webnovel

Keinginan

Takkk! Takkk! Takkk!

Hanya suara jari Takai yang diketuk ketuk dimeja memenuhi ruangan luas dengan nuansa hitam, sebulan yang lalu ia mengganti semua perabotan kantornya dengan warna hitam membuat ruangan tersebut terasa klasik dan mewah dengan peralatan lainnya berwarna putih. Tak tanggung tanggung, perempuan itu juga mengganti desain kantor. Ia mendapat inspirasi itu sebelum berangkat ke Cina, dan semuanya selesai setelah ia kembali.

Seorang perempuan berusia kurang lebih tiga puluh tahun berdiri dihadapannya, memegang sebuah tablet. Menunggu Takai yang masih serius membaca laporan yang dibawa sekretarisnya itu. Sesekali ia membolak balikan halaman yang sudah dibaca untuk memastikan beberapa hal.

"Kamu yakin ini proposal yang diajukan oleh mereka?" Tanya Takai.

Perempuan itu mengangguk, disambut dengan sikap Takai yang acuh.

Tak lama, suara derap langkah kaki yang tegas membuat Takai memandangi sekretarisnya. Kubo berdiri tepat dibalik tubuh kecil sekretarisnya, membuat perempuan itu harus menyingkir kesamping. Setelah mendapat tanda tangan Takai, perempuan itu berjalan keluar perlahan sembari menundukkan kepala. Kubo duduk, disofa yang berada tepat dihadapan meja kerja Takai. Ia mengeluarkan dua buah kotak yang dibawa Takai kemarin untuk diberikan pada orang tua Kubo. Membuat Takai harus beranjak dari tempat duduknya dan berpindah duduk dihadapan Kubo.

"Aku dengar kamu baru kembali dari Cina" Ucap Kubo.

"Beberapa hari yang lalu" Jawab Takai.

"Aku dengar kamu juga akan pergi lagi ke Paris"

"Bulan depan" Gumam Takai.

"Aku kembalikan hadiah yang terlalu mewah ini" Kubo menyimpan kotak berisi jam tangan mewah itu diatas meja.

"Kenapa? Aku memberikan ini untuk orang tuamu, bukan untukmu"

"Mereka tidak membutuhkan ini" Jawab Kubo acuh.

"Kenapa?" Teriak Takai.

Kali ini emosi sudah memenuhi benak Takai hingga harus membuatnya berteriak, diiringi dengan air mata yang tak lagi bisa ditahannya. Ia sudah menahan amarah ini sejak bertemu dengan Naomi. Perasaannya yang masih gundah, diperparah dengan usikan Kubo yang menyakiti hatinya.

"Ini bukan keinginanmu, ini keinginan orang tuamu bukan?" Tanya Kubo.

Takai bergeming, ia hanya bisa diam memandang mata Kubo dalam.

"Akan sampai kapan?" Tanya Kubo lagi.

"Akan sampai kapan kamu terus mengikuti keinginan orang tuamu?" Tambah Kubo.

"Kalau aku tidaklah terlahir sebagai orang kaya? dan tidak memiliki perusahaan , apa kamu akan tetap disini? Atau apa kamu akan tetap mengemis untuk tetap bertunangan pada orang tuaku?" Cerca Kubo.

"Aku bisa memberikan seluruh uang yang aku punya, tapi hentikan semua ini. Hentikan semua omong kosong ini" Kali ini Kubo sedikit meninggikan suaranya.

Takai menelan ludahnya saat melihat Kubo dihadapannya, perasaannya luluh saat tau bahwa Kubo bisa mengetahui apa yang terjadi dibalik maksud dari hadiah yang diberikannya pada orang tua Kubo.

"Aku tetap akan melakukan itu, aku akan tetap disini. Dan mengemis pada orang tuamu untuk tetap bertunangan. Meski orang tuaku menentangnya" Lirih Takai.

Kubo sedikit menyeringai mendengar ucapan Takai, ia kemudian berdiri dan beranjak pergi dari ruangan Takai sembari meninggalkan ucapan terakhir "Sampai kapan kamu akan membohongi dirimu sendiri".

Takai tidak menahan Kubo untuk pergi, ia hanya duduk lemas dan menyenderkan bahunya pada sofa. Menarik nafasnya dalam dalam. Mengusap air mata yang tak kunjung habis mengalir dari sudut matanya.

"Dia pikir aku berbohong" Pikir Takai.

Cintanya pada Kubo dimulai dari hal kecil, sebuah perhatian yang Kubo berikan membuat pohon yang kering dihatinya kembali tumbuh bahkan berbunga. Saat saat itu, saat dimana Kubo masih bisa menggendongnya setelah pulang sekolah, atau mengajaknya kabur dari jadwal les yang tak pernah selesai hingga larut malam. Kubo yang selalu melindunginya dari amarah kedua orang tuanya. Dimulai dari benih yang tumbuh sejak kecil, hingga menjadi pohon yang kokoh. Kubo seperti hamparan rumput yang hijau mengelilingi pohon yang mulai mati. Membuatnya kembali menjadi indah. Dan merasa hidup. Ia hanya sedikit terlambat menyadari bahwa ia menyukai Kubo.

Namun semua itu mulai pudar, setelah hari itu. Hari dimana Kubo mendapati kenyataan bahwa orang tuanya hanya memanfaatkan keadaan Kubo. Kubo merasa bahwa Takai hanyalah alat, seperti pengalih perhatian bagi orang orang yang melihat sebuah pohon yang dikelilingi rumput yang hijau hingga orang orang datang pada pohon itu dan berteduh disana, membawa kehidupan tanpa memperhatikan rumput rumput yang mati dan terinjak. Sejak hari itu, Kubo merasa bahwa semua yang dilakukan Takai hanya sebuah kebohongan. Ia tidak lagi merasa bisa melihat diri Takai yang dulu. Takai yang dikenalnya sejak kecil. Adik kecilnya yang manis.

"Aku tidak berbohong" Pikir Takai lagi.

Diam diam, ada besar keinginan Takai untuk terus bersama Kubo. Ia ingin menjadi rumput yang bisa menjalar dan pergi kemanapun ia ingin. Ia tidak ingin tumbuh menjulang tinggi sendirian dan kesepian. Ditemani angin yang menerpa dan bergoyang mengikuti arah angin. Menunggu untuk mati dan ditebang. Takai ingin ikut kemanapun Kubo pergi, namun Kubo seperti tak pernah melihatnya.

Takai ingin mengungkapkan segala perasaannya pada Kubo, namun ia tak memiliki sedikitpun keberanian. Baginya, biarlah Kubo hanya tau apa yang terlihat selama ini. Karena ia tau, Kubo tak memiliki perasaan yang sama seperti yang dimilikinya sejak dulu. Meski keinginan itu besar, Takai masih bisa menahannya. Apa lagi yang bisa dilakukan seorang perempuan yang cintanya bertepuk sebelah tangan, hanya berharap.

*****

Kubo mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi, ia terus melaju menerobos kekosongan jalan malam itu. Beberapa kali ia membunyikan klakson untuk meminta mobil didepannya menyingkir agar tak menghalangi mobilnya lewat. Tangannya memegang kemudi dengan erat. Kakinya dengan cepat menginjak pedal gas dan rem beriringan. Ia handal jika berbicara soal mengendarai mobil.

Perasaannya tak karuan saat melihat Takai menangis dihadapannya. Ia ingin memeluk Takai saat itu, namun ia tak ingin membuat suasana semakin kacau dan membuat Takai lebih salah paham padanya. Ia mengerti bagaimana perasaan Takai saat mengingat kedua orang tuanya. Kubo tau, orang tua Takai adalah luka bagi perempuan itu. Dan tidak ada yang bisa menyembuhkan luka itu. Hari itu, saat Takai datang ke apartemen Kubo dan memeluknya erat sembari menangis, Kubo menghubungi sekretaris Takai dan mencari tau alasannya.

Kubo hanya ingin Takai jujur pada dirinya sendiri, meski ia telah mengakui kesalahannya karena telah meniduri Takai. Namun Kubo tau, bahwa setelah itu Takai juga memiliki beberapa kekasih yang disembunyikannya. Disembunyikannya karena kedua orang tuanya yang menentang hubungan mereka. Sampai akhinya ia harus ditinggal menikah karena ketidakpastian hubungan yang Takai bawa.

Ia bukan menutup mata juga pada perasaan Takai selama ini, namun baginya Takai adalah adik kecilnya. Yang harus ia temani dan terus ia jaga. Jika ada sedikit perasaan benih rasa suka pada Takai, itu tak lebih daripada kenangan manis yang sudah mereka lalui bersama sejak kecil. Berbeda dengan perasaannya pada Naomi. Perasaannya pada Naomi bukan lah soal kenangan singkat yang kelam, namun perasaan seorang laki laki pada perempuan biasanya.

Brakkkkkkkkk!

"Ahhhh" Teriak Kubo.

Mobilnya terpaksa berhenti saat menghantam sesuatu dihadapannya, kepalanya terbentur keras menghantam stir mobil. Tak lama setelah itu, beberapa orang mulai mengelilingi mobilnya. Dan samar samar terdengar suara mobil ambulans. 

*****

Naomi berlari sekencang mungkin di lorong rumah sakit sesaat setelah mendengar panggilan dari rumah sakit. Ia tidak bisa masuk kedalam UGD dengan perlahan. Seluruh tirai dibukanya satu persatu untuk mencari Keberadaan Kubo. Nafasnya terengah engah karena lari, namun ia akhirnya diusir dari UGD karena membuat keributan bagi para pasien.

"Sedang apa disini ?" Tanya Kubo yang berdiri dihadapannya dengan menjinjing sebuah kantong plastik. Dahi bagian kanan nya ditutup perban, dan kaki yang berjalan pincang membuat Naomi melesat mendekatinya.

"Ga apa apa kan? Ga parah kan? Kok bisa? Orang yang kamu tabrak gimana? aku dapat telpon dari rumah sakit tadi. Kamu ga apa apa beneran?" Cerca Naomi dengan tangan yang bergetar karena khawatir.

Kubo hanya tersenyum tipis, ia menarik tangan Naomi dan menariknya dalam pelukan.

"Aku baik baik saja" Ucap Kubo.

Ia memeluk Naomi dengan erat, mencoba menenangkannya.

Malam itu salju turun untuk pertama kalinya, mendarat diatas kepala Naomi dengan lembut. Diikuti beberapa butiran salju putih membuat mereka berdua mendongakkan kepala. Agar bisa menikmati butiran salju dan membelai wajah mereka dengan lembut.

"Aku ingin terus begini, bersamamu. Membuat kenangan yang indah" Pikir Kubo.