webnovel

Bukan Siapa Siapa

Tepuk tangan riuh menyudahi ucapan ayah Kubo didepan banyak orang. Ia baru saja mengumumkan tanggal pernikahan antara Kubo dan Takai. Bahkan tanpa persetujuan Kubo. Kubo mungkin diam, tapi hatinya berkecamuk, ia terus menunduk sejak tadi. Bahkan ia sama sekali tak ingin melihat Naomi tersenyum malam ini. Melihat Naomi tersenyum padanya seperti membuat kekuatan baru dalam dirinya, kekuatan untuk melawan segala keinginan kedua orang tuanya. 

Saat kedua orang tuanya berjalan kearahnya, Naomi juga ikut berjalan kearahnya. Dengan segaris senyuman kecil, gaun berwarna hitam yang Naomi pakai bahkan terlihat begitu bersinar bagi Kubo. Rambutnya yang terurai, dengan sebuah bando berwarna senada dengan gaunnya membuat Naomi terlihat begitu dewasa. 

"Bu, ingat nggak perempuan yang berusaha menolong Kubo saat di Indonesia?" Ucap Kubo membuka pembicaraan. 

Ibunya mengernyitkan dahi, ia kemudian mengangguk. 

"Perempuan itu ada disini, sedang berdiri didepan kita"

Mata Ibu dan ayah Kubo menatap Naomi dengan terkejut, mereka kemudian menyalami Naomi dan mengucapkan terima kasih. 

Tak lama setelah sedikit bercerita, Ibu Kubo menarik tangan Takai dan mengajaknya kedalam pembicaraan antara mereka. Meski ada Takai disana, Kubo seperti tak menghiraukan Takai dan lebih memilih untuk memperhatikan gerak gerik Naomi. Sampai akhirnya Takai pergi meninggalkan mereka. 

 

Plakkkkk !

Tamparan keras mendarat di pipi Kubo saat ia mencoba membuka mulut diikuti dengan teriakan dari ibunya, baru satu kalimat yang Kubo keluarkan setelah ia ditegur karena sikapnya saat dipesta beberapa jam yang lalu.

Pesta telah usai, dan Kubo terpaksa harus tetap tinggal karena diminta oleh kedua orang tuanya. Rupanya, mereka memperhatikan gerak gerik Kubo dan Naomi. Sikap Kubo yang dingin melukai hati Takai, dan hal itu terbaca oleh ayahnya. 

"aku suka Naomi" Ucapan itu seperti pukulan keras bagi kedua orang tuanya. Bukan soal perasaan Kubo, melainkan keberanian Kubo mengungkapkan perasaannya.

Plakkkkk !

Sekali lagi tamparan itu mendarat di sisi lain pipi Kubo, amarah memenuhi hati ayahnya. 

"Bisakah aku melakukan apa yang aku mau?" Ucapnya lagi.

"Bahkan apa aku harus meminta izin pada kalian jika aku ingin menyukai seseorang?" Tanyanya lagi. 

Plakkkkk !

Tamparan lain mulai mendarat, kali ini membuat pipi Kubo memerah. Laki laki paruh baya itu meninggalkan Kubo dengan tatapan dingin. Diikuti ibunya yang terlihat kecewa pada sikap Kubo. 

"Setidaknya, sebelum kau menyukai seseorang. Kau harus lihat siapa dirimu sendiri. Apa yang bisa kamu lakukan tanpa kedua orang tuamu" Ucap ayahnya sebelum pergi. 

Ucapan itu lebih menusuk sakit hatinya dibanding tiga tamparan dari ayahnya. Ucapan ayahnya seperti membuka kenyataan bahwa ia bukan siapa siapa jika tanpa kedua orang tuanya. Kubo hanya tertunduk diam sejenak, ia meraih jasnya dan melajukan mobil dengan kecepatan tinggi. Menyusuri jalanan yang kosong dengan amarah. Ia marah, pada dirinya sendiri karena tak berdaya.

***** 

"apa kita bisa bicara?" Ucap perempuan paruh baya yang sedang berdiri dihadapan Naomi saat ini. 

Naomi mengenal perempuan paruh baya itu, dia ibu Kubo.

Naomi mengangguk, ia kemudian mengikuti ibu Kubo dari belakang. Mereka pergi sedikit jauh dari kantor dan masuk kedalam restoran. Hampir sepuluh menit Naomi menunggu, namun perempuan paruh baya itu tak kunjung datang. Naomi memandangi ruangan yang hanya diisi beberapa lukisan artistik yang terkesan kolot dan kental akan tradisi Jepang. Suasana ruangan restoran itupun lebih terkesan privat. 

"Maaf menunggu lama" Ucap Ibu Kubo saat pintu terbuka. 

Perempuan itu duduk tepat dihadapan Naomi, dengan senyuman diujung bibirnya.

"Tidak apa apa" Jawab Naomi. 

"Sebelumnya saya ingin berterima kasih padamu untuk kejadian beberapa tahun lalu saat Kubo diculik. Dan aku sama sekali tidak menyangka bahwa kita akan bertemu lagi" Lanjut ibu Kubo. 

Naomi mengangguk, "Saya juga berterima kasih, saat itu apa yang kalian berikan pada keluargaku begitu banyak, bantuan kalian sangat membantu keadaan ekonomi kami" Tanggap Naomi. 

"ahhh, itu tidak begitu banyak ketimbang nyawa Kubo saat itu" Ucap Balik perempuan itu. 

Tak lama makanan datang, ibu Kubo mempersilahkan Naomi untuk menikmati hidangan yang telah disiapkan. Mereka berbincang bincang kecil sembari menikmati makanan. Sampai tiba tiba Takai masuk kedalam ruangan. 

Ibu Kubo mempersilahkan Takai untuk masuk, dan ikut bergabung. Perasaan Naomi mulai tak nyaman melihat hal itu. Hatinya mulai bertanya tanya untuk maksud dan tujuan dari makan siang hari ini.

"Kamu tau Takai dan Kubo akan segera menikah bukan?" Tanya Ibu Kubo membuka pembicaraan.

"Saya harap, kamu dapat membantu hubungan antara Takai dan Kubo, mereka sudah bersahabat sejak kecil. Dan agak sedikit canggung jika membicarakan soal hubungan" Jelas Ibu Kubo.

Tatapan perempuan itu mulai menajam, raut wajahnya pun berubah menjadi sangat serius. Naomi mulai mengerti arah pembicaraan mereka. Apalagi Naomi tau bahwa Takai mengetahui soal perasaan Kubo padanya dan menentang perjodohan mereka. 

"Akhirnya saya mengerti arah pembicaraan ini, terima kasih sebelumnya atas jamuan makan siang hari ini. Sebenarnya anda tidak perlu melakukan hal seperti ini. Saya pamit kembali ke kantor" Tegas Naomi.

Naomi membungkukkan tubuhnya sebelum beranjak dari duduknya. Ia segera pergi dari restoran itu secepat mungkin. Didalam hatinya penuh umpatan. Harga dirinya terluka karena perlakuan ibu Kubo. Bukan karena Ibu Kubo memintanya untuk menjauhi Kubo, namun maksud terselubung dari ucapan terima kasih yang tidak tulus membuatnya geram. 

Baginya tak perlu mengajak untuk pergi ke restoran mahal nan mewah jika ingin berterima kasih. Naomi cukup puas jika ia bisa mendapat sebuah bunga dan senyuman tulus tanpa embel embel menjauhi Kubo.

Perasaan itu sudah pergi, perasaan sedikit suka pada Kubo. Setelah perbincangannya dengan Takai beberapa waktu lalu, Naomi memang berniat untuk menjauhi Kubo. Terlebih, saat Kubo bertanya padanya untuk bertanggung jawab soal kesalahpahaman sikap Naomi pada laki laki itu. 

"Halo, iya saya sedang ada didekat sana. Bisa saya melihat lihat kamarnya?" Tanya Naomi saat panggilannya tersambung.

***** 

Suasana kantor tiba tiba hening saat Rio masuk kedalam ruangan, ini hari pertama Rio masuk kerja setelah cuti beberapa hari. Ditatapnya dokumen yang menumpuk diatas meja, ia membiarkan dokumen dokumen itu tetap menumpuk dan memilih untuk menyalakan komputernya lebih dulu. Dipindainya beberapa dokumen dan email setelah beberapa hari ia abaikan. Satu persatu mulai Rio kerjakan. 

"Hei, hei Tayo" sapa Sinta memecah keheningan. 

Semua tatapan mengarah pada Sinta seperti ingin menerkam perempuan itu. Tara mengernyitkan dahinya memberi tanda pada Sinta, akhirnya Sinta mundur perlahan menjauhi Rio.

"Mau pada makan siang apanih?" Teriak Sinta dari luar saat jam makan siang tiba. 

Iksan membulatkan matanya melotot pada Sinta, sudah sejak pagi Rio sama sekali tak berbicara. Tak berkomentar pada apapun. Ia mengerjakan semua dokumen yang ia tunda selama cuti. Dan mulai mengerjakan projek projek lain. 

"Abis makan siang, masuk ruang rapat ya. Kita harus catch up target untuk projek ke Jepang. Sinta, tolong siapin laporan selama saya cuti, Tara saya mau revisi design selesai, Bagus, buat laporan target dan aktual yang udah kita capai sampai kemarin. Ayo ayo, waktu kita tinggal sedikit" Ucap Rio bersemangat.

Ucapan Rio disambut dengan riuh oleh seluruh karyawan diruangan, ditambah senyuman Iksan dan Naya yang mengembang. 

"Siap!!!" Jawab yang lain serentak. 

"Makan siang hari ini, saya yang traktir. Naya, tolong siapin kartu kredit perusahaan" Perintah Iksan. 

Semua menyambut riuh, dari kejauhan Naya tersenyum memandangi Rio. Ia senang Rio telah kembali. Meski ia tak membantu apapun.