webnovel

Jalan yang Berbeda

Wajah Kubo berseri seri pagi ini, ini bukan hari biasa bagi Kubo. Sembari menjinjing beberapa bahan makanan di kedua tangannya, ia berusaha keras untuk menekan tombol kunci apartemen Naomi. Laki laki itu masuk begitu saja setelah pintunya terbuka. Ia melihat Naomi sedang duduk di sofa sembari menonton TV, perempuan itu tersenyum lebar saat melihat Kubo masuk. Ia berdiri dan membantu Kubo untuk menyiapkan makanan didapur.

"Udah aku aja yang masak, kamu nggak perlu repot repot ikut masak" Ucap Naomi.

Kubo menggelengkan kepalanya, ia merebut pisau dari tangan Naomi lalu mulai memasak. Lalu Naomi hanya bisa terdiam memandangi Kubo.

"Sebenarnya Dia sempurna" Pikir Naomi.

Butuh waktu lama untuk Naomi menyadari itu, entah sejak kapan tapi Kubo mulai berubah. Ia bukan lagi seseorang yang manja, dingin, dan tertutup. Kini Kubo telah berubah menjadi seseorang yang mandiri, hangat dan terbuka pada orang lain. Tak terhitung, sudah berapa kali Kubo memasak untuknya. Dan ia senang akan perubahan itu. 

"Tentu aku tau kalau aku tampan, tapi apa aku sebegitu tampan sampai kamu terus memandangiku seperti itu?" Tanya Kubo membuyarkan lamunan Naomi. 

Naomi mengangguk, "Kamu Sempurna, wajahmu tampan dan menarik"

"Sempurna untuk jadi suamimu sampai kamu tertarik?" Balas Kubo.

Naomi terkekeh geli, wajahnya memerah saat Kubo mengacak acak rambutnya.

"Kamu pasti akan menjadi suami yang baik nanti" Jawab Naomi.

"Tentu, aku akan jadi seorang suami yang sempurna. Hahahahahaha" Canda Kubo yakin.

Tak lama setelah itu, Kubo membawakan makan malam untuk Naomi diruang TV. Naomi sedang menonton TV sembari mendekap lututnya. Ini malam tahun baru, pusat kota sedang ramai dengan muda mudi yang akan menyambut pergantian tahun dengan hati yang bahagia. Kerlap kerlip lampu juga begitu mempesonakan lewat jendela apartemen Naomi, membuat suasana hatinya semakin membaik. Pemandangan yang selalu indah setiap malam dan tak pernah berubah sejak pertama kali ia datang ke negeri sakura ini. Naomi terpesona, dan hanyut dalam keindahannya sampai pada mimpi di tidurnya. 

"Kamu udah cukup lama disini ya Nao" Ucap Kubo membuka pembicaraan.

"Hhhmmm, sudah lebih dari tiga tahun" Jawab Naomi.

Sembari menyeruput mie buatan Kubo, ia juga memindah mindahkan acara TV dari satu saluranl ke saluran lain. Mencari cari acara TV yang sesuai dengan keinginannya.

"Kupikir dulu, aku akan mati saat pergi kesini. Tapi ternyata aku bisa bertahan selama itu. Meski awal awal aku hampir saja menyerah" Kenang Naomi.

"Yaaa, kau cukup bodoh saat pertama kali datang kesini" Ledek Kubo.

Naomi mendengus, ia sedikit tak terima dengan pernyataan Kubo barusan.

"Yaaa, tapi aku tak begitu bodoh ketimbang harus mempekerjakan perempuan yang berkaitan dengan masa lalunya yang buruk" Balas Naomi.

Kubo tertawa, "Aku memang bodoh untuk itu, aku akui itu" Aku nya. 

"Tak kubayangkan, bahwa aku akan pergi dari sini nanti" Ucap Naomi lagi.

"Kamu tak perlu jika tak mau, kamu tau kamu bisa tinggal disini. Meski selamanya" 

"Tempat ini adalah harapan yang sudah menjadi mimpiku, mendarah daging. Tapi ternyata mimpi ini membawa banyak luka. Menyakitiku" Jelas Naomi.

"Lupakan itu Nao" Ucap Kubo.

Suara riuh mulai terdengar dari pusat kota, ataupun dari TV yang juga meneriakkan hal yang sama. Tahun mulai berganti, membuka lembaran baru dengan hari yang baru.

****** 

"Tiga, Dua, satu...Selamat tahun baru" Teriak mereka semua, kembang api bertebaran menghiasi langit yang gelap. Suara riuh mulai terdengar dari kota Bandung. Sayangnya, mereka berempat ada tepat diatas gedung kantor. Meski seharusnya ini adalah hari libur, kesibukan mereka tetap sama hingga Hana harus mengalah dan merayakan perayaan pergantian tahun diatas gedung kantor Iksan.

Raut wajah senang menghiasi wajah mereka, meski dingin merasuk ke kulit. Naya seringkali mengusap usap kedua lengannya karena merasa dingin. Ia bahkan lupa membawa jaket karena terburu buru membantu Hana. Sedangkan Iksan dan Hana masih sibuk melihat warna warni kembang api sembari meniup terompet. 

"Pake ini" Ucap Rio sembari menyodorkan jaketnya ke Naya.

"Nggak perlu, nggak apa" Tolak Naya.

"Nanti kamu sakit" Paksa Rio.

Naya akhirnya menyerah, ia memakai jaket milik Rio yang kebesaran. 

"Makasih" Ucap Naya.

Rio mengangguk dan tersenyum. 

Setelah acara itu selesai, Rio dan Naya pergi untuk mengantar Hana dan Iksan kerumahnya. 

"Aku lupa" Ucap Rio saat diperjalanan menuju kost Naya.

"Kenapa?" Tanya Naya yang terbangun dari tidurnya karena Rio.

"Disk yang kamu minta kemarin, ada dirumahku. Bukannya besok kamu harus kirim itu ke tim Amerika?" Tanya Rio pada Naya.

"Ohh itu, aku hampir saja lupa" 

"Boleh kita kerumahku dulu? Untuk ambil disknya, setelah itu baru aku antar kamu ke kost?" Tanya Rio.

Naya mengangguk tanda menyetujui, arah mobil Rio pun memutar balik. Ia menambahkan kecepatan agar bisa cepat sampai kerumahnya dan bisa mengantar Naya lebih cepat. Ia sedikit tak enak karena ini.

"Mau mampir bentar?" Tanya Rio saat sampai ke rumahnya.

Naya tentu mengangguk, iapun sudah tak tahan ingin ke toilet.

Setelah dari kamar mandi, Naya tak sengaja melihat Rio didalam kamar sedang panik mencari sesuatu. Itu membuat Naya penasaran dan ikut masuk ke kamar Rio untuk mencari.

"Cari ini?" Tanya Nanya sembari menunjukkan sebuah disk di tangan kanannya. 

Rio tersenyum lega saat melihat Disk yang ia pikir sudah hilang ada di tangan Naya. Ia mendekati perempuan itu, namun secara tiba tiba. Naya menciumnya. 

Perempuan itu mendekap tubuh Rio dan mencium bibirnya. 

Meski tak merespon, Naya terus menggoda Rio dalam ciumannya hingga akhirnya Rio mulai membalasnya perlahan. Tak butuh waktu lama bagi Naya untuk membuat ciuman itu semakin memanas, kali ini Rio mendekap tubuh Naya agar menempel pada tubuhnya. Darahnya mulai mengalir dengan cepat sampai akhirnya Rio melempar tubuh Naya keatas kasur. Ia mulai lagi menciumi tubuh Naya, dari bibir kemudian turun ke lehernya. Kedua tangannya menekan keras kedua tangan Naya diatas kepalanya. Tangan Naya mengepal menahan rasa hangat yang diberikan oleh Rio. Ia berusaha untuk melepaskan kedua tangannya dari Rio, lalu ia menarik wajah Rio dan menciumnya kembali. Tangan Rio kini sudah mulai meraba baju Naya, menariknya hingga terlepas. 

"Ri, apa kamu serius akan melakukan ini?" Tanya Naya.

Rio tersadar atas tidakannya yang terburu buru, ia melepaskan sentuhannya dari Naya. Pria itu duduk diatas Kasur dan terdiam. Apa yang baru saja ia lakukan adalah hal buruk. Ia merasa telah mengkhianati dirinya sendiri dan Naya. Meski pikirannya dipenuhi nafsu, namun melihat Naomi pada sosok Naya adalah hal yang terburuk dari semua hal. 

Naya yang menyadari itu segera merapikan dirinya, ia pergi keluar kamar dan menyesali perbuatannya tadi.

"Mungkin Rio masih butuh waktu" Pikir Naomi.