webnovel

Melanjutkan Kegilaan

Drrrrrrrrrrrrttttttt! Drrrrrrrrt!

Getar panjang sebuah ponsel membuat Naomi harus menggeliat geliat diatas kasur. Ia masih ingin tidur, bahkan setelah tidur panjangnya sejak kemarin siang. Akhir akhir ini tubuhnya selalu lemas, bahkan tak jarang ia mengalami kelumpuhan saat tiba tiba terbangun dari tidurnya. Kepalanya terasa pusing, kadang pandangannya kabur. Tak ada yang salah dengan tubuhnya menurut dokter. Hanya kelelahan, namun ia tak tau kelelahan jenis apa yang membuatnya tak bisa bergerak seperti lumpuh. 

"Aaaaaaarrrrggggggggghhhhhhhhhh" Dengan teriakan panjang Naomi bangun dari tidurnya. Ia duduk, memandangi pemandangan pagi hari lewat kaca jendela kamar yang terbuka luas. Ia masih duduk,melamun meski ponselnya tak berhenti bergetar. Tak ada rasa penasaran satupun dalam benaknya. Ia ingat, dua hari lalu ia sudah ijin tidak masuk kerja pada Kubo untuk beberapa hari karena keadaan tubuhnya ini. Dan ia tidak mau, ijinnya terganggu oleh Kubo ataupun urusan kantor yang lain. Ia ingin istirahat.

Dengan mata yang baru terbuka sebelah, ia meraba raba kasur dengan tangannya. Sampai akhirnya tangan kecilnya tak sengaja mendorong ponselnya ke pinggir kasur hingga terjatuh. 

"Arrrghhh Arrrghhhh Arrrghhhhhh" Gerutunya kesal.

Ia segera turun dari kasur, meraih ponselnya dan mulai melihat daftar panggilan telponnya. Ia ingin segera merutuki orang orang yang sudah mengganggu waktu istirahatnya. 

"Haaaaaaaaa?" Teriak Naomi. 

Setelah membaca sebuah pesan yang masuk ke ponselnya, ia langsung berdiri dan berlari kearah kamar mandi. Dengan cepat ia membasuh tubuhnya dan menarik pakaian asal asalan dari lemari pakaian. Ia tak berhenti sedikitpun, bahkan ia sedikit melempar ponselnya ke tas dan membawa tasnya asal. Tak lagi ia hiraukan gaya pakaiannya yang acak acakan hari ini. Sendal jepitpun menemaninya berlari melewati gang kecil rumahnya. 

"Hah Hah Hah" Suara Nafas Naomi terdengar keras saat ia berhenti didepan perusahaan Kubo.

Matanya menyapu area Lobi yang ditutup karena banyaknya wartawan yang sedang berdiri untuk menunggu informasi. Naomi memelankan nafasnya yang mulai teratur, ia mencoba tenang dan mulai mengambil ponselnya untuk menghubungi seseorang. 

"Itu Naomi, sekretarisnya Kubo" Teriak seorang wartawan sambil menunjuk Naomi dari kejauhan. 

Kerumunan itu mulai menjauh dari Lobi dan mulai berjalan kearah Naomi. Mata Naomi terbelalak saat melihat hal itu. Tangannya mulai membeku, bahkan saat para wartawan menyerbunya dengan ratusan kali pertanyaan yang sama. Ia belum pernah menghadapi ini, dan kebingungan mulai menyergapnya. Tak ada satu katapun yang keluar dari mulutnya, meski seseorang terus berbicara lewat telpon. 

"Apa anda tau soal ini?"

 

"Bagaimana ini bisa terjadi?"

"Menurut anda, apa yang membuat Takai tiba tiba memutuskan pertunangannya dengan Kubo?"

"Apakah ada orang ketiga?"

"Sebagai sekretaris Kubo, bukankah sebenarnya ini adalah issue lama yang sudah kubo dan Takai putuskan sejak lama?"

Pertanyaan pertanyaan itu terus menghujam kearah Naomi, sedangkan ia masih menghadapi kebingungan. 

"Apa itu karena aku?" Pikir Naomi sejenak.

 

Pikirannya terus memutar, tentang perasaan perasaan Kubo dan Takai yang terus berterus terang padanya. 

"Mungkinkah?"

Lamunannya terhenti saat seseorang masuk kedalam keramaian dan menarik tangannya. Itu Kubo. Laki laki itu menarik Naomi kedalam pelukannya dan membawanya keluar dari keramaian dalam pelukan. Tanpa mengatakan sepatah katapun pada wartawan yang juga kemudian terus membanjirinya dengan pertanyaan. Suara kamera mulai terhenti saat mereka masuk kedalam lobi, dan saat itulah Kubo melepaskan pelukannya. Namun laki laki itu masih menggenggam tangan Naomi dan menuntunnya menuju ruangan kantor. 

"Harusnya kamu ga berdiri disana, kamu tau suasana akan seramai ini" Ucap Kubo membuyarkan pikiran Naomi. 

"Ada apa ini? Bahkan aku gatau apa apa!" Jawab Naomi.

 

"Meski kamu gatau apa apa, kamu adalah orang terdekat denganku. Jelas mereka akan menanyaimu. Hari ini, jangan keluar dari gedung ini sampai diluar sana sudah mulai terkendali" Saran Kubo. 

Naomi mengangguk.

Kubo menyalakan TV yang ada diruangannya, ia duduk di kursi dan memperhatikan berita berita tentangnya dan Takai yang mulai menyebar. Sebagian Media menyerang perusahaan dan rumah kediaman orang tua Takai, dan sebagian menyerang perusahaan Kubo. Jelas laki laki itu tersenyum kecil saat memikirkan kegilaan Takai yang saat ini mungkin sedang damai diperjalanannya menuju Paris. 

"Orang ketiga dalam hubungan Takai dan Kubo?" Ucap Naomi keras keras saat melihat berita di TV. Itu membuat Kubo tertawa kecil melihat reaksi Naomi yang berlebihan.

"Kenapa kamu tertawa?" Tanya Naomi. 

"Karena ini lucu" Jawab Kubo santai. 

"Ini hal yang serius, gimana kamu bisa ketawa?" Tanya Naomi lagi kesal. 

Kubo terdiam sejenak, mengacuhkan Naomi. Ia tidak ingin berdebat dengan perempuan ini. Sudah cukup rasanya sedikit jauh dari Naomi, dan ia tidak lagi ingin membuat Naomi menjauh. Namun dipikirannya terus berputar putar soal apa yang akan ia lakukan. Melanjutkan kegilaan Takai, atau menghentikannya.

Persiapan untuk konferensi pers Kubo pun sudah selesai, ia melangkah masuk kedalam ruangan yang sudah dipenuhi oleh para wartawan. Mereka tak henti hentinya memotret bahkan sampai Kubo duduk di kursinya. Beberapa kamera justru lebih memilih fokus pada Naomi ketimbang Kubo. Naomi yang hanya diam karena kecanggungannya berada disana. 

"Kami sudah memutuskan hal ini sejak lama" Ucap Kubo memulai.

"Saya dan Takai sudah sepakat untuk memutuskan ini secara baik baik" Lanjutnya. 

"Kami berdua tidak saling mencintai, hubungan kami selama ini hanya sebatas hubungan politik" Jelas Kubo detail.

Suara ketikan mulai terdengar riuh, mereka mulai menulis artikel disaat yang bersamaan dan memulai permbaruan untuk medianya masing masing. Kubo mulai menarik nafasnya, membayangkan bagaimana reaksi kedua orang tuanya. Namun ia juga tak bisa mengabaikan kegilaan Takai, ia harus bersikeras untuk melanjutkan kegilaan Takai agar semuanya tak sia sia. Jika ia memilih untuk diam, orang tua Takai justru tidak akan tinggal diam. Orang tua Takai bukan orang biasa, mereka punya banyak kekuasaan, bahkan hal mudah bagi mereka untuk memutar balikkan fakta dan mengatakan bahwa Takai mungkin memiliki gangguan jiwa. 

Dan Kubo tak ingin itu semua terjadi. 

"Lalu apakah benar anda menyukai sekretaris anda sendiri?" Tanya Seorang wartawan. 

Kubo tersenyum malu, ia menaikkan kepalanya dan memandang wartawan itu dengan serius. 

"Kami punya keterikatan dimasa lalu, dan sejak pertama bertemu dengannya lalu kemudian berpisah. Saya sama sekali tidak bisa melupakannya. Apakah itu artinya saya menyukainya?" Jawab Kubo dengan kembali melempar sebuah pertanyaan. 

"Lalu bagaimana anda menjelaskan hubungan anda dengan sekretaris anda?" tanya seorang wartawan lagi.

Kubo meraih tangan Naomi, ia menggenggamnya didepan semua orang "Menurut anda?"