Tanya Naya.

"Ga apa, nanti aja aku jelasin ya" Jawab Rio singkat.

Laki laki itu kemudian menyentuh tangan Naomi, lalu ia tersenyum. 

"Baik baik disini Nao, hati hati. Maaf ya, aku pulang. Mudah mudahan kita bisa ketemu lagi nanti" Ucap Rio lembut.

Mata Rio berkaca kaca, begitu juga mata Naomi. Membuat Naya sedikit kebingungan dengan ucapan Rio. Namun ia tak ambil pusing, diambilnya jarak yang lumayan jauh untuk membiarkan mereka berdua bicara. 

Namun Naomi hanya mengangguk dengan balasan ucapan yang singkat, "Kamu juga".

Setelahnya, Rio pergi dengan Naya. Hilang dibalik kerumunan orang orang. Nafas Naomi mulai berat, ia mulai menangis. Dadanya sesak sampai suara tangisnya terdengar sedikit keras. 

Tubuhnya mulai lemas, sampai ia harus duduk bersandar dikursi. Tangisnya masih tak bisa berhenti, ia menatap kosong lalu lalang orang sampai langit mulai terang diluar. Masih teringat dipikirannya percakapan ia dengan Rio semalam, percakapan yang begitu berat baginya. Sebuah percakapan yang tak pernah ia duga akan memisahkan nya dengan Rio.

Saat menatap Rio yang begitu khawatir pada Naya, Naomi tau. Kini ia bisa mengerti bagaimana seseorang bisa masuk kedalam hidup orang lain dan mengubah perasaan orang tersebut. Meski Rio tak mengatakan nya secara langsung, tapi semua sikapnya terlihat jelas. 

"Rio benar, siapa yang berhak melarang perasaan orang lain" Pikir Naomi.

Melihat Rio berjalan bersama Naya dan hilang seolah mengingatkannya bahwa mungkin Rio akan berjalan dengan Naya dikemudian hari dengan hubungan yang lebih baik dari ini. Dari sekedar menjadi rekan kerja atau teman. Dan Naomi sadar, bahwa kini ia bukan siapa siapa. 

Naomi menyeka air matanya, ia lalu berdiri berusaha menguatkan dirinya. Berjalan menyusuri keramaian, tangannya melambai pada seorang supir taksi. Lalu ia naik, didalam sana Naomi menghela nafas dalam setelah memberitahu alamat rumahnya.

"Selesai" Gumamnya.

Sudah selesai kini hubungannya dengan Rio, hubungan yang ia rajut selama bertahun tahun. Hubungan yang hampir sampai pada pelaminan. Hubungan yang ia pikir akan baik baik saja selamanya. Hubungan yang ia banggakan. Hubungan yang selalu ingin ia pertahankan.

*********

"Jadi, kita jalan sendiri sekarang?" Tanya Naomi menghentikan keheningan diantara ia dan Rio.

"Ga akan ada yang berubah, kapanpun kamu butuh aku. Aku akan ada buat kamu" Ucap Rio.

"Janji?" Tanya Naomi meyakinkan.

"Janji" Jawab Rio.

"Maaf ya Nao" Ucap Rio lagi.

"Maaf kenapa?"

"Maaf aku udah nyentuh kamu, dan kita harus berakhir seperti ini, maaf aku ga mampu jadi laki laki yang baik untuk kamu. Aku terlalu ga percaya diri untuk menghadapi hidupku yang ngga akan mampu membahagiakan kamu " Lanjut Rio malu.

"....." Naomi diam.

"Maafin aku, kalau aku tau begini akhirnya. Aku nggak akan pernah berani nyentuh kamu"

"Makasih Ri, malam ini kamu udah ngerusak tembok yang kuat itu. Dan aku ngga pernah ngerasa semua ini salah" Lirih Naomi.

"Kalau kamu nggak mutusin untuk selesain ini semua malam ini, tembok itu semakin lebar, tinggi, dan kokoh. Sedangkan aku, aku itu cuma perempuan yang ingin melihat luasnya dunia diluar tembok itu. Keegoisanku, cuma akan membuat hubungan kita jadi salah. Justru aku lega Ri" Lanjut Naomi.

"Aku lega, kita bisa jalan sendiri sendiri setelah ini. Hubungan kita, ngga akan lagi menghalangi kita untuk jadi apa yang kita mau. Sekarang kamu bebas, aku juga begitu" Ujar Naomi yang mulai manahan tangisnya lagi.

"Aku harap semua mimpi kamu akan terwujud setelah ini" Ucap Rio.

"Makasih Ri" Jawab Naomi pelan.

"Ri..." Gumamnya.

"Makasih buat semuanya ya"

"Iya....." Jawab Rio.

Dan begitulah hubungan mereka selesai malam itu, melalui panggilan telpon dan keheningan malam serta udara dingin yang menusuk. Begitulah akhirnya, sebuah hubungan yang berdiri kokoh selama bertahun tahun dan hancur begitu saja karena keegoisan.