webnovel

Sebuah Kekhawatiran

Derap langkah Naomi terdengar jelas karena ruangan yang masih kosong, diperiksanya laci laci dimeja untuk memastikan tidak ada yang tertinggal. Beberapa kali ia melempar barang pribadinya kedalam kotak yang sudah dia siapkan sejak dua minggu lalu. Bahkan email perpisahannya sudah siap dikirim keseluruh rekan kerja dikantor untuk memastikan seluruh orang di kantor tau bahwa hari ini adalah hari terakhirnya. 

Hari ini Naomi mengenakan rok pendek diatas lutut dengan motif kotak kotak, tubuhnya dibalut kemeja putih dan rambutnya yang tergerai pendek setelah dipotong beberapa hari lalu. Katanya, orang yang memotong pendek rambutnya adalah bukti kesiapannya menghadapi hari hari dimasa depan. Sebagai harapan atas hidup yang baru. Begitu pikir Naomi beberapa hari lalu.

Hari ini, ia sengaja memakai sepatu hak tinggi dengan parfum yang begitu terasa saat didekati. Tak lupa riasan tipis dan natural yang memperlihatkan kecantikannya untuk memberi kesan terakhir yang indah dan tidak bisa dilupakan orang orang dikantor.

"Nao, bisa keruangan saya sebentar?" Pinta seseorang saat membuka pintu tanpa aba aba, mengejutkan Naomi.

Dengan kesal Naomi membuntuti langkah laki laki itu masuk kedalam ruangan rapat, disana ada Mike sedang menatap laptopnya dengan serius.

"Duduk Nao" Pinta laki laki itu.

"Iya pak, ada apa ya pak ?" Tanya Naomi tanpa basa basi.

"Nao, surat pengunduran diri kamu belum disetujui. Jadi kamu belum bisa keluar kantor hari ini" Ucap pria itu.

Ucapan itu menghantam perasaan senang Naomi yang sejak tadi bermekaran dan bermuatan positif. Naomi membulatkan matanya, lalu memaksa matanya yang kecil untuk menatap tajam pada Mike yang sedang senyum senyum melihat Naomi.

"Saya sudah mengajukan pengunduran diri saya sebulan yang lalu Pak, Mr Mike juga sudah tau" Paksa Naomi.

"Iya Nao, kita tau. Tapi kita belum dapat pengganti kamu Nao" Jelas Laki laki itu.

Naomi hanya menggeleng gelengkan kepalanya, sesekali mulutnya menganga kaget mendengar penjelasan laki laki itu. Sekaligus keheranan melihat Mike hanya bisa tersenyum mengangguk anggukan kepalanya tanda setuju seperti kerbau yang sedang dicocoki makan.

"Pak, perihal bapak belum bisa menemukan pengganti saya. Itu urusan perusahaan, bukan urusan saya. Saya sudah mengikuti prosedur dengan sesuai. Dan mengundurkan diri adalah hak saya" Jelas Naomi dengan meninggikan nada suaranya.

"Nao, tolong pengertian sedikit" Pinta laki laki itu.

"Kami bisa menaikkan gaji kamu sesuai yang kamu minta Nao, tapi kita juga perlu proses dan lain lain. Tidak bisa seinstan itu Nao"

"Pak, sudah beberapa kali saya jelaskan. Saya akan terima tawaran bapak, tapi dengan garansi bahwa perusahaan akan memastikan bahwa saya tidak akan kehilangan kesempatan saya kali ini. Bisa?" Tanya Naomi tegas.

"Perihal kehilangan pekerjaan, itu urusan kamu Nao. Kamikan sudah mau menanggung semua kenaikan gaji kamu selagi cari pengganti kamu"

Naomi tersenyum kecil, "Kalau begitu, ada atau tidak nya penganti saya disini juga urusan perusahaan. Saya sudah menjalankan prosedur secara sesuai. Dan itu bukan urusan saya lagi. Saya permisi"

Setelah ucapan terakhir, Naomi meninggalkan ruang rapat dan segera mengemasi barang barangnya. Ia kemudian membawa barang barangnya keluar kantor setelah menekan tombol kirim pada komputernya. Saat menatap langit sore ini, seperti biasa langit sore hari terlihat lebih berwarna. Diraihnya ponsel didalam saku, ia kemudian memotret langit hari itu.

"Aku Bebas!!" Ketiknya pada status instagram hari itu. 

*****

Naomi melambaikan tangannya saat melihat Hana berlari dari pintu masuk kedalam kafe. Seketika semua pandangan mata menatap pada suara langkah kaki Hana yang begitu cepat.

"Udah lama ya. Maaf, mas Iksan tadi minta dianter dulu ketempat lain" Jelas Hana.

"Santai aja Han, aku juga baru selesai sama editor barusan"

"Ciyeee, yang bentar lagi mau jadi penulis beneran. Pokoknya aku satu buku, plus tanda tangan basah dan foto berdua yah. Biar bisa pamer di instagram" Ledek Hana.

"Ok setuju, bayar ya tapi" Goda Naomi.

Mereka berdua terkekeh geli, sudah sehari sejak Hana datang dari Bandung. Ia menemani Iksan untuk menemui kliennya dan akan tinggal selama beberapa hari. Naomi tidak mengabaikan kesempatan itu, sejak saat Naomi tau Hana ada di kotanya. Ia langsung menghubungi Hana dan meminta bertemu.

"Jadi kapan Nao kamu berangkat ?" Tanya Hana.

"Lusa Han" Jawab Naomi.

"Semuanya udah beres?"

"Udah semua, tinggal berangkat aja" Naomi memastikan.

"Rio ?" Tanya Naomi.

"Masih belum tau Han, rasanya semuanya jadi hambar sejak aku bilang kalau aku mau pergi" Jelas Naomi.

"Nao, kamu harus kasih penjelasan tentang hubungan kalian. Ga bisa gantung gitu, hubungan jarak jauh nggak semudah itu Nao" Bujuk Hana.

"Iya Han, aku tau. Besok aku juga udah janji mau ketemu dia sebelum berangkat. Mudah mudahan semuanya baik baik aja" Harap Naomi.

Hana menganggukan kepalanya, "Hati hati disana ya Nao, kalau ada apa apa langsung hubungin aku"

*****

Rio baru saja terbangun dari tidurnya setelah menjalani shift malam, tiba tiba kepalanya terasa sakit karena kurang tidur. Namun ia memaksakan matanya terbuka sedikit untuk melihat layar ponsel. Dengan teliti ia mencoba untuk membaca jelas seluruh pesan yang masuk kedalam ponselnya.

"Besok, jam lima pagi. Jangan lupa ke stasiun kereta ya. Aku nunggu disana" Baca Rio.

Merasa kesal, Rio melempar ponselnya ke kasur. Ditatapnya cahaya matahari yang mencoba masuk kekamar melalui celah celah gorden. Sekilas Rio tertawa sedikit saat mengingat bahwa lusa adalah hari kepergian Naomi ke Jepang. Ia sendiri tidak menyangka bahwa Naomi benar benar akan meninggalkannya, rasanya baru kemarin mereka berbincang soal rencana kehidupan mereka setelah menikah, Tapi hari ini, Rio harus terus menerima kenyataan bahwa Naomi akan pergi selama beberapa tahun.

"Bisakah kita bertahan Nao?" Pikir Rio.

Rio selalu ingat, bahwa Naomi selalu cemburu jika ia terus membahas Sisi. Seseorang yang pernah dekat dengannya sebelum dengan Naomi. Naomi yang selalu ada dipandanganya saat bersama dengannya. Naomi yang selalu menggenggam tangannya saat berjalan dikeramaian. Atau Naomi yang dengan sengaja memanggilnya sayang dengan keras saat ada perempuan disekeliling dirinya.

Ia khawatir, akankah Naomi memiliki perasaan yang sama. Atau akankah ia akan merasakan cemburu yang sama saat Naomi tidak lagi ada dipandangan matanya. Ia khawatir akan ada orang lain yang menggenggam tangannya, dan menemaninya saat ia kesepian. Rio tidak dapat menampik semua rasa khawatir itu. Bagaimanapun Rio tau bahwa menjalani sebuah hubungan jarak jauh tidaklah mudah, bahwa akan selalu ada rasa curiga yang dalam . terlebih saat ia tidak dapat melihat Naomi secara langsung dalam beberapa tahun.

Ia takut, takut kalau kebebasan yang selama ini ia berikan pada hubungannya dengan Naomi yang akan memisahkannya. Ia takut, takut jika ada seseorang yang berani mengikat Naomi dengan sebuah status dan Naomi menerimanya. Ia takut, jika tidak melihat Naomi dan tidak dapat lagi membaca perasaannya. Ia takut, kepercayaan yang dipupuknya selama bertahun tahun akan gagal karena prasangkanya yang belum tentu benar.

"Nao, aku sayang kamu" Gumam Rio.

"Aku takut, kamu ketemu orang yang akan sayang kamu lebih dari aku. Dan kamu sayang dia, lebih dari kamu sayang sama aku" Pikir Rio.