webnovel

Ikatan Masa Kecil

Waktu sudah hampir jam dua dini hari, namun Takai masih gelisah tak bisa tidur. Ia duduk memandangi jalanan kota yang masih ramai dari jendela apartemen. Sembari menenggak sebotol minuman yang sejak tadi digenggamnya. Takai kembali mengingat masa masa saat itu bertemu Kubo dulu, ia juga benar benar ingin tau isi hatinya yang sebenarnya. 

Ia ingat kira kira, saat itu sebelum Takai beranjak dewasa.

Suara berisik mobil mobil besar lewat mengusik telinga Takai sampai membuatnya harus terbangun dari tidur, saat ia membuka mata ada beberapa mobil besar yang parkir tepat disamping halaman rumah dan terlihat dari kaca besar. Ia terus memandangi mobil mobil yang isinya mulai dibongkar sembari memeluk guling. Pagi ini ia tertidur tepat disamping kaca besar tanpa alas.

"Uhhhhh" Takai yang masih kecil saat itu meringis.

Perempuan itu melipat lengan baju yang panjang dan melihat luka memar diseluruh tangannya. Ia menghela nafas dalam lalu kembali mengamati mobil mobil yang mulai berdatangan lagi. Menambah panjang jejeran mobil mobil yang terparkir. Sudah setahun rumah besar disamping rumahnya kosong, dulu rumah itu ditinggali oleh salah seorang menteri. Namun setelah menteri itu dipindah tugaskan ke Tokyo, rumah itu menjadi kosong. Kompleks tempatnya tinggal bukan kompleks biasa. Untuk sampai disana, mereka harus melewati gerbang besar yang dijaga oleh beberapa penjaga. Rumah rumah didalam kompleks itupun tidak ditinggali oleh sembarang orang, ada beberapa menteri, artis, atlet atlet nasional, dan pengusaha pengusaha besar. Oleh karena itu, jika ada mobil mobil besar yang mengiringi kepindahan salah satu rumah disana. Itu hal yang wajar. Dan disanalah Takai tumbuh besar.

Orang tuanya adalah pemilik perusahaan pengembang permainan terkenal di Jepang, tak tanggung tanggung ada tiga perusahaan milik orang tuanya. Orang tuanya juga memiliki beberapa yayasan penyumbang amal yang berbasis sekolah untuk mendukung menciptakan orang orang lulusan terbaik dan bekerja di perusahaan milik orang tuanya. Terlihat sempurna, namun tidak sesempurna itu. Orang tua Takai hanya dua orang yang bersembunyi dibalik topeng kebaikan.

Takai hampir memiliki seorang kakak laki laki, tapi dihari nahas itu ibunya harus kehilangan satu satunya calon penerus kekayaan keluarga mereka karena sebuah kecelakaan mobil. Dihari nahas itu, kakak laki lakinya harus mengalami kecelakaan mobil saat berada diperjalanan untuk menjemput Takai yang sedang merajuk karena tak dijemput disekolah.

Sejak hari itu, segala kemewahan hilang dari kehidupan Takai. Takai dicap manja hingga akhirnya menewaskan kakaknya sendiri. Sikap kedua orang tuanya juga terus menerus berubah menjadi kasar. Mulai dari berteriak hingga memukulnya. Seluruh kemewahan yang dinikmatinya sejak kecil mulai hilang satu persatu. Takai yang juga kehilangan satu satunya kakak lelaki, juga dengan bersamaan harus kehilangan sikap manis kedua orang tuanya.

Meski terus menerus diperlakukan tidak adil, Takai tetap bertahan. Ia tetap terus berusaha untuk mengantikan posisi kakaknya dengan terus belajar dan menjadi siswa terbaik disekolahnya setiap tahun. Ia ingin menebus kesalahannya, ingin membuktikan pada kedua orang tuanya bahwa ia dapat menggantikan posisi kakaknya yang telah tiada. Sikap kedua orang tuanya semakin hari semakin parah, awalnya orang tuanya hanya memukuli nya menggunakan tangan. Namun akhir akhir ini ibunya memukul menggunakan beberapa barang dirumah. Meninggalkan luka luka memar yang terus bertambah setiap hari. Dan Takai hanya menerima semua itu sebagai penebusan kesalahan. Kesalahan yang tidak pernah ia lakukan.

Saat sore hari menjelang, Takai melihat sebuah mobil baru saja masuk kedalam pekarangan rumahnya. Kemudian seorang anak kecil laki laki diikuti seorang perempuan dan laki laki paruh baya turun dari mobil. Dan tak lama ibunya berteriak memanggil namanya agar turun kelantai bawah.

"Takai" Ucap Takai mengulurkan tangan mungilnya.

"Ini Kubo, tetangga baru kita yang tinggal disamping" Jelas ibunya.

Hari itu, Takai berkenalan dengan Kubo dan mulai menjadi teman akrab.

*****

"Mau berangkat?" Tanya Kubo saat melihat Takai keluar dari rumahnya.

Takai hanya mengangguk, dengan wajah lusuh dan kelelahan.

"Ayo, ikut mobilku saja" Tawar Kubo.

"Gausah, aku jalan kaki aja" Acuh Takai.

"Jauh" Ucap Kubo.

"Gapapa aku jalan kaki aja" Takai bersikeras.

"Yaudah aku ikut jalan kaki juga" Anak itu turun dari mobil tiba tiba dan mengikuti langkah kecil Takai.

Pagi itu, mereka berdua jalan kaki sampai kesekolah yang jaraknya cukup jauh dari rumah mereka.

*****

Kubo memandangi lampu kamar tidur Takai yang masih menyala dari kamarnya, padahal sudah lewat dari tengah malam. Pesan singkatnya juga tidak dibalas sejak sore tadi. Sore tadi saat pulang sekolah, mereka bertengkar karena Takai tak suka disentuh oleh Kubo. Padahal Kubo hanya menarik tangan Takai, namun reaksi Takai sangat berlebihan. Perempuan berusia lima belas tahun itu harus berteriak kesakitan dan hampir menangis. Saat Kubo memaksa diri untuk melihat tangan Takai, perempuan itu bersikeras untuk menolak.

Kubo penasaran saat melihat siluet seorang perempuan dari balik gorden terlihat, sedang melayangkan sebuah benda yang tak terlihat kearah seorang anak kecil yang Kubo pikir itu adalah Takai. Tak lama terdengar samar samar suara teriakan dari suara yang Kubo kenal. Bukan sekali, namun beberapa kali Kubo melihat hal itu terjadi melalui siluet yang tampak dibalik gorden putih. Takai juga seringkali mendapati luka luka baru ditubuhnya. Saat Kubo menanyainya, Takai selalu menghindar dengan banyak alasan.

Selama ini, meski mereka telah kenal dekat selama berbulan bulan. Takai tak selalu bersikap jujur padanya. Ia tak pernah menjelaskan kenapa perempuan itu harus pergi berjalan kaki dari rumah ke sekolah yang jaraknya lumayan jauh. Atau soal kenapa ditubuh Takai selalu ada luka luka baru. Atau hal hal lain yang menurut Kubo janggal. Takai selalu berkata bahwa hubungannya dengan kedua orang tuanya sangat baik. Bahkan Takai bersyukur memiliki kedua orang tua seperti mereka. Tapi Kubo tak percaya itu setelah seringkali melihat kejadian buruk hampir setiap malam dan melihat luka baru ditubuh Takai esok paginya.

Pernah suatu hari sesaat setelah mendengar suara teriakan Takai dan melihat ibunya pergi meninggalkan Takai sendirian, Kubo berlari mengambil ponselnya. Ia kemudian menelpon Takai sembari memandanginya dari jendela. Berharap bahwa Takai mau mengangkat telponnya.

"Halo" Ucap Takai lemah diujung telpon.

Kubo ingin bertanya, tapi ia menahannya. Khawatir Takai merasa malu atau sekedar tak enak padanya.

"Halo, Sedang apa?" Tanya Kubo berhati hati.

"Aku terbangun dari tidurku" Jawab Takai.

Kubo tau perempuan itu berbohong, namun ia juga tak bisa memaksanya untuk jujur. Akhirnya Kubo mengambil sebuah topeng lucu yang dibelinya dengan Takai beberapa hari lalu, dan memakainya. Ia kemudian berdiri lurus tepat didepan jendela kamar Takai dimana Takai bisa melihatnya dengan jelas.

"Buka gorden jendela" Paksa Kubo.

Sesaat setelah Takai membuka gorden jendelanya, perempuan itu tersenyum. Lalu tertawa terbahak bahak.

"Aku tau kamu akan terlihat lucu saat memakai itu" Ledek Takai.

Mungkin ia tidak bisa menolong Takai. Namun ia bisa menghibur Takai untuk sementara. Laki laki itu terus bertingkah konyol dibalik jendelanya, sampai akhirnya Takai memintanya berhenti karena ingin tidur. Karena esok hari adalah hari ujian untuk kelulusan sekolah. Setelah telponnya terputus, Kubo tau Takai berbohong. Perempuan itu meringkuk dilantai sembari menangis. Tapi tak ada lagi yang bisa dilakukan oleh Kubo selain terus memandangi perempuan itu dari kejauhan. Ia bersiap kalau kalau ada orang yang akan melukainya lagi.

*****

Ujian sekolah sudah berakhir, selepas pulang sekolah Kubo mengajak Takai berjalan kaki untuk pulang. Hari ini, disudut bibir Takai terluka, bekas terbentur. Namun Takai beralasan bahwa gelas yang ia pakai untuk minum semalam tiba tiba pecah dan melukai sudut bibirnya.

"Bukan kesini arah jalan pulang " Keluh Takai.

"Ikutin aku aja" Paksa Kubo.

Sudah setengah jam mereka jalan kaki, namun arah Kubo mengajak Takai pulang bukanlah kearah rumah. Melainkan kearah pusat kota. Kemudian mereka berhenti tepat dipinggir jalanan kota yang besar. Disebrangnya ada kantor polisi pusat kota Osaka. Dibuat ramai dengan lalu lalang orang orang yang melangkahkan kakinya dengan cepat mengejar waktu khawatir lampu hijau yang menyala akan cepat berubah menjadi merah kembali.

"Kamu ga bisa terus menerus begini, kamu harus laporkan ke mereka apa yang orang tua kamu lakukan selama ini" Jelas Kubo.

Takai membulatkan matanya, kaget karena Kubo tau soal apa yang dilakukan kedua orang tuanya pada dirinya.

"Maksud kamu?" Jawab Takai berpura pura.

"Aku tau, aku tau orang tuamu penyebab luka luka ini"

Kali ini Kubo memaksa Takai untuk menggulung kedua baju lengan panjangnya dan memperlihatkan semua memar yang dimiliki oleh Takai.

"Luka luka yang tidak bisa kamu jelaskan, ini semua tidak bisa kamu jelaskan karena orang tua kamu yang melakukan ini bukan? Bahkan luka dibibir kamu pagi ini, aku melihatnya. Saat ibu kamu memukul kamu dan..."

"Berhenti, aku mohon. Ini semua kesalahanku, bukan mereka" Potong Takai.

"Orang orang disana akan menolongmu, kamu ga bisa terus menerus menahan seperti ini" Tunjuk Kubo pada kantor polisi.

"Setiap Orang tua juga pasti akan melakukan kesalahan, mereka hanya manusia biasa. Dan setiap kali mereka melakukan kesalahan, mereka harus tau itu salah. Harus ada yang menegur mereka" Tambah Kubo.

Takai terdiam, ia kemudian melangkah maju saat lampu hijau berubah menjadi merah. Namun perasaannya masih bimbang. Saat ditengah jalan, langkahnya terhenti. Berlawanan dengan air matanya yang mengalir deras. Ia kembali mengingat soal kakaknya saat itu, raut wajah kedua orang tuanya saat dipemakaman, dan bagaimana perasaan pedihnya hari itu. Perempuan itu berbalik, dan berlari menuju arah Kubo lalu memeluknya erat. Bahunya bergetar karena terus terusan menangis. Lambat laun, Kubo mulai menyentuh punggung Takai mencoba menenangkan Takai sejenak.

"Cukup peluk aku seperti ini" Lirih Takai.

"Aku bisa menahan semuanya" tambahnya.

"Bahkan jika aku harus mati karena disiksa, aku akan tetap menyayangi mereka dan tak akan pernah menyalahkan mereka atas kematianku" Jelas Takai.

"Seburuk apapun mereka, mereka tetaplah kedua orang tuaku"

Kalimat terakhir Takai menyentuh hati Kubo, tiba tiba ia merasa bersalah karena telah menilai Takai selemah itu. Bahkan mungkin sebelum Kubo datang, Takai sudah diperlakukan tidak adil seperti itu. Dan dia bisa bertahan sampai detik ini. Kubo bisa merasakan bagaimana Takai begitu menyayangi kedua orang tuanya sampai bisa menahan semua rasa sakit itu sendirian.

"Aku janji, aku akan selalu ada disini, cukup datang dan peluk aku sampai kamu tenang" Janji Kubo.